Tidak selamanya tujuan pernikahan diketahui oleh mereka yang akan menikah. Namun, bagi kamu yang akan menikah, akan lebih bijak bila kamu mengikat janji suci dengan pasangan, saat kamu sudah mengetahui tujuan pernikahan itu sendiri. Sebab, pernikahan itu tidak seindah yang ada di dongeng-dongeng. Frasa “Hidup bahagia selama-lamanya.” hanya ada di dalam fiksi, sementara realita selalu saja menampar kembali dan menyadarkan kamu, bahwa menikah itu tak semudah apa yang terlihat.
Saat melihat orang lain menikah, mungkin yang kamu tahu hanyalah senyum di wajah mereka dan bagaimana bahagianya saat kedua insan mengucapkan akad nikah, jalan ke pelaminan, memotong kue, kemudian berfoto dengan sahabat. Akan tetapi, apakah kamu tahu bagaimana kisah di baliknya? Jalan menuju pernikahan pun tidak sederhana, ada beragam prosesi yang harus dilakukan, beserta persiapan yang tidak sebentar. Kemudian, setelah upacara yang penuh gegap gempita, setelahnya kamu harus mulai hidup bersama pasangan, yang semula tidak lebih dari orang asing. Pasangan yang dulunya masih dimiliki keluarganya, kini menjadi satu keluarga denganmu.
Dengan beragam hal tersebut, tak heran kalau kamu sebaiknya siap menikah dan punya tujuan pernikahan yang jelas, sehingga tidak hilang arah ketika kamu sudah berkeluarga nanti. Pacaran saja ada masalahnya, apalagi menikah? Pada dasarnya, ada beberapa tujuan dalam pernikahan yang bisa kamu jadikan pertimbangan kesiapan menikah. Kira-kira, apakah kamu sudah tahu dengan semua tujuan-tujuan ini?
1. Legal/Hukum
Tujuan pernikahan yang paling kentara dan berefek pada kehidupan sehari-hari, tentu saja aspek legalnya. Saat kamu menikah, otomatis kamu sudah berpindah keluarga, dari yang semula satu Kartu Keluarga (KK) dengan orang tuamu, kini kamu menjadi satu dengan pasangan. Efeknya, tentu saja ada beragam. Salah satu contoh paling kentara adalah soal kesehatan. Di Indonesia, BPJS kini sudah menjadi salah satu hal wajib untuk dimiliki semua pekerja dan asuransi ini merupakan salah satu jaminan supaya kamu bisa berobat dengan harga murah. Ketika kamu berobat dengan BPJS dan dalam keadaan tidak bisa melakukan apapun, pasanganmu (yang sudah menjadi suami atau istrimu) kini berhak untuk mengurus urusan administrasimu serta bertanggung jawab kalau kamu melakukan operasi. Singkat kata, pasanganmu juga menjadi penanggung jawab untuk segala tindakan medis yang dilakukan padamu. Hal ini tidak bisa terjadi, saat kamu belum menjadi suami-istri sah.
Aspek hukum lain yang bisa kamu pertimbangkan sebagai salah satu tujuan pernikahan, tentu masih belum lepas dari urusan Kartu Keluarga kalian. Tatkala Kartu Keluarga kalian sudah menjadi satu, otomatis istri dan anak-anak akan menjadi ahli waris sah dari kepala keluarga. Begitu pula saat istri meninggal, suami dan anak juga langsung ditunjuk menjadi ahli waris. Kondisi-kondisi ini otomatis terjadi, bahkan walau kamu belum pernah menuliskan surat wasiat. Keuntungan lainnya, kalau kamu sudah menikah, maka semua warisan yang akan kamu wariskan atau dapatkan, tidak akan dikenai pajak. Semua ini akan membantu, kalau ada hal buruk terjadi padamu. Kamu pun bisa bepergian dan beraktivitas tanpa perlu takut akan hal-hal lainnya. Penyatuan Kartu Keluarga ini pun juga berakibat pada hak asuh anak. Saat kamu menikah dengan orang lain, secara hukum, hak asuh anak akan jatuh ke tanganmu dan pasangan dan otomatis menjadi tanggung jawab berdua.
Kondisi legal lain yang hanya memungkinkan saat kamu sudah menikah dengan pasangan, berhubungan dengan pekerjaan. Saat kamu sudah menikah dan disahkan secara hukum, kemudian berkeluarga, maka kamu pun berhak untuk mendapatkan cuti yang berhubungan dengan keluarga. Orang-orang yang ada di kantor akan mengerti, kalau kamu meminta izin cuti, karena suami/istri/anakmu sedang sakit. Kondisi ini belum tentu mendapatkan persetujuan, saat kamu belum menikah secara sah di mata hukum.
2. Agama
Agama menjadi tujuan pernikahan kedua yang paling kentara dan seringkali didengar oleh telinga kita. Sebab, saat kamu menikah, kamu pun sekaligus menjalankan perintah agama, yakni untuk bersatu di mata Tuhan dan berprokreasi. Sudah jelas, kebijakan dan aturan setiap agama akan berbeda-beda, tapi semua agama memiliki pandangan yang sama, bahwa pernikahan sendiri adalah sebuah hal yang sakral dan menyatukan kedua insan dalam hubungan perkawinan bukanlah sesuatu yang bisa dianggap sepele.
Ada yang beranggapan, bahwa saat kamu menikah, maka tidak hanya tubuh dan data administrasi kalian saja yang bersatu, melainkan jiwa juga. Saat kamu menikah dengan orang yang tepat, pasanganmu adalah belahan jiwamu, yang melengkapi kamu. Saat kamu menjadikan agama sebagai alasan menikah, kamu juga belajar untuk lebih dekat dengan Tuhan, melalui kehidupan pernikahan yang penuh liku. Berdua dengan pasangan, kamu akan diajak untuk lebih mengerti mengapa pernikahan dianggap sakral dan merupakan sebuah hal yang dianjurkan oleh Tuhan. Ketika kamu mendekat pada Tuhan melalui pernikahan, kamu pun akan lebih paham mengapa menikah itu dibahas dalam porsi besar dalam kitab suci dan mengapa tidak boleh dianggap sepele.
3. Emosional
Sebenarnya, aspek emosional, daripada disebut sebagai tujuan pernikahan, lebih tepat bila disebut sebagai salah satu keuntungan dari pernikahan itu sendiri. Zaman sudah maju, semua dinamika dunia berlangsung lebih cepat, dan lebih banyak ketidakpastian yang ditemui dalam kehidupan. Akibatnya, hidupmu pun terasa tidak stabil, atau bisa dibilang insecure. Banyak orang yang menikah, karena menginginkan keadaan emosional yang lebih stabil dan tak bergejolak. Sebab, ada yang beranggapan, bahwa saat sudah menikah, pasangan akan menjadi salah satu sokongan emosional terbesarmu. Ketika kamu sudah sah menikah, maka kamu pun memiliki sebuah jaminan, kalau kamu tidak akan kesepian lagi. Ingat, sekarang kamu dan pasangan sudah terikat secara hukum, sehingga di mata hukum, kamu pun tidak dianggap sendiri, melainkan punya satu orang lain lagi, yaitu pasangan.
Ketika kamu sudah memiliki orang yang menjadi pasangan sahmu, anggaplah dia tidak hanya sebagai pasangan, melainkan juga sebagai partner. Seorang rekan yang akan membantumu saat menemukan kesulitan dalam hidup. Dengan menjadikan keadaan emosional yang lebih baik sebagai tujuan pernikahan, maka kamu pun akan mendapatkan—setidaknya—satu orang yang akan menjadi tempatmu berbagi cerita secara jujur dan akan menjaga rahasiamu. Sebab, itulah yang seharusnya dilakukan sebagai pasangan, bukan? Jagalah komunikasi terbuka dan saling mendukung, supaya tujuan pernikahan kalian, yaitu perbaikan keadaan emosional, akan tercapai.
4. Finansial
Saat menjadikan keadaan finansial sebagai tujuan pernikahan, bukan artinya kamu mendompleng kekayaan pasangan, ya! Akan tetapi, hal ini lebih menekankan bagaimana beban finansial yang sebelumnya kamu tanggung sendiri, kini bisa dibagi dua. Kalau dulu kamu membayar tagihanmu sendiri, kini kamu membaginya dengan pasangan. Hal yang sama pun terjadi padamu, yang kini harus turut menanggung beban finansial pasangan. Sudah tentu, yang dimaksud dengan beban finansial ini adalah hal-hal yang menjadi kebutuhan hidup kamu dan pasangan, seperti tagihan listrik, air, sewa rumah, telepon, pajak bangunan, dan sebagainya. Jadi, kalau kamu berpikir bahwa memiliki pasangan berarti punya orang yang akan membantumu untuk membeli barang hobimu, buang jauh-jauh pikiran itu! Sebab, hobimu bukanlah kebutuhan rumah tangga, melainkan kebutuhanmu pribadi. Jika bisa, pisahkan rekening untuk kebutuhan keluarga dan pribadi, sehingga tidak ada permasalahan di masa depan.
Semua orang tahu, tidak semua pasangan yang menginginkan perbaikan keadaan finansial sebagai tujuan pernikahan, dapat serta-merta mencapai tujuan itu. Untuk mendapatkan keadaan finansial yang stabil dan adil dalam rumah tangga, komunikasi yang jujur dan terbuka pada pasangan, perlu lebih kamu rayakan dan selenggarakan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari. Selain tagihan yang kini dibagi dua dengan pasangan, saat kamu menikah, kamu juga akan mendapatkan tunjangan keluarga dari pekerjaan dan beasiswamu. Dalam pekerjaan, sudah pasti kamu akan mendapatkan tunjangan untuk pasangan dan anakmu. Namun, tidak semua beasiswa akan memberikan tunjangan yang sama. Biasanya, tunjangan untuk keluarga ini hanya akan diberikan, bagi kamu yang akan melanjutkan pendidikan S2 atau S3 di luar negeri. Tentu saja, semua tunjangan tidak akan kamu dapatkan, kalau kamu belum menikah secara sah di mata hukum, ya!
5. Spiritual
Aspek yang satu ini mungkin memang jarang kamu ketahui, dengar, bahkan pikirkan. Akan tetapi, ada aspek spiritualitas yang harus kamu kenal dan pikirkan sebagai tujuan pernikahan. Memang, tidak semua orang merangkul spiritualitas diri. Bahkan, ada juga yang menyamakan spiritual ini dengan kesehatan jiwa. Padahal kedua hal ini—spiritual dan kesehatan jiwa—berkaitan dan tidak berkaitan dalam waktu yang sama.
Apa yang dimaksud dengan aspek spiritualitas dalam tujuan pernikahan, adalah bagaimana jiwamu berkembang; pribadimu berkembang menjadi orang yang lebih damai seiring dengan bertambahnya umur pernikahan kamu. Jika kamu dulu adalah pribadi yang egois dan mengutamakan kegembiraan diri sendiri, kini kamu harus memikirkan orang lain, mulai dari pasangan hingga anak-anakmu. Pada anakmu, kamu juga memiliki tanggung jawab untuk membimbing mereka menjadi pribadi yang utuh dan berkembang kepekaannya terhadap Tuhan dan alam. Semakin kamu memedulikan orang lain, semakin kamu juga akan menjadi seorang pribadi yang rendah hati dan kepekaannya terhadap hal di sekeliling pun meningkat.
Selain itu, dengan menjadikan pertumbuhan spiritualitasmu sebagai tujuan pernikahan, secara tidak langsung kamu juga akan menyeimbangkan dirimu sendiri. Ada yang percaya, bahwa tubuh manusia itu hanyalah sebuah wadah bagi jiwamu, sehingga tanpa memedulikan jenis kelaminnya, setiap individu memiliki dua energi bertolak belakang yang harus seimbang. Beberapa menyebut energi ini yin dan yang, beberapa menyebutnya dengan energi perempuan dan energi lelaki. Pernikahan yang telah kamu lakukan akan membuatmu semakin paham cara menyeimbangkan kedua energi ini.
Memang, ide mengenai energi bertolak belakang yang harus ditemukan keseimbangannya ini tidak masuk akal bagi orang awam. Namun, kamu mengerti intinya: saat perkembangan spiritualitas pribadi dijadikan tujuan pernikahan, kamu akan semakin dekat dengan alam, Tuhan, dan sesama kamu. Sehingga, kamu akan jadi pribadi yang peka dan lebih mengerti mengenai keadaan di sekelilingmu. Namun, apakah semua ini memang hanya bisa dicapai melalui perkawinan? Tidak juga. Akan tetapi, saat kamu menikah, maka kamu akan memiliki seorang partner, yang setiap hari dapat membimbing dan menolongmu menggali spiritualitas diri. Oleh karena itu, jiwamu akan berkembang semakin cepat bersama keluarga yang kamu bangun bersama dari nol!
Memang, tujuan pernikahan sendiri tidaklah terbatas pada kelima hal di atas. Masih ada banyak tujuan pernikahan lain, yang berbeda di tiap individunya. Sehingga, kamu juga tidak bisa buru-buru menyamakan tujuan pernikahanmu dengan orang lain. Akan tetapi, kelima hal di atas adalah hal yang pasti kamu dapatkan dan dapat kamu jadikan pertimbangan utama saat menikah. Mengingat, baik legal, agama, finansial, emosional, maupun spiritual adalah lima aspek yang menjadi kebutuhan dalam hidup. Karena itu, kenalilah dirimu sendiri, sebelum kamu bisa menyatakan diri siap untuk menikah. Setelah menimbang-nimbang tujuan pernikahan yang akan kamu lakukan, apakah kini kamu menjadi lebih siap untuk menikah?