Mengenal Pernikahan Tradisional Bali sangat seru dan menyenangkan, Pulau Dewata memang penuh pesona yang tidak terbantahkan. Keramahan penduduk lokalnya, keragaman makanan daerahnya, pemandangannya yang indah dan tentunya adat istiadat dan budayanya yang kental membuat semua orang jatuh cinta. Pernikahan tradisional Bali yang penuh dengan makna juga menarik untuk dikenal lebih jauh, loh.
Bali adalah sebuah provinsi yang sarat dengan sisi tradisionalnya di Indonesia. Dari segi pakaian atau busana, para penduduk Bali memiliki ciri khasnya tersendiri dan dibagi ke dalam beberapa kategori seperti pria dan wanita, tua dan muda, status sosial dan ekonomi, dan juga status pernikahan. Bagi yang mau menikah, pakaian tradisional Bali atau baju pernikahan yang harus dikenakan disebut dengan payas agung.
Dulu, hanya mereka yang merupakan keturunan bangsawan yang boleh memakai payas agung. Namun, kini semua bisa menggunakannya dan memperlihatkan sisi tradisional Bali yang khas. Pertama yang harus dikenakan adalah aksesoris kepala bernama gelung agung yang merupakan simbol Gunung Agung. Kedua adalah petitis dan tajuk sebagai simbol ketenangan dan keseimbangan antara positif dan negatif. Ketiga adalah bunga bancangan dan bunga sandat emas. Keempat adalah memasang bunga kap yang merupakan simbol keagungan. Terakhir adalah memasang penekep pusung.
Pernikahan Tradisional Bali Dilakukan di Kediaman Pria
Lain dengan kebanyakan Pernikahan adat Jawa yang melakukan proses pernikahan di rumah mempelai wanita, para penduduk Bali yang mayoritas beragama Hindu ini menganut sistem patriarki, dimana seluruh biaya pernikahan dan upacara-upacaranya ditanggung oleh pihak keluarga laki-laki. Maka sesuai sisi tradisional Bali ini, proses pernikahan juga dilakukan di rumah mempelai pria
Sebelum rangkaian acara pernikahan dimulai, menurut adat dan tradisi Bali, harus dilaksanakan upacara Mekala-kalaan—atau disebut juga Natab Banten—untuk membuang atau mengusir hal-hal negatif sebelum membina rumah tangga, dan juga penyucian bagi pengantin wanita yang nantinya akan menjadi seorang ibu. Ada banyak peralatan yang digunakan dalam upacara ini, contohnya, tikar kecil, keris, benang putih, peralatan tegen-tegenan, sapu lidi, dan masih banyak yang lainnya.
Setelah itu, rangkaian acara pernikahan dimulai dengan tahapan-tahapan yang tidak begitu rumit jika dilihat dari sisi tradisional Bali yang unik. Upacara ngekep adalah acara yang ditujukan untuk mempersiapkan calon pengantin wanita yang berupa doa-doa, pemberian lulur, mandi bunga, keramas dengan air merang, dan menyelimuti kepala pengantin wanita hingga ujung kakinya dengan selembar kain tipis di kamar pengantin. Nantinya, pengantin wanita akan dijemput melalui prosesi upacara buka pintu yang melambangkan kesiapan memulai kehidupan baru.
Selanjutnya adalah upacara mesegehagung, dimana pengantin ditandu menuju kamar pengantin dan nantinya kain kuning yang menutupi tubuh pengantin wanita akan dibuka dengan penukaran kepeng satakan. Dilanjutkan dengan upacara mengusir hal-hal negatif di masa depan, yaitu madengen-dengen, dan acara mewidhi widana, setelah pengantin berganti pakaian, yang dipimpin oleh seorang sulingguh untuk menyempurnakan upacara pembersihan diri pengantin yang sudah dilakukan sebelumnya.
Kemudian yang terakhir adalah upacara mejamuan atau menerima tamu, dimana pengantin berpamitan kepada kedua orangtua dan keluarga pengantin wanita sebagai simbol bahwa ia sudah resmi menjadi bagian keluarga besar suaminya. Dalam upacara ini keluarga pengantin pria membawa berbagai macam makanan seperti kue-kue khas bali (alem, kuskus, kekupa, dan lain-lain), beras, kopi, sirih, dan juga buah-buahan.
Secara keseluruhan, pernikahan tradisional Bali penuh dengan ucapan syukur dan doa-doa kepada Tuhan. Mereka percaya bahwa dengan memohon atau melakukan semuanya dengan izin Tuhan, maka tidak ada hal-hal buruk yang akan merusak rumah tangga mereka nantinya.