Pasangan pengantin yang memiliki darah keturunan Bali atau beragama Hindu biasanya akan menggunakan adat pernikahan Bali. Adat pernikahan Bali tidak asal terbentuk begitu saja karena sangat berpedoman pada aturan Kitab Weda dan hukum Hindu yang berlaku di masyarakat sekitar. Mematuhi kedua aturan tersebut diyakini akan mendapatkan kebahagiaan di dunia (Jagaditha) dan kebahagiaan yang abadi (Moksa).
Pada umumnya, adat pernikahan bali dibagi menjadi dua sistem, yaitu dengan sistem memadik/meminang yang dilakukan di rumah mempelai wanita dan sistem merangkat/ngerorod yang dilakukan di rumah mempelai pria. Kedua sistem tersebut bisa dipilih sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak keluarga masing-masing.
Makna dan Tujuan Dibalik Serangkaian Acara Adat Pernikahan BaliBaik memadik ataupun merangkat keduanya sama-sama memiliki serangkaian upacara yang cukup rumit dan memerlukan banyak item yang harus dipersiapkan. Namun, dibalik itu semua, tersimpan makna dan tujuan tertentu yang sakral sehingga banyak pasangan pengantin yang rela menjalaninya demi mendapatkan pemberkatan dan kehidupan rumah tangga yang baik. Berikut ini ada 11 rangkaian upacara adat pernikahan Bali berikut makna dan tujuannya.
- Mesedek
Acara pertama pada adat pernikahan bali adalah mesedek. Mesedek merupakan momen dimana kedua orang tua dari mempelai pria mendatangi rumah mempelai wanita dengan tujuan untuk memperkenalkan diri. Selain itu, mesedek juga dilakukan oleh mempelai pria dengan maksud hati untuk meminang wanita dan ingin bersungguh-sungguh menjadi pasangan hidupnya.
Mesedek ini dilakukan agar orang tua dari pihak mempelai wanita bisa melihat seberapa mantapkah calon menantunya ingin membangun rumah tangga dan bagaimana sikap/perilaku yang dimilikinya. Acara mesedek dianggap sukses ketika orang tua dari pihak wanita menyatakan setuju dan setelah itu dapat dilanjutkan ke proses berikutnya.
- Medewasa ayu
Acara madewasa ayu dilakukan setelah orang tua dari pihak wanita menyatakan setuju untuk menikahkan anak wanitanya dengan pria yang dicintainya. Proses yang ada pada adat pernikahan Bali ini berupa menentukan hari dan tanggal baik (dewasa) tentang kapan kiranya menggelar acara pernikahan.
Pemilihan waktu yang tepat berdasarkan tanggal yang baik diyakini umat Hindu/masyarakat Bali sebagai cara untuk mendapatkan pernikahan yang berkah, lancar, dan tanpa kesialan. Tanggal baik biasanya ditentukan oleh mempelai pria berdasarkan nasehat dari seorang Sulinggih atau orang yang sudah dianggap mengerti tentang nikabang padewasaan (tanggal pernikahan yang baik).
- Upacara ngekeb
Upacara ngekeb dilakukan dengan cara memandikan dan mencuci rambut mempelai wanita dengan luluran khusus. Luluran khusus ini terbuat dari campuran daun merak, bunga kenanga, kunyit, dan beras yang telah dihaluskan ke sekujur tubuh mempelai wanita pada sore hari.
Setelah itu, mempelai wanita masuk ke dalam kamar pengantin yang sudah disediakan sesajen dan tidak diperbolehkan keluar sampai mempelai pria menjemputnya.
Ketika pria sudah sampai di kamar pengantin, sang wanita wajib ditutupi dengan selembar kain tipis berwarna kuning dari ujung kepala hingga ujung kaki. Upacara ngekeb yang dilakukan dalam adat pernikahan Bali ini bermakna bahwa sang wanita telah mengubur masa lalunya dalam-dalam dan siap menjalani lembaran kehidupan baru bersama calon suami.
- Ngungkab lawang
Ngungkab lawang dalam bahasa daerah Bali diartikan sebagai “membuka pintu”. Upacara ini berupa penjemputan sang wanita oleh pria dan dipertemukan untuk menjalani 9 rangkaian acara meliputi:
- Pejati dan suci alit
- Peras pengambean
- Caru ayam brumbun asoroh
- Bayekawonan
- Prayascita
- Pangulapan
- Segehan panca warna
- Segehan seliwang atanding
- Segehan agung
Sebelum menjalani kesembilan rangkaian tersebut, pengantin pria mengucapkan syair weda dan dibalas dengan syair weda dari pengantin wanita lalu melemparkan daun betel/daun sirih. Pelemparan ini dilakukan dengan tujuan untuk menolak kekuatan jahat yang mungkin akan datang selama prosesi berlangsung.
Makna dari upacara ngungkab lawang pada adat pernikahan Bali ini adalah sebagai bentuk penghormatan kepada keluarga mempelai wanita dan bentuk harapan akan menjadi pasangan suami istri yang harmonis.
- Medagang-dagangan
Upacara selanjutnya pada adat pernikahan Bali adalah medagang-dagangan. Medagang-dagangan dalam bahasa daerah Bali berarti berdagang. Sesuai namanya, mempelai wanita dan pria diminta untuk melakukan tawar-menawar tentang barang dagangan hingga mencapai tahap pembayaran.
Mempelai wanita duduk di aras serabut kelapa dan menawarkan barang dagangannya kepada mempelai pria. Ketika transaksi selesai, maka mempelai pria merobek tikeh dadakan yang dipegang oleh mempelai wanita dengan sebuah keris. Setelah itu, keduanya mengambil 3 sarana kesuburan berupa keladi, andong, dan kunyit untuk ditanam di belakang sanggah kemulan.
Kedua mempelai lalu memutuskan benang yang diikatkan pada dua cabang pohon dapdap dan terakhir mandi untuk membersihkan diri. Pelaksanaan upacara ini adalah simbol permohonan kepada Sang Hyang Widi agar anaknya ketika dia dewasa diberi kawigunan (profesi) sesuai dengan garis tangan yang dimilikinya.
- Upacara makala-kala
Di dalam adat pernikahan Bali, upacara makala-kala atau yang dapat juga disebut dengan upacara bhuta saksi/pertiwi saksi ini dilakukan oleh kedua pengantin dengan cara membakar tetImpug di atas tungku bata dan dalam posisi duduk.
Tetimpug merupakan tiga potong bambu yang memiliki 3 atau 5 ruas yang diikat menjadi satu. Upacara ini bertujuan untuk membangun benteng perlindungan agar terhindar dari bahaya bhutakala yang dapat mengganggung dan menghilangkan kesucian kehidupan perkawinan kedua mempelai.
- Metegen-tegenan dan suun-suunan
Upacara selanjutnya pada adat pernikahan Bali adalah metegen-tegenan dan suun-suunan. Metegen-tegenan dipikul oleh mempelai pria, sedangkan suun-suunan dijunjung oleh mempelai wanita. Kedua mempelai berjalan mengelilingi api suci yang disebut dengan sanggah surya searah jarum jam sebanyak 7 kali. Jika kamu pernah menonton adegan ritual pernikahan di film-film India, maka kurang lebih teknisnya mirip seperti itu.
Pria dan wanita diikat dengan sabuk, dengan posisi pria di depan dan wanita mengikutinya di belakang. Keduanya menjalani 7 langkah saptapadi yang setiap langkahnya mengandung sumpah perkawinan yang berbeda dengan yang lainnya sambil melantunkan doa.
Doa ini dilantunkan dalam bahasa sanskerta oleh mempelai pria kemudian diterjemahkan ke bahasa indonesia oleh mempelai wanita. Upacara ini diyakini sebagai simbol yang menandakan awal perjalanan dari kedua pengantin untuk mengarungi bahtera kehidupan bersama.
- Majauman
Majauman merupakan acara adat pernikahan Bali yang berupa kunjungan resmi ke rumah mempelai wanita setelah semua rangkaian upacara selesai. Berdasarkan namanya, kata “jaum” berarti jarum yang menyiratkan sebuah fungsi jarum untuk merajut dan menyatukan kembali kedua keluarga setelah adanya ketegangan yang terjadi.
Upacara ini dilakukan pada sistem perkawinan ngarorod yang biasanya terjadi akibat adanya ketidaksetujuan dari pihak keluarga wanita karena perbedaan kasta. Oleh karena itu, mempelai wanita “dilarikan” ke rumah pria dan dinikahi. Selain membangun kembali hubungan antar keluarga, majauman juga bertujuan untuk memberitahukan Hyang Guru dan leluhur tentang perkawinan mereka serta memohon perlindungan agar terhindar dari marabahaya.
- Natab Pawetonan
Natab pawetonan merupakan sebuah ritual adat pernikahan bali yang dilakukan pada sistem perkawinan mepadik. Ritual ini dilakukan di atas tempat tidur dengan cara menyerahkan seserahan berupa barang bernilai seperti perhiasan dan pakaian oleh sang pria kepada ibu dari calon mempelai wanita.
Barang bernilai ini merupakan simbol “pengganti air susu ibu” yang melambangkan harapan bahwa tugas sang ibu dalam mendidik, membesarkan, dan melindungi anaknya telah selesai dan berpindah kepada calon suami.
- Bekal (Tadtadan)
Bekal (Tadtadan) merupakan ritual adat pernikahan bali yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat perhiasan atau pakaian ibadah dari ibu kepada anak wanitanya.
Upacara ini melambangkan sebuah harapan bahwa sang anak akan selalu mengingat jasa-jasa ibunya yang selama ini telah berjuang susah payah dalam melahirkannya. Sedangkan pakaian ibadah merupakan sebuah simbol bahwa sang anak diharapkan akan terus beribadah kepada Tuhan yang Maha Esa.
- Mejaya-jaya
Upacara mejaya-jaya merupakan acara adat pernikahan bali terakhir yang dilaksanakan setelah pasangan pengantin telah sah menjadi suami istri. Upacara ini melambangkan sebuah harapan agar selalu diberi kemudahan dan bimbingan dari para Sanghyang Pramesti Guru. Setelah upacara mejaya-jaya, kedua pengantin tidak diperbolehkan keluar/bepergian selama 3 hari berturut-turut dan wajib tinggal di rumah untuk melakukan kewajibannya sebagai suami istri.
Aturan ini diyakini dapat meningkatkan keintiman hubungan kedua mempelai dan agar sang pria bisa banyak memberikan nasehat kepada istrinya. Hal ini juga sebagai bentuk penghormatan kepada keluarga dari pihak wanita dengan harapan bahwa tali kekeluargaan akan terus terjalin dengan erat.
Nah, itu tadi makna dan tujuan dibalik 11 serangkaian acara adat pernikahan Bali. Cukup rumit dan ribet namun ternyata menyimpan makna yang sangat dalam, bukan? Semoga setelah mengetahui maknanya kamu dan pasangan dapat menjalani rangkaian acara pernikahan dengan penuh semangat dan hikmat, ya! Selamat menempuh hidup baru bersama pasangan!