Pilih Kategori Artikel

Tentang Catur Wedha, 4 Pedoman dan Nasihat Pernikahan dalam Adat Budaya Jawa
Diskon dan Penawaran Eksklusif Menantimu!
Kunjungi WeddingMarket Fair 26-27 Oktober 2024
di Balai Kartini (Exhibition & Covention Center)

Dalam adat budaya Jawa, pernikahan bukan hanya tentang upacara penyatuan dua individu saja, tapi juga sebuah proses sakral yang sarat dengan nilai-nilai luhur. Salah satu tradisi yang masih dijunjung tinggi adalah catur wedha, yang berarti empat nasihat utama. Catur wedha berfungsi sebagai pedoman yang diberikan oleh orang tua atau sesepuh kepada pasangan pengantin, bertujuan untuk membimbing mereka dalam menjalani kehidupan rumah tangga yang harmonis dan penuh kebajikan.

Catur wedha tidak hanya mencerminkan kebijaksanaan orang tua dalam menuntun anak-anaknya, tapi juga menggambarkan filosofi hidup masyarakat Jawa yang sangat menjunjung tinggi keharmonisan dan keseimbangan dalam kehidupan berumah tangga. Keempat nasihat ini meliputi panduan untuk menjalani peran sebagai suami-istri dengan penuh tanggung jawab, saling menghormati, serta menjaga hubungan yang harmonis dengan keluarga besar dan masyarakat sekitar.

Dengan memahami dan menerapkan catur wedha, pasangan pengantin diharapkan mampu menjalani pernikahan yang langgeng dan sejahtera. Oleh karena itu, memahami dan menerapkan catur wedha dalam kehidupan pernikahan tidak hanya menjaga tradisi, tapi juga memperkaya kehidupan berkeluarga dengan kearifan lokal yang penuh makna. Apa saja isi dari catur wedha? Yuk, simak dan pahami makna dari keempat pesan sakral ini!

Tentang Catur Wedha

wm_article_img
Fotografi: Faralljibrill Official

Catur wedha, atau juga dikenal sebagai Catur sabda, adalah kumpulan dari empat petunjuk atau nasihat penting yang menjadi panduan dalam menjalin ikatan perkawinan dalam tradisi pernikahan adat Jawa. Kata "catur" sendiri berarti "empat," dan "wedha" atau "sabda" berarti "wejangan" atau "nasihat." Jadi, Catur wedha bisa diartikan sebagai empat nasihat utama yang diberikan kepada pasangan yang akan menikah, khususnya dari pihak orang tua kepada calon pengantin.

Empat nasihat ini berfungsi sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan pernikahan, yang mencakup berbagai aspek penting seperti moral, etika, tanggung jawab, dan cara menjaga keharmonisan rumah tangga. Melalui Catur wedha, calon pengantin diingatkan akan nilai-nilai luhur yang harus dipegang teguh dalam pernikahan, serta pentingnya membangun hubungan yang didasarkan pada cinta, pengertian, dan kerja sama. Wejangan ini juga mencerminkan harapan orang tua dan keluarga besar agar pernikahan yang dijalin menjadi langgeng dan harmonis.

Jika dalam prosesi pembacaan Catur wedha sang ayah dari calon pengantin perempuan tidak ada atau berhalangan hadir, misalnya karena alasan kesehatan atau ketidakmampuan hadir, maka tugas ini bisa dilimpahkan kepada kakak laki-laki dari calon pengantin wanita atau perwakilan keluarga yang dianggap memiliki kewibawaan dan pengalaman yang cukup. Perwakilan ini akan menyampaikan Catur wedha dengan penuh kebijaksanaan, menjaga agar esensi dan nilai-nilai yang terkandung dalam wejangan tersebut tetap terpelihara, meskipun disampaikan oleh pihak lain selain ayah kandung.

Pembacaan Catur Wedha dalam Prosesi Midodareni

wm_article_img
Foto: Instagram/diakharismagroup

Pembacaan Catur wedha merupakan salah satu bagian dari rangkaian acara dalam prosesi Midodareni, yaitu sebuah tradisi penting dalam pernikahan adat Jawa. Midodareni sendiri adalah momen silaturahmi antara kedua keluarga besar, di mana keluarga mempelai pria berkunjung ke rumah keluarga mempelai wanita.

Prosesi Midodareni dimulai dengan acara Jonggolan atau Nyantri. Pada tahap ini, calon mempelai pria datang ke rumah calon mempelai wanita untuk pertama kali bertemu secara langsung dengan kedua orang tua calon mempelai wanita, yang nantinya akan menjadi mertuanya. Ini adalah momen penting, karena calon pengantin pria memperkenalkan dirinya secara resmi dan menunjukkan keseriusannya dalam melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan.

Setelah itu, acara dilanjutkan dengan tahap Tantingan. Dalam tahap ini, calon pengantin pria yang telah menunjukkan keteguhan hatinya untuk menikah diterima oleh keluarga calon pengantin wanita. Tapi, sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya, calon pengantin wanita akan ditanya kembali oleh kedua orang tuanya tentang kemantapan hatinya untuk menikah dengan calon suaminya. Pertanyaan ini diulang untuk memastikan bahwa keputusan tersebut benar-benar matang dan tidak ada keraguan dari pihak calon pengantin wanita.

wm_article_imgwm_article_img

Fotografi: Iluminen via Instagram/muren.s

Setelah tahap Tantingan selesai, barulah masuk ke acara pembacaan dan penyerahan Catur wedha. Ini adalah momen di mana calon bapak mertua atau ayah dari calon pengantin wanita memberikan nasihat dan wejangan kepada calon pengantin pria. Wejangan ini biasanya berisi petuah mengenai kehidupan rumah tangga, tanggung jawab sebagai suami, dan harapan dari keluarga besar terhadap kehidupan pernikahan yang akan dijalani oleh pasangan tersebut.

Sebagai penutup dari rangkaian acara Midodareni, dilaksanakan acara Wilujengan Majemukan. Ini adalah momen silaturahmi antara kedua keluarga besar, yang juga menandakan adanya kerelaan dan kesepakatan dari kedua belah pihak untuk saling berbesanan. Wilujengan Majemukan melambangkan rasa syukur dan harapan agar pernikahan yang akan dilangsungkan membawa kebaikan dan keberkahan bagi kedua keluarga.

Isi Teks Catur Wedha

Dalam pernikahan adat Jawa, memang tidak ada aturan baku atau pakem khusus untuk teks Catur wedha. Hal ini memberikan fleksibilitas bagi siapa pun yang ingin menyampaikan pesan tersebut, baik dalam bahasa Jawa, bahasa Indonesia, atau bahkan bahasa asing, tergantung konteks dan situasi acara. Tapi, kamu bisa mengikuti naskah empat nasihat atau Catur wedha berikut untuk panduan awalmu:

wm_article_img

Makna dari Bacaan Catur Wedha

Sebagaimana arti dari kata “catur”, yaitu empat, ajaran ini menekankan empat poin utama yang ditujukan khususnya kepada calon suami dalam menjalankan perannya di rumah tangga. Berikut adalah makna dari keempat poin tersebut:

  1. Hangayomi (mengayomi)

Dalam ajaran ini, seorang suami diharapkan mampu berperan sebagai pelindung bagi istrinya. Peran ini mirip dengan bagaimana seorang orang tua melindungi anaknya dengan penuh kasih sayang dan tanpa pamrih. Seorang suami tidak hanya memberikan rasa aman secara fisik, tapi juga secara emosional, dan harus bisa menciptakan suasana dimana sang istri merasa terlindungi dan dihargai dalam setiap aspek kehidupan.

  1. Hangayani (menyejahterakan)

Suami sebagai kepala keluarga memiliki tanggung jawab utama untuk memastikan kesejahteraan istri dan keluarganya secara keseluruhan. Layaknya orang tua yang berkewajiban menyejahterakan anaknya, seorang suami juga harus memastikan bahwa kebutuhan hidup keluarga terpenuhi. Hal ini tidak hanya mencakup aspek material seperti sandang, pangan, dan papan, tapi juga kesejahteraan emosional dan mental, di mana suami selalu berusaha untuk memberikan kebahagiaan dan ketentraman kepada istrinya.

  1. Hangayemi (memberi rasa nyaman)

Sebuah pernikahan idealnya didasarkan pada rasa nyaman yang dibangun bersama antara suami dan istri. Rasa nyaman ini tumbuh dari saling pengertian, saling mendukung, dan saling menghargai satu sama lain. Dalam suasana seperti ini, cinta dan suka cita akan mudah berkembang, sehingga pasangan suami istri bisa menjalani kehidupan rumah tangga dengan damai dan penuh kasih sayang. Kenyamanan ini mencakup aspek fisik, emosional, dan psikologis.

  1. Hanganthi (memimpin)

Ajaran ini juga menekankan pentingnya seorang suami untuk menjadi pemimpin yang baik dalam rumah tangga. Pemimpin di sini bukan berarti seorang suami harus bersikap otoriter atau mengekang, tapi lebih kepada kemampuan untuk menjadi teladan dan panutan bagi istri dan anak-anaknya. Suami yang bijaksana akan mampu mengambil keputusan yang baik, mendengarkan aspirasi anggota keluarga, dan memimpin mereka menuju kehidupan yang lebih baik secara bersama-sama.

wm_article_img
Fotografi: Moire Photography

Keempat poin dari Catur wedha tersebut merupakan cerminan dari bagaimana seorang ayah memberikan nasihat kepada calon menantunya, yang pada saat bersamaan, juga merupakan simbol dari kerelaan seorang ayah untuk menyerahkan putrinya kepada laki-laki yang akan menjadi suaminya. Nasihat ini tidak hanya mencakup aspek kehidupan, tapi juga menggambarkan nilai-nilai moral dan spiritual yang harus dipegang teguh dalam menjalani peran sebagai seorang suami dan kepala keluarga.

Melalui penerapan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Catur wedha, pernikahan diharapkan bisa menjadi perjalanan yang penuh makna dan dilandasi oleh komitmen serta kasih sayang yang mendalam. Di era modern ini, menjaga dan menerapkan ajaran-ajaran tradisional seperti Catur wedha bisa menjadi jembatan yang mempererat ikatan antara pasangan, keluarga, serta nilai-nilai budaya yang terus hidup di tengah masyarakat.


Naskah teks Catur Wedha dikutip dari: repository.radenfatah.ac.id | Ilustrasi foto cover: via Mamie Hardo

Diskon dan Penawaran Eksklusif Menantimu!
Kunjungi WeddingMarket Fair 26-27 Oktober 2024
di Balai Kartini (Exhibition & Covention Center)

Article Terkait

Loading...

Article Terbaru

Loading...

Media Sosial

Temukan inspirasi dan vendor pernikahan terbaik di Sosial Media Kami

Loading...