
Sebuah pernikahan bukan hanya urusan dua orang yang saling mencintai, tapi juga melibatkan keluarga besar. Tak jarang, rencana indah pernikahan terhambat oleh berbagai mitos yang masih dipercaya sebagian orang. Misalnya, larangan menikah di bulan tertentu karena dianggap membawa sial, atau keyakinan bahwa usia pasangan harus memiliki jarak tertentu supaya rumah tangga langgeng. Mitos-mitos seperti ini bisa menjadi tantangan besar, terutama ketika keluarga sangat meyakini hal tersebut.
Di sisi lain, pasangan tentu berharap bisa melangsungkan pernikahan sesuai rencana tanpa terbebani hal-hal yang tidak relevan. Bagaimana cara menyampaikan pendapat dengan tetap menghargai keyakinan keluarga? Bagaimana mencari titik tengah supaya semua pihak merasa didengar? Artikel ini akan membahas cara-cara sederhana yang efektif untuk berkomunikasi dengan keluarga ketika pernikahan kamu dan pasangan terhalang oleh mitos.
Ragam Mitos Pernikahan di Indonesia
Di Indonesia, pernikahan sangat erat kaitannya dengan adat, budaya, dan kepercayaan keluarga. Tak jarang, mitos masih ikut menentukan jalannya rencana pernikahan, mulai dari pemilihan tanggal, bulan, hingga usia pasangan. Bagi sebagian orang, mitos ini hanyalah cerita turun-temurun, tapi bagi keluarga tertentu, kepercayaan ini dianggap penting untuk menjaga keharmonisan rumah tangga. Mana diantara mitos berikut yang sering kamu temui?
1. Mitos Waktu Pernikahan
Salah satu mitos yang paling sering muncul di masyarakat Indonesia adalah soal pemilihan waktu pernikahan. Banyak keluarga yang menghindari bulan Suro atau Muharram karena dianggap bulan yang membawa kesialan, dan diyakini tidak baik untuk memulai kehidupan baru.
Sebaliknya, ada juga keyakinan bahwa menikah di bulan Syawal akan membawa keberkahan. Selain itu, di beberapa daerah hari tertentu, seperti Selasa atau Sabtu, dipercaya kurang baik untuk menggelar acara besar, termasuk pernikahan. Karena itulah, banyak keluarga masih sangat berhati-hati menentukan bulan dan hari akad nikah.
2. Mitos Usia Pasangan
Selain soal waktu, usia calon pengantin juga sering menjadi bahan pertimbangan yang sarat dengan mitos. Dalam tradisi Jawa misalnya, ada kepercayaan bahwa selisih usia tertentu atau perbedaan wuku bisa membawa ketidakcocokan dalam rumah tangga. Bahkan, ada yang meyakini jika pasangan memiliki selisih usia lima tahun, pernikahan mereka akan dipenuhi pertengkaran atau hambatan.
Meski tidak ada dasar ilmiahnya, mitos ini tetap dipegang teguh oleh sebagian keluarga yang ingin memastikan rumah tangga anaknya berjalan langgeng.
3. Mitos Tanggal Pernikahan
Banyak orang Indonesia juga percaya bahwa tanggal pernikahan harus dipilih dengan sangat hati-hati. Sebagian besar masih menggunakan hitungan weton Jawa, primbon, atau kalender lunar untuk menentukan hari baik. Ada juga yang berpendapat bahwa menikah di tanggal ganjil akan membawa keberuntungan, sementara tanggal genap dianggap kurang baik, atau sebaliknya tergantung tradisi keluarga.
4. Mitos Perilaku Menjelang Pernikahan
Menjelang hari pernikahan, calon pengantin biasanya diberi banyak pantangan berdasarkan mitos. Salah satunya adalah larangan untuk bertemu sehari sebelum akad, karena diyakini bisa menimbulkan hambatan atau masalah di hari pernikahan.
Selain itu, calon pengantin juga sering diingatkan untuk tidak tidur siang terlalu lama, karena dianggap akan membuat jalannya acara tidak lancar. Hal-hal kecil semacam ini masih sering diikuti, meski tidak semua calon pengantin percaya, tapi demi menghormati nasihat orang tua atau keluarga besar.
5. Mitos Larangan dalam Keluarga
Mitos lain yang cukup kuat berkaitan dengan urutan menikah dalam keluarga. Anak bungsu, misalnya, sering dilarang menikah mendahului kakaknya, terutama kakak perempuan, karena diyakini akan membawa kesialan bagi salah satu pihak.
Selain itu, ada juga larangan bagi saudara kandung untuk menikah di tahun yang sama, dengan alasan bisa membawa kemalangan atau beban berat bagi keluarga. Walaupun sebagian orang sudah mulai meninggalkan kepercayaan ini, tapi banyak juga keluarga yang masih menaatinya sebagai bentuk kehati-hatian.
Mitos pernikahan mungkin terdengar kurang masuk akal, tapi tetap menjadi tradisi yang diwariskan dari dulu sampai sekarang. Walaupun zaman sudah maju, banyak orang masih menghormati kepercayaan itu supaya keluarga merasa tenang. Yang paling penting sebenarnya bukan soal ikut atau tidak pada mitos, tapi bagaimana pasangan dan keluarga bisa saling mendukung untuk membangun rumah tangga yang bahagia.
Cara Berkomunikasi dengan Keluarga Saat Mitos Pernikahan Jadi Hambatan
Membicarakan mitos dalam pernikahan bukan perkara mudah, apalagi jika keluarga sangat meyakininya. Perbedaan pandangan antara pasangan dan orang tua bisa memicu kebingungan bahkan ketegangan. Karena itu, diperlukan cara berkomunikasi yang tepat supaya semua pihak merasa didengar dan tetap bisa menjaga keharmonisan keluarga. Berikut panduan cara berkomunikasi dengan keluarga untuk membicarakan pernikahanmu:
1. Mulai dengan Mendengarkan
Langkah pertama yang paling penting adalah mendengarkan terlebih dahulu alasan keluarga meyakini mitos tersebut. Biasanya, kepercayaan pada mitos lahir dari pengalaman masa lalu atau cerita turun-temurun yang dianggap sebagai peringatan. Dengan mendengarkan tanpa langsung membantah, kamu dan pasangan menunjukkan sikap hormat kepada orang tua, dan juga membantu meredakan ketegangan karena keluarga merasa pendapat mereka dihargai, bukan disepelekan.
2. Gunakan Bahasa yang Sopan
Cara menyampaikan pendapat sama pentingnya dengan isi pembicaraan. Hindari nada menggurui, apalagi meremehkan keyakinan keluarga. Gunakan bahasa yang halus, misalnya dengan mengatakan: “Kami mengerti kenapa Bapak/Ibu khawatir, tapi kami juga ingin menjelaskan alasan kami.” Kalimat sederhana dengan nada tenang bisa membuka ruang dialog yang lebih sehat tanpa membuat keluarga tersinggung.
3. Sampaikan Alasan Secara Rasional
Setelah mendengarkan, barulah kamu dan pasangan bisa menyampaikan alasan mengapa kalian ingin tetap dengan rencana awal. Penjelasan logis lebih mudah diterima, misalnya alasan memilih tanggal tertentu karena ketersediaan gedung, kenyamanan cuaca, atau pertimbangan pekerjaan. Dengan menunjukkan bahwa keputusan kalian bukan dibuat dengan sembarangan, keluarga biasanya lebih bisa memahami posisi kalian berdua.
4. Cari Titik Tengah
Komunikasi juga berarti kemampuan bernegosiasi. Jika keluarga sangat berpegang pada mitos tertentu, cobalah mencari solusi kompromi. Misalnya, jika bulan akad dianggap “tidak baik,” kamu dan pasangan bisa menunda akad ke bulan berikutnya, tapi tetap mengadakan resepsi sesuai jadwal awal. Dengan begitu, keluarga akan merasa tradisi tetap dihormati, sementara kamu dan pasangan tetap bisa melaksanakan sebagian rencana sesuai keinginan.
5. Libatkan Tokoh yang Dihormati
Dalam situasi tertentu, keluarga lebih mudah menerima nasihat dari orang ketiga yang mereka percayai, seperti tokoh agama, pemuka adat, atau kerabat yang dituakan. Kehadiran mereka bisa membantu menjembatani perbedaan pandangan, karena pendapat dari sosok yang dihormati biasanya memiliki bobot lebih besar daripada sekadar argumen kamu dan pasangan.
6. Jaga Emosi, Hindari Perdebatan
Saat membicarakan mitos, emosi sering mudah tersulut karena masing-masing pihak merasa pandangannya benar. Di sinilah kamu dan pasangan perlu mengendalikan diri. Hindari meninggikan suara atau menunjukkan ekspresi kesal pada orang tua kalian. Jika diskusi mulai memanas, ambil jeda sejenak untuk menenangkan diri. Mengutamakan ketenangan akan membuat keluarga lebih terbuka menerima pembicaraan tentang pernikahan kalian.
7. Tunjukan Niat Baik dan Kasih Sayang
Kamu dan pasangan juga perlu menegaskan bahwa niat kalian bukan untuk menentang keluarga, tapi ingin menjalani pernikahan dengan cara yang baik dan membahagiakan semua orang. Tunjukkan rasa sayang, misalnya dengan mengatakan bahwa doa restu keluarga jauh lebih berharga daripada sekadar soal tanggal atau bulan. Sikap seperti ini bisa membuat hati orang tua lebih luluh, sehingga obrolan terasa lebih hangat dan penuh kasih, bukan hanya jadi perdebatan yang menegangkan.
Komunikasi yang baik, hangat, dan penuh hormat bisa menjadi kunci agar kamu, pasangan, dan keluarga menemukan jalan tengah. Dengan saling mendengar, berbicara dengan lembut, serta menunjukkan niat tulus, mitos yang awalnya terasa menghalangi bisa dihadapi dengan bijak. Karena yang lebih penting bukan hanya soal kapan atau bagaimana pernikahan dilangsungkan, tapi bagaimana keluarga tetap rukun dan mendukung langkah baru kalian sebagai suami istri.
Jika Masih Belum Menemukan Titik Terang…
Membicarakan pernikahan yang terhalang mitos memang tidak mudah. Sudah mencoba bicara baik-baik pun kadang belum membuahkan hasil. Tapi, bukan berarti ini adalah jalan buntu, loh! Ada banyak cara lain yang bisa ditempuh supaya kamu dan pasangan tetap bisa maju bersama, tanpa harus kehilangan hubungan baik dengan keluarga.
1. Ulangi Komunikasi
Jika obrolan ringan tidak berhasil, coba lakukan pembicaraan yang lebih terarah. Pilih waktu ketika keluarga sedang santai, bukan saat sibuk atau emosi. Dengarkan dulu pendapat mereka, lalu sampaikan alasan kalian dengan kata-kata lembut. Gunakan kata “kami” supaya terasa sebagai keputusan bersama, bukan sekadar pendapat satu orang saja. Dengan cara ini, keluarga akan lebih melihat keseriusan kalian.
2. Pertimbangkan Konseling Keluarga
Jika bicara langsung masih sulit, kalian bisa mengajak keluarga mengikuti konseling keluarga atau premarital counseling. Dengan bantuan konselor, suasana jadi lebih tenang, dan pembicaraan lebih jelas arahnya. Selain itu, keluarga mungkin akan lebih mudah menerima karena ada pihak ketiga yang netral. Langkah ini juga menunjukkan kalau kalian memang sungguh-sungguh mencari jalan tengah.
3. Tawarkan Kompromi yang Jelas
Cobalah memberi solusi nyata, bukan hanya kata-kata. Misalnya, menggeser tanggal pernikahan ke waktu yang dianggap lebih baik, atau mengadakan acara kecil dulu sebelum resepsi besar digelar. Kompromi semacam ini bisa membuat keluarga merasa didengar, tapi tetap memberi ruang bagi kalian untuk menjalankan rencana pernikahan.
4. Buat Rencana, Batas Waktu dan Timeline Singkat
Jangan biarkan masalah berlarut-larut. Tentukan batas waktu untuk mencari kesepakatan, misalnya dua sampai enam minggu. Buat juga langkah-langkah jelas, kapan harus bertemu, siapa yang akan bicara, dan kapan keputusan akhir harus diambil. Buatlah jadwal sederhana supaya pembicaraan lebih jelas. Misalnya, minggu pertama bertemu keluarga, minggu kedua mengajak mediator, minggu ketiga membuat keputusan final. Timeline seperti ini bisa membantu semua pihak punya arah yang pasti dalam menyiapkan pernikahan.
5. Utamakan Kesehatan Mental Kalian
Kalau perbedaan pandangan ini membuat pertengkaran semakin keras atau berbahaya, utamakan keselamatan kalian. Jangan ragu mencari bantuan pada kerabat, konselor, atau pihak berwenang bila diperlukan. Ingat, menikah seharusnya membawa kebahagiaan, bukan menambah tekanan atau membuat kalian atau keluarga merasa sakit hati.
Setiap keluarga biasanya memerlukan waktu untuk memahami dan menerima keputusan anaknya. Walaupun terasa sulit, dengan komunikasi yang tenang, sikap menghargai, serta kesediaan mencari jalan tengah, hambatan karena mitos bisa dilewati. Yang terpenting, kamu dan pasangan tetap saling mendukung, sambil menjaga hubungan baik dengan keluarga agar tetap harmonis.
Menghadapi mitos dalam pernikahan memang bisa membuat persiapan pernikahan terasa lebih rumit. Tapi, dengan komunikasi yang tenang, jujur, dan saling menghargai, solusi pasti bisa ditemukan. Yang penting bukan hanya melangsungkan akad atau resepsi, tapi juga menjaga hubungan yang baik dengan keluarga. Selama kamu dan pasangan tetap kompak serta mau saling memahami, hambatan karena mitos akan bisa dilewati, dan pernikahan tetap berjalan dengan doa serta restu. Semangat, ya!
Nah, untuk mendukung perjalananmu menuju hari bahagia, temukan berbagai inspirasi, tips, dan panduan lengkap seputar pernikahan hanya di WeddingMarket. Yuk, wujudkan pernikahan impianmu bersama WeddingMarket!
Cover | Fotografi: Hibiki Wedding