Apakah kamu tahu soal betapa panjang dan melelahkannya pernikahan adat Betawi? Bahkan saking panjangnya, pernikahan adat Betawi sendiri harus diawali dengan rangkaian acara pra-lamaran berhari-hari sebelum sebelum akad berlangsung. Semuanya dimulai dari Ndelengi, yakni kegiatan mempertemukan kedua keluarga mempelai untuk memantapkan ke jenjang pernikahan, sampai rangkaian pasca-akad nikah.
Dari Ndelengi, pernikahan akad Betawi baru benar-benar selesai setelah kegiatan Pulang Tige Ari dimana sang suami (bukan lagi mempelai pria) mengantarkan sang istri kepada keluarganya sebelum akhirnya pasangan suami istri tersebut bisa tinggal bersama.
Apakah hanya ada dua tahap? Tentu saja tidak! Di antara Ndelengi dan Pulang Tige Ari sendiri terdapat berbagai prosesi yang sifatnya wajib dan haram untuk dilewatkan. Sekilas, pernikahan adat menjadi sebuah prosesi yang panjang dan serba ribet, bertolak belakang dengan budaya serba instan di era digital ini. Akan tetapi, mengadakan pernikahan adat Betawi tetap diminati oleh banyak orang.
Selain untuk kepentingan melestarikan kebiasaan turun-temurun dari orang tua, pernikahan adat Betawi dilakukan juga untuk menghormati nilai-nilai adat Betawi yang unik dan telah dipercayai sejak zaman dahulu. Kira-kira, apa saja yang unik dari pernikahan adat Betawi? Mari simak beberapa hal berikut!
5 Prosesi Pernikahan Adat Betawi
- Mak Comblang
Mungkin hal pertama yang dipikirkan sebelum meminang gadis adalah datang untuk melamarnya, ternyata prosesi pernikahan adat Betawi tidak demikian. Masyarakat adat Betawi memulai dengan mempertemukan kedua belah pihak keluarga calon pengantin dalam prosesi yang disebut Ndelengi. Secara harafiah, Ndelengi memiliki arti ‘melihat dengan cermat’ dan di sinilah Mak Comblang dari keluarga mempelai laki-laki resmi ditunjuk. Biasanya, peran Mak Comblang ini dijalankan oleh paman dan bibi dari keluarga besar.
Mereka bertugas menjadi juru bicara dan penasihat keluarga calon mempelai pria tentang apa saja yang harus dibawa sebagai seserahan prosesi melamar calon mempelai wanita. Konon, Mak Comblang di masa lampau mempunyai tugas untuk menggantungkan ikan bandeng di depan rumah mempelai wanita, memberikan tanda bahwa sudah ada lelaki yang berminat untuk meminangnya.
- Bawa Tande Putus
Prosesi Bawa Tande Putus pada pernikahan adat Betawi sendiri, serupa dengan tunangan yang kita kenal di zaman ini. Di masa lampau, prosesi ini dilakukan satu minggu setelah melamar calon mempelai wanita sebagai simbol pengikat jalinan kedua calon mempelai. Simbol pengikat kedua calon ini biasanya berupa cincin belah rotan.
Hal-hal detail terkait rencana resepsi pernikahan, juga dibicarakan saat prosesi Bawa Tande Putus dalam pernikahan adat Betawi. Pembicaraan tentang mahar perkawinan adalah salah satunya. Meski memang masyarakat Betawi terkenal dengan tutur kata mereka yang blak-blakan, masyarakat Betawi tetap membicarakan perihal mahar perkawinan dengan bahasa kiasan. Yang terkenal di antaranya, bila dari pihak mempelai wanita berkata “none kite minta mate bandeng seperangkat,” berarti calon mempelai wanita menghendaki mas kawin berupa seperangkat perhiasan berlian. Kiasan lainnya ialah, “none kite minta mate kembung seperangkat” artinya mas kawin yang dikehendaki adalah seperangkat perhiasan bermata intan asli.
- Roti Buaya
Pernikahan adat Betawi dan berbagai macam roti memang umum dipersembahkan sebagai seserahan untuk calon mempelai wanita. Kemudian, apa yang spesial dari seserahan roti buaya ini? Masyarakat Betawi ternyata mempercayai bahwa roti buaya adalah simbol kesetiaan layaknya sepasang buaya yang hanya kawin sekali seumur hidupnya! Karena simbol kesetiaan inilah, roti buaya dijadikan seserahan pada awal prosesi Ngerudat atau prosesi akad nikah. Dimana mendapatkan roti buaya? Tenang, banyak toko kue bahkan vendor catering pernikahan yang menyediakannya.
- Berpantun dan Beradu Silat
Masyarakat betawi identik dengan permainan pantun dan ilmu silat yang lihai, maka tidak heran bila kedua hal ini menjadi salah satu keunikan pernikahan adat Betawi. Dewasa ini, berpantun dan berlaga silat sekedar menjadi simbolis kemeriahan dalam resepsi pernikahan ala Betawi. Ternyata, ada makna mengapa laga pantun dan silat dilakukan pada pernikahan adat Betawi di masa lampau, loh!
Laga pantun dan silat ini dilakukan untuk prosesi pernikahan yang bernama Buka Palang Pintu, sebuah prosesi dimana keluarga mempelai wanita menerima pihak mempelai laki-laki yang datang untuk menikahi sang mempelai wanita. Prosesi ini diawali dengan sajak pantun dari pihak mempelai laki-laki yang menjelaskan maksud dan tujuan kedatangannya ke kediaman mempelai wanita. Kemudian, dari keluarga mempelai wanita membalasnya dengan pantun pula, dan begitu seterusnya. Kedua belah pihak saling bertukar sapa dan doa.
Semakin lihai mempelai pria berpantun, maka ia dinilai semakin bisa menjadi kepala keluarga. Tahapan penerimaan mempelai pria ini memuncak pada adu silat dari kedua keluarga. Laga silat ini konon digunakan untuk mengukur kemampuan sang mempelai pria dalam melindungi istri dan keluarganya kelak.
- Malam Negor
Hal unik lain dalam pernikahan Betawi ialah prosesi Malam Negor. Prosesi ini lebih dikenal dengan malam pertama setelah sang pria dan wanita telah resmi menjadi pasangan suami istri. Yang berbeda dari adat kebanyakan, pasangan sah suami istri baru tidak boleh langsung berhubungan layaknya pasutri dan tinggal satu atap bersama istrinya! Sang suami diizinkan untuk menginap di kediaman menantu dimana sang istri tinggal.
Yang lebih menarik lagi sang istri harus mempertahankan kesuciannya sampai hari ketiga dimana prosesi ini berakhir. Sang suami kemudian boleh menjemput istrinya di hari keempat untuk akhirnya tinggal bersama. Kesucian sang istri yang terjaga selama tiga hari tersebut mengisyaratkan bahwa sang suami dapat membangun jalinan komunikasi yang harmonis dalam keluarganya kelak.
Kelima hal di atas, merupakan beberapa hal unik dari rangkaian pernikahan adat Betawi! Dalam praktiknya, tentu pernikahan adat Betawi yang dapat kita temui sekarang telah mengalami berbagai macam penyesuaian dengan situasi zaman sekarang. Namun, nilai-nilai adatnya yang unik tetap bisa kita lestarikan. Karena, siapa yang tidak suka dengan keunikan dari pernikahan adat Betawi ini? Tidak semua budaya memilikinya dan kapan lagi bisa melihat upacara adat yang diwarnai dengan atraksi seni bela diri?