Pilih Kategori Artikel

Ingin Kenakan Rias Paes Ageng Khas Yogyakarta di Hari Pernikahan Seperti Luna Maya? Simak Pakem Aslinya Dulu!
Diskon dan Penawaran Eksklusif Menantimu!
Kunjungi WeddingMarket Fair 25 -27 April 2025
di Balai Kartini (Exhibition & Covention Center)

Luna Maya tampil anggun dan memukau di hari pernikahannya dengan mengenakan Tata Rias Pengantin Paes Ageng khas Yogyakarta. Riasan tradisional yang memiliki akar sejarah dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini menjadi sorotan publik, apalagi karena Luna diketahui memiliki darah Jawa dari sang ayah.

Meski tetap mengusung konsep Paes Ageng, rias pengantin yang dikenakan Luna Maya memiliki sentuhan modifikasi. Beberapa elemen tradisional, seperti paes prada dan alis menjangan, tidak digunakan dalam riasannya, memberikan nuansa yang lebih modern.

Tata Rias Pengantin (TRP) Paes Ageng awalnya hanya digunakan oleh keluarga bangsawan keraton. Kini, riasan ini telah menjadi salah satu pilihan populer dalam pernikahan adat Jawa karena keanggunannya yang khas serta filosofi mendalam di setiap detailnya.

Menurut HARPI "Melati" DIY, organisasi resmi para perias pengantin di Daerah Istimewa Yogyakarta, TRP Paes Ageng memiliki pakem yang harus ditaati. Karena riasan ini menyimpan nilai-nilai luhur dan simbolisme budaya, penggunaannya pun mengikuti pakem tertentu agar makna serta kelestariannya tetap terjaga. Lantas, seperti apa sejarah dan pakem asli TRP Paes Ageng khas Yogyakarta? Ayo, kita bahas tuntas dalam artikel ini!

Sejarah Tata Rias Pengantin Paes Ageng Khas Yogyakarta

wm_article_img
Foto: Instagram/teadatubachtiar

Tata Rias Pengantin Paes Ageng memiliki akar sejarah yang panjang dan erat kaitannya dengan keberadaan dua pusat budaya Jawa, yaitu Keraton Yogyakarta Hadiningrat dan Keraton Surakarta Hadiningrat. Busana dan riasan ini awalnya merupakan simbol kebangsawanan yang hanya dikenakan oleh putri dan kerabat keluarga raja dalam prosesi pernikahan kerajaan.

Riasan dan busana Paes Ageng diperkirakan mulai berkembang setelah terjadinya Perjanjian Giyanti pada tahun 1755, yang menandai perubahan dalam budaya dan tradisi di Yogyakarta. Perjanjian ini menjadi titik awal pembentukan Kasultanan Yogyakarta, di mana Pangeran Mangkubumi diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwono I setelah berhasil merebut kembali wilayah kekuasaan dari tangan Belanda.

Sebagai bentuk penghormatan, Susuhunan Paku Buwono II dari Keraton Surakarta menghadiahkan berbagai perlengkapan kerajaan, termasuk gaya busana dan tata rias, kepada putranya, Pangeran Mangkubumi. Dari sinilah Paes Ageng Yogyakarta berkembang, sementara Keraton Surakarta kemudian menciptakan gaya baru (gagrak anyar) yang lebih bernuansa barat seperti beskap, baju teni, dan langenhartjan.

Pada awal abad ke-20, paes ageng hanya digunakan oleh keluarga Keraton Yogyakarta sebagai bagian dari busana kebesaran raja dan ratu. Busana ini juga dikenal dengan sebutan "kampuhan," yang dipadukan dengan kain batik bermotif semen, sebagai simbol status sosial yang tinggi dan kehormatan dalam tradisi Yogyakarta.

Tak hanya untuk upacara pernikahan, tata rias paes ageng juga dikenakan oleh penari bedhaya pada masa Sultan Hamengku Buwana VII (1877–1921), meskipun penggunaannya mulai berkurang di masa Sultan selanjutnya.

Komponen utama paes ageng pada masa itu mencakup:

  • Kain dodot

  • Udhet dan nyamping cindhe

  • Riasan wajah khas keraton seperti cengkorongan, alis tanduk rusa, dan jahitan mata

  • Perhiasan rambut seperti gelung bokor, cunduk mentul, dan ceplok jebehan

Kini, Yogyakarta memiliki beberapa jenis paes, antara lain:

  • Paes Ageng

  • Paes Ageng Jangan Menir

  • Paes Kanigaran

  • Yogya Puteri

  • Kasatriyan Ageng

  • Pura Pakualaman

Dari semua jenis, Paes Ageng adalah yang paling sakral dan kaya makna.

Perkembangan Paes Ageng: Dari Dalam Tembok Keraton ke Masyarakat Luas

wm_article_img
Foto: Instagram/mamiehardo

Perubahan besar terjadi mulai tahun 1960-an, ketika para empu perias memohon izin kepada Sultan Hamengku Buwana IX untuk menyebarluaskan pakem paes ageng ke luar keraton. Maka, mulailah masyarakat umum mengenal dan menggunakan tata rias agung ini dalam pernikahan adat.

Namun, penting untuk diingat bahwa Keraton Yogyakarta menerapkan aturan yang sangat ketat untuk menjaga kelestarian dan kesucian nilai-nilai tradisi dalam setiap aspek kebudayaan, termasuk dalam busana dan tata rias Paes Ageng. Tata rias boleh berkembang mengikuti zaman, tetapi tidak boleh menghilangkan makna filosofis dan bentuk utama paes ageng.

Perkembangan teknologi rias dan industri kosmetik juga berperan dalam evolusi paes ageng. Mulai tahun 1980-an, penggunaan eyeshadow dan blush on menggantikan bahan alami seperti boreh dan celak, memberikan sentuhan lebih segar pada wajah pengantin. Perubahan signifikan terjadi pada tahun 2002, ketika ditambahkan karang jagung—rangkaian bunga melati yang disematkan di antara perhiasan rambut, dan akhirnya disetujui sebagai bagian dari pakem baru oleh Keraton Yogyakarta.

Kini, Paes Ageng tak lagi hanya milik kalangan bangsawan. Peragaan seperti “Parade Paes Ageng On the Street di Malioboro” yang digelar pada tahun 2012 merupakan contoh nyata upaya untuk mendekatkan warisan budaya ini kepada masyarakat luas. 

Acara tersebut menampilkan keanggunan dan keindahan detail dari tata rias serta busana Paes Ageng, mulai dari pemilihan kain batik dengan motif alas-alasan yang dihias prada (lukisan emas) berwarna dasar hijau Gadung Mlati, hingga setiap elemen aksesori dan gaya riasannya yang penuh makna simbolis.

Filosofi dan Makna Sakral di Balik Paes Ageng

wm_article_img
Foto: Instagram/nur0370.makeupartist

Tata Rias Pengantin Paes Ageng bukan sekadar mempercantik mempelai wanita, tetapi merupakan manifestasi dari nilai-nilai spiritual, moral, dan estetika yang hidup dalam budaya Jawa. Setiap elemen riasan dan busana mengandung filosofi mendalam—simbol harapan, restu, serta doa bagi pengantin dalam menjalani kehidupan rumah tangga yang penuh harmoni dan kebijaksanaan.

Salah satu ciri paling khas dari paes ageng adalah cengkorongan—hiasan runcing berjumlah tujuh di dahi pengantin. Masing-masing bagian memiliki nama dan makna tersendiri: penunggul, pengapit, penitis, hingga godeg. Seluruh ujung paes yang mengarah ke bawah melambangkan wanda luruh, yang mencerminkan sikap anggun dan penuh ketenangan dari sang pengantin, menciptakan kesan yang tenang dan terhormat.

Kosmetik yang digunakan pun alami, seperti boreh (tumbukan beras dan kunyit) untuk dasar bedak, serta pidih (campuran lilin dan rebusan daun dandang gendis) untuk membentuk riasan hitam pekat.

wm_article_img
Foto: instagram/readysubagyo_makeup

Dalam tradisi keraton, proses merias pengantin dengan Paes Ageng bahkan dianggap sakral. Seorang perias adat, seperti yang diungkapkan oleh perias Hanifa dalam sebuah wawancara, wajib menjalani puasa atau tapa batin sebelum merias. 

Tujuannya adalah untuk membersihkan diri secara spiritual, menguatkan batin, dan menjauhkan dari energi buruk.Diyakini oleh masyarakat Jawa, bahwa perias yang memiliki kebersihan batin akan memancarkan energi positif, menjadikan pengantin terlihat tidak hanya cantik luar, tapi juga bercahaya dari dalam.

Elemen Rias Paes Ageng dan Filosofinya

wm_article_img
Foto: instagram/house_of_liza

Riasan Paes Ageng dari Yogyakarta bukan sekadar hiasan wajah untuk mempercantik pengantin wanita. Lebih dari itu, setiap elemen dalam riasan ini menyimpan makna simbolik, spiritual, dan filosofis yang mencerminkan nilai-nilai luhur masyarakat Jawa. Riasan ini berfungsi sebagai doa, tuntunan, dan harapan agar pengantin wanita dapat menjalani kehidupan rumah tangga dengan bijak, seimbang, dan penuh berkah.

1. Cengkorongan (Paes Prada)

Cengkorongan adalah lengkungan garis hitam tebal yang menjadi ciri paling mencolok di dahi pengantin wanita. Bentuknya menyerupai bulan sabit, yang dalam tradisi Jawa melambangkan kesuburan, ketenangan batin, dan harapan akan kehidupan rumah tangga yang sejahtera. 

Cengkorongan menjadi dasar utama dalam rias Paes Ageng, dibuat dengan sangat hati-hati menggunakan alat khusus bernama canting. Sementara hiasan prada emas yang mengikuti garis lengkungannya melambangkan kemuliaan, kebahagiaan, dan keberuntungan.

Bentuk lengkungannya pun memiliki arti:

  • Lengkung besar melambangkan kebesaran Tuhan dan kekuatan spiritual yang menaungi rumah tangga.
  • Pengapit atau lengkung kecil di sisi kanan dan kiri menunjukkan keseimbangan, di mana perempuan diharapkan mampu menjadi penyeimbang dalam keluarga.

2. Penunggul

Titik bulat di tengah dahi ini melambangkan matahari, simbol sumber energi, semangat, dan harapan baru. Penunggul mencerminkan doa agar sang istri menjadi cahaya dan penghangat dalam keluarga barunya.

3. Gawangan

Hiasan berbentuk segitiga kecil di atas cengkorongan ini menyerupai gunung, simbol dari keteguhan, kestabilan, dan keabadian. Gunung juga identik dengan tempat suci yang dihormati, menggambarkan bahwa pernikahan harus dijaga dengan kesucian dan tanggung jawab yang tinggi.

4. Centhung

Terdiri dari dua buah dan dipasang di sisi kanan serta kiri kepala pengantin, centhung melambangkan pintu gerbang menuju kehidupan yang baru. Ini adalah simbol bahwa pengantin wanita sedang melangkah melewati batas antara kehidupan sebagai seorang gadis dan sebagai seorang istri.

5. Cithak

Terletak di antara alis, cithak adalah titik kecil yang melambangkan fokus, visi ke depan, dan kesetiaan. Cithak mengingatkan bahwa seorang istri harus mampu berpikir tajam dan memiliki pandangan hidup yang jelas bersama pasangan.

6. Alis Menjangan

wm_article_img
Foto: instagram/house_of_liza

Alis ini dirias menyerupai tanduk rusa (menjangan), melambangkan kecerdasan, kecerdikan, dan keanggunan. Rusa dikenal sebagai hewan yang waspada, lembut, namun juga cepat dan lincah—karakteristik yang diharapkan ada pada pengantin wanita.

7. Cunduk Mentul

Cunduk mentul merupakan hiasan berbentuk bunga yang ditancapkan di bagian belakang sanggul pengantin. Jumlahnya selalu ganjil—biasanya 3, 5, atau 7—dan setiap jumlah tersebut mengandung makna simbolis yang berbeda:

  • 1 buah: Melambangkan keesaan Tuhan

  • 3 buah: Simbol Trimurti (Brahma, Wisnu, Siwa)

  • 5 buah: Melambangkan Rukun Islam

  • 7 buah: Dalam bahasa Jawa disebut pitu, melambangkan pitulungan yang berarti pertolongan dari Tuhan—sebuah harapan agar kehidupan rumah tangga selalu mendapat perlindungan dan bantuan dari Yang Maha Kuasa.

8. Gunungan (Pethat Gunungan)

Gunungan merupakan hiasan kepala berbentuk gunung yang melambangkan kehormatan, kemuliaan, dan kedudukan tinggi bagi pengantin yang mengenakannya. Filosofinya berasal dari mitologi bahwa para dewa tinggal di gunung, dan karenanya, perempuan harus dihormati oleh suami seperti rakyat menghormati dewa.

9. Sanggul Bokor Mengkureb

Sanggul khas Yogyakarta ini memiliki bentuk unik yang menyerupai bokor terbalik, mencerminkan keanggunan dan kekhasan budaya keraton. Bokor adalah wadah untuk air suci dalam budaya Jawa. Posisi mengkureb (terbalik) berarti pengantin perempuan meninggalkan status gadisnya dan siap menjadi seorang istri yang rendah hati dan penuh kasih.

Perhiasan dan Aksesori: Simbol Kehidupan dan Komitmen

wm_article_img
Foto: Instagram/sesotya_weddingjogja

10. Subang Ronyok

Anting berbahan emas atau berlian yang dikenakan di kedua telinga ini melambangkan cahaya kehidupan serta harapan akan keabadian cinta dan harapan dalam pernikahan.

11. Kalung Sungsun

Kalung ini terdiri dari tiga lempengan yang disusun bertingkat. Ketiga tingkat ini melambangkan tiga fase kehidupan manusia: kelahiran, pernikahan, dan kematian. Kalung ini mengingatkan agar pengantin wanita siap menapaki setiap fase dengan bijak dan sadar akan tanggung jawabnya.

12. Kelat Bahu Naga

Aksesori berbentuk naga yang dikenakan di lengan atas. Naga melambangkan kekuatan besar serta perlindungan, sementara pertemuan antara kepala dan ekor naga menjadi simbol harmonisasi antara pikiran dan perasaan—sebuah kesatuan yang penting dalam membangun kehidupan rumah tangga.

13. Gelang Paes Ageng

Gelang melambangkan ikatan pernikahan yang tidak terputus, serta simbol dari kesetiaan dan kesatuan cinta. Dalam budaya Jawa, ikatan tidak hanya terjadi secara lahir, tapi juga batin, dan gelang menjadi metafora dari janji tersebut.

Secara keseluruhan, tata rias Paes Ageng adalah refleksi dari sosok wanita Jawa yang ideal: anggun, cerdas, sabar, kuat secara batin, dan penuh kasih. Melalui kombinasi unsur estetika dan spiritual, riasan ini menggambarkan transisi seorang perempuan dari gadis menjadi istri, dan harapan akan kehidupan baru yang bahagia, harmonis, dan diberkahi.

Riasan ini dibuat dengan penuh perhatian dan ketelitian, biasanya oleh perias berpengalaman yang juga menjalani ritual batin, seperti berdoa atau berpuasa sebelum proses merias dimulai. Ini menjadi bagian dari warisan spiritual budaya Jawa yang tetap dijaga hingga kini.

Pakem Asli Paes Ageng: Apa yang Harus Diperhatikan?

wm_article_img
Foto: Instagram/yayolmua

Menurut HARPI "Melati" DIY, ada sejumlah pakem atau aturan dalam Tata Rias Pengantin Paes Ageng yang harus ditaati agar maknanya tidak berubah:

1. Riasan Tidak Boleh Berlebihan

Makeup harus tetap natural, tidak terlalu tebal, agar menonjolkan keanggunan alami pengantin.

2. Kebaya dan Jarik Sesuai Adat

Umumnya, pengantin mengenakan kebaya beludru hitam dengan bordir emas, yang dipadukan dengan kain jarik bermotif khas Yogyakarta, seperti motif Sidomukti atau Sidoasih, menciptakan kesan elegan dan penuh makna.

3. Tidak Ada Modifikasi di Area Paes

Lengkungan paes di dahi harus mengikuti bentuk dan ukuran standar. Modifikasi bentuk paes bisa menghilangkan makna filosofisnya.

4. Urutan Prosesi Rias yang Sakral

Proses merias dilakukan secara urut dan sakral, dimulai dari proses ratusan (pengasapan rambut dengan wewangian), halup-halupan (pencukuran rambut halus di wajah), cengkorongan (penggambaran pola paes), hingga kandelan (penebalan pola menjadi paes jadi). 

Tahap akhir, dados, meliputi pemakaian sanggul bokor mengkurep, kain adat, perhiasan, serta hiasan simbolis seperti jebehan, ceplok, dan gajah ngoling—yang masing-masing melambangkan nama baik, keseimbangan hidup, dan kesucian pernikahan. Lebih dari sekadar riasan, paes ageng adalah perwujudan nilai budaya dan doa bagi kehidupan rumah tangga yang harmonis.

Tren Modifikasi Paes Ageng dan Kontroversinya

wm_article_img
Foto: Instagram/kanagara_wedding

Banyak selebritas dan pengantin modern kini memilih modifikasi pada riasan Paes Ageng, baik untuk alasan estetika maupun personalisasi. Misalnya, mengubah bentuk paes menjadi lebih kecil, menambahkan aksesoris modern, atau mengganti warna kebaya. Namun, hal ini memicu pro dan kontra. Kalangan konservatif, termasuk HARPI "Melati", mengingatkan bahwa terlalu banyak modifikasi dapat merusak nilai adat dan filosofinya.

Tata rias pengantin Paes Ageng khas Yogyakarta lebih dari sekadar riasan untuk hari pernikahan; ia merupakan warisan budaya yang kaya akan makna dan simbolisme, yang mencerminkan nilai-nilai luhur dalam setiap detailnya. Dengan memahami pakem dan filosofinya, kita bisa menghargai lebih dalam tradisi luhur ini.

wm_article_img
Foto: Instagram/andychunmakeup

Kalau kamu ingin tampil anggun seperti Luna Maya tapi tetap menghormati pakem tradisi, pastikan untuk berdiskusi dengan perias pengantin yang memahami rias adat secara menyeluruh.

Paes Ageng Yogyakarta bukan hanya bagian dari busana pengantin. Ia adalah representasi dari filosofi hidup perempuan Jawa—perpaduan antara keindahan luar dan kedalaman makna. Di tengah modernitas yang terus bergerak, paes ageng tetap menjadi pilihan banyak calon pengantin yang ingin menyatu dengan akar budayanya.

Kalau kamu sedang mencari inspirasi pernikahan adat yang penuh makna, paes ageng adalah pilihan yang tidak hanya cantik, tapi juga agung.

Ingin tahu lebih banyak tentang budaya pernikahan tradisional atau mencari vendor rias pengantin profesional? Kunjungi weddingmarket.com dan follow Instagram kami di @weddingmarket_id untuk update terbaru!


Referensi: repository.usd.ac.id | nationalgeographic.grid.id  

Diskon dan Penawaran Eksklusif Menantimu!
Kunjungi WeddingMarket Fair 25 -27 April 2025
di Balai Kartini (Exhibition & Covention Center)

Article Terkait

Loading...

Article Terbaru

Loading...

Media Sosial

Temukan inspirasi dan vendor pernikahan terbaik di Sosial Media Kami

Loading...