Apakah istilah Ngeuyeuk Seureuh terdengar asing di telinga kamu atau kamu sudah pernah dengar kata-kata itu sebelumnya? Mari simak artikel ini untuk penjelasannya.
Ngeuyeuk Seureuh merupakan sebuah ritual pernikahan adat Sunda. Bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kata tersebut memiliki arti “meramu sirih”. Ritual ini biasa dilakukan satu hari sebelum akad nikah berlangsung dan diadakan di rumah orang tua calon pengantin perempuan. Prosesi seserahan terkadang dilaksaknakan bersamaan dengan Ngeuyeuk Seureuh yang dipimpin oleh Nini Pangeuyeuk.
Raisa Andriana dan Hamish Daud merupakan salah satu pasangan yang melaksanakan ritual ini ketika menjelang pernikahannya September 2017 silam. Pada ritual Ngeuyeuk Seureuh, calon mempelai akan meminta restu kepada orang tua mereka. Selain itu, para orang tua pun memberikan nasihat-nasihat mengenai dunia kehidupan berkeluarga melalui berbagai benda yang dijadikan simbol. Tak jarang, nasihat mengenai sex education juga diberikan untuk calon mempelai.
Makna di Balik Ngeuyeuk Seureuh
Foto: Mahligai Indonesia
Benda-benda yang digunakan tentu tidak sembarangan. Daun sirih, tembakau, sapu lidi enau, benang kanteh atau tenun merupakan beberapa contoh benda yang dijadikan simbol pada prosesi Ngeuyeuk Seureuh. Setiap benda yang digunakan saat ritual berlangsung tentu memiliki makna dan tujuannya masing-masing.
Pada awal upacara Ngeuyeuk Seureuh, pemimpin memberikan tujuh helai benang tenun untuk kedua mempelai. Benang sepanjang dua jengkal itu dipegang ujungnya sembari duduk menghadap orang tua untuk memohon doa restu. Bila orang tua telah memberikan restu, benang tersebut dipotong dan menandakan prosesi Ngeuyeuk Seureuh akan dimulai. Adapun makna yang tersirat dalam penggunaan benang tenun adalah tanda cinta kasih.
Daun sirih dan tembakau melambangkan repok yang mana “rep” berarti diam, serta “pok” berarti bicara. Kedua benda tersebut menunjukkan apabila terjadi perselisihan di antara kedua mempelai, salah satu di antara mereka berbicara dan mempelai satunya harus diam. Hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi pertengkaran yang hebat, sehingga salah satu di antara mereka diminta untuk mengalah.
Saat prosesi berlangsung, sapu lidi enau digunakan untuk memukul atau “keprak” kedua calon secara perlahan. Nasihat tentang kehidupan berumah tangga pun tak henti-henti diberikan ketika prosesi berlangsung. Makna dari pemukulan dengan sapu lidi bertujuan agar kedua mempelai dapat memupuk kasih sayang satu sama lain.
Tak hanya ketiga benda di atas, prosesi ini juga memanfaatkan kain berwarna putih yang melambangkan rumah tangga tanpa cela. Dua buah pakaian yang diletakkan di atas kain sarung melambangkan bahwa dalam kehidupan berkeluarga, suami dan istri memerlukan kerjasama. Kedua pakaian tersebut kemudian dibawa ke kamar pengantin yang menandakan penggabungan antara keduanya. Masih banyak lagi benda dengan sejuta makna yang digunakan dalam prosesi ini.
Upacara ini sangatlah sakral. Tak sembarang orang yang bisa menghadiri acara ini. Anak gadis dan anak lelaki yang belum mengalami akil balig tidak diperbolehkan datang menyaksikan ritual Ngeuyeuk Seureuh. Wanita dewasa yang belum pernah menikah pun tidak dapat hadir ke dalam ritual ini.
Silih asih, silih asuh, dan silih asah menjadi tiga sifat utama yang senantiasa melandasi pandangan kehidupan masyarakat Sunda. Arti dari ketiga poin tersebut adalah saling menyanyangi, saling menjaga, dan saling mengajari. Sifat-sifat tersebut diperlihatkan dalam ritual Ngeuyeuk Seureuh. Sangat diharapkan calon mempelai dapat menerapkan ketiga sifat tersebut dalam kehidupannya pasca menikah.
Cukup menarik, ya, Ngeuyeuk Seureuh ini? Apakah sekarang kamu sudah paham dengan ritual tersebut? Bila kamu atau pasanganmu memiliki darah Sunda, maka coba lakukanlah tradisi ini agar pernikahanmu menjadi lebih sakral.