Setiap pernikahan dengan adat budaya yang ada di Indonesia tentu memiliki makna masing-masing di setiap prosesinya, hal yang sama juga ada pada proses pernikahan adat Jawa. Setiap prosesnya tentu memiliki arti dan nilai yang tidak bisa diabaikan.
Biasanya, setiap ritual memiliki keindahannya masing-masing dan nantinya akan menjadi kenangan yang tidak dapat dilupakan oleh para pengantin. Lalu, prosesi dan ritual apa saja yang ada di pernikahan adat Jawa, serta apakah makna yang terkandung di dalamnya? Yuk, kita ungkap bersama-sama.
17 Proses Pernikahan Adat Jawa yang Wajib Dilaksanakan
Proses Pranikah
- Pasang Tarub, Bleketepe dan Tuwuhan
Ritual atau upacara yang pertama dilakukan dalam persiapan pernikahan adat Jawa adalah pemasangan tarub, bleketepe dan tuwuhan. Menurut tradisinya, tarub berarti atap sementara atau peneduh di halaman rumah keluarga yang akan menjalankan pernikahan, biasanya tarub ini juga akan dihiasi dengan janur kuning melengkung. Namun, di masa sekarang ini, tarub lebih cenderung menjadi sebuah ritual simbolis saja karena fungsi utamanya sebagai peneduh telah digantikan oleh penggunaan tenda.
Biasanya, pemasangan tarub ini diikuti dengan pemasangan bleketepe—ini adalah anyaman daun kelapa tua yang dibuat oleh orang tua mempelai wanita—dan memasang tuwuhan di sisi kanan dan kiri gerbang rumah. Tuwuhan adalah tumbuh-tumbuhan yang berbuah banyak seperti pisang raja, kelapa muda, batang padi-padian, dan janur, semuanya memiliki makna penuh harap agar calon pengantin nantinya akan memperoleh keturunan yang sehat, berbudi baik, berkecukupan, dan selalu bahagia.
- Sungkeman Orang tua
Ritual ini merupakan proses dimana calon pengantin meminta doa dan restu dari orang tua mereka untuk menjalankan pernikahan, kemudian untuk mengutarakan rasa terima kasih yang besar karena telah merawat mereka dengan penuh kasih sayang, dan tidak lupa memohon maaf atas segala kesalahan yang pernah dilakukan selama ini.
- Siraman
Siraman berawal dari kata siram yang dalam bahasa Jawa berarti mandi. Ritual siraman dalam pernikahan adat Jawa ini memiliki makna utama sebagai pembersihan atau penyucian diri calon pengantin agar ketika menjalankan proses pernikahan sudah dalam keadaan suci lahir dan batin.
Ritual siraman ini dilakukan oleh ayah dan ibu calon pengantin, lalu dilanjutkan dengan keluarga yang lebih tua atau sesepuh, kemudian kerabat dekat atau yang sudah menikah—untuk mintai restu dan berkahnya. Jumlah penyiramnya juga ada pakem tersendiri yaitu harus berjumlah ganjil. Biasanya tujuh atau sembilan orang.
- Meratus Rambut dan Ngerik
Setelah menjalani proses siraman, calon pengantin lanjut dengan proses ratus rambut dan pengerikan. Rambut yang basah setelah siraman akan dikeringkan dengan proses ratus. Selain menjadi kering, rambut juga akan lebih harum hingga hari pernikahan tiba.
Setelah itu, perias akan melakukan pengerikan, yaitu menghilangkan rambut-rambut halus yang ada di dahi calon pengantin wanita. Proses pengerikan ini bertujuan untuk membuang sial atau hal-hal buruk yang pernah menimpa calon pengantin wanita. Salah satu yang khas dari pengerikan di pernikahan adat Jawa ini adalah perias akan mulai membuat pola untuk cengkorong paes.
- Midodareni
Proses berikutnya di pernikahan adat jawa adalah midodareni. Midodareni berasal dari kata widadari atau berarti bidadari. Ritual ini dilakukan calon pengantin wanita di dalam kamarnya sejak pukul 18:00 sampai pukul 24:00. Di sini calon pengantin wanita dengan riasan yang tipis dan sederhana, hanya duduk tenang di dalam kamar bersama ibu dan kerabat dekatnya yang semuanya wanita. Terkadang juga ditemani oleh para sesepuh yang memberikan nasihat kepada calon pengantin dalam hidup berumah tangga.
Di malam yang sama ini juga dilakukan ritual tantingan, yaitu sang ayah dari calon pengantin wanita akan menanyakan kepada putrinya perihal kemantapan hati sang putri untuk berumah tangga dengan pria pilihannya tersebut. Selain itu, di dalam rangkaian prosesi pernikahan adat Jawa ini juga, ada yang namanya prosesi nyantri, dimana calon pengantin pria yang ditemani oleh keluarganya datang ke kediaman calon pengantin wanita, sebagai simbol bahwa dirinya sehat dan siap melangsungkan acara pernikahan esok hari.
- Srah-srahan
Srah-srahan adalah proses penyerahan beberapa barang dalam bentuk hantaran dari pihak calon pengantin pria kepada calon pengantin wanita.
Karena srah-srahan ini biasanya dilakukan saat malam midodareni, penerimaannya biasa dilakukan oleh orang tua calon pengantin wanita.
Akad Nikah atau Pemberkatan
Setelah melalui proses akad nikah atau pemberkatan, masih ada kelanjutan beberapa ritual lagi pada proses pernikahan adat Jawa, diantaranya:
- Prosesi pascanikah atau upacara panggih
Ini adalah puncak kembali bertemunya kedua mempelai, setelah mereka resmi menjadi sepasang suami istri.
Biasanya tari edan-edanan adalah tarian yang dijadikan pembuka akan dimulainya upacara panggih.
- Penyerahan Sanggan
DI ritual ini, sanggan diserahkan dari pihak pria kepada kedua orang tua mempelai wanita sebagai simbol penebus putri mereka.
Sanggan itu sendiri terdiri dari satu tangkep atau dua sisir pisang raja matang di pohon, sirih ayu, kembang telon atau tiga warna (mawar, melati dan kenanga), dan benang lawe.
- Balangan Gantal
Gantal adalah daun sirih yang diisi bunga pinang, kapur sirih, gambir, dan tembakau hitam, yang diikat dengan benang lawe. Dari arah berlawanan dan berjarak sekitar 2 meter, kedua mempelai saling melemparkan gantal ke satu sama lain.
Mempelai pria akan melemparkan gantal ke dahi, dada, dan lutut mempelai wanita, lalu dibalas oleh mempelai wanita yang melemparkan gantal ke dada dan lutut mempelai pria. Ritual di pernikahan adat Jawa ini melambangkan kedua mempelai akan saling melempar kasih.
- Wijikan
RItual wijikan di pernikahan adat Jawa ini juga dikenal dengan sebutan ranupada. Ranu artinya air dan pada artinya kaki.
Ritual ini berwujud dimana mempelai wanita membasuhkan air pada kaki suaminya sebanyak tiga kali. Pembasuhan kaki ini memiliki makna wujud bakti istri kepada suaminya juga untuk menghilangkan halangan menuju rumah tangga yang bahagia.
- Kanten Asto
Di pernikahan adat jawa terdapat perbedaan kasta tertentu yaitu antara pernikahan di masyarakat biasa (yang sebut kawula) serta pernikahan di kaum bangsawan seperti pernikahan putri sultan.
Pada pernikahan putri sultan terdapat prosesi yang disebut pondong, sedangkan di pernikahan kawula, prosesi ini digantikan dengan kanten asto. Pada kanten asto, kedua mempelai berdiri berdampingan sambil mengaitkan jari kelingking dan berjalan bersama menuju pelaminan.
- Tanem Jero
Tiba di pelaminan, kedua mempelai tetap berdiri menghadap tamu dan membelakangi kursi pelaminan.
Sambil disaksikan ibu mempelai wanita, ayah dari mempelai wanita memegang dan menepuk bahu kedua mempelai untuk mendudukkan keduanya di kursi pelaminan.
- Tampa Kaya
Ini adalah prosesi menuangkan kaya yaitu biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, gabah, padi, beras kuning, jagung, sejumlah bumbu dapur, bunga sritaman, dan uang logam.
Kaya dikucurkan sang suami ke atas tikar pandan yang dipangku sang istri. Proses yang juga dikenal dengan sebutan kacar-kucur ini bermakna bahwa nafkah yang diberikan suami agar diatur dengan baik oleh istri.
- Dhahar Kalimah
Pada prosesi dhahar kalimah di pernikahan adat Jawa, mempelai pria membuat tiga kepal nasi kuning dan diletakkan di piring yang dipegang oleh sang wanita.
Sambil disaksikan sang pria, mempelai wanita memakan satu per satu kepalan nasi, lalu mempelai pria memberikan segelas air putih untuk diminum. Ini menggambarkan kerukunan suami istri yang akan mendatangkan kebahagiaan dalam keluarga.
- Ngunjuk Rujak Degan
Rujak degan adalah minuman yang terbuat dari serutan kelapa muda yang dicampur dengan gula merah. Prosesi ini dimulai dengan ayah mempelai wanita mencicipi rujak degan yang disuapi oleh ibu mempelai wanita.
Kemudian sang ayah menyuapi mempelai pria sementara mempelai wanita disuapi oleh sang ibu. Ritual ini mencitrakan bahwa segala hal yang manis wajib dirasakan bersama-sama.
- Mapag Besan
Mapag besan atau disebut juga menjemput besan adalah proses penjemputan orang tua mempelai pria oleh pihak keluarga mempelai perempuan.
Penjemputan besan baru dilakukan menjelang akhir urutan ritual pernikahan adat Jawa karena orang tua mempelai pria tidak diperkenankan hadir selama prosesi panggih sampai upacara ngunjuk rujak degan.
- Sungkeman
Yang terakhir pada susunan acara pernikahan adat Jawa adalah sungkeman. Di sini, kedua mempelai melakukan sembah sungkem kepada kedua orang tuanya untuk meminta doa dan memohon maaf atas kesalahan yang pernah dilakukan.
Apabila kakek dan nenek juga hadir di acara ini, maka urutan sembah sungkem diawali dengan kakek dan nenek, baru setelah itu dilanjutkan kepada kedua orang tua.
(Baca juga: Kenapa Baju Pernikahan Adat Jawa Berwarna Gelap?)
Nah, sekarang sudah tahu kan, apa saja yang ada dalam proses pernikahan adat Jawa? Kamu bisa mendiskusikan ini dengan pihak keluarga, wedding organizer, atau sanggar rias yang membantu persiapan yang kamu butuhkan untuk menciptakan upacara pernikahan adat Jawa yang sempurna di hari istimewamu.