Undang-undang Perkawinan dibuat tentu dengan maksud baik, khususnya dalam mengatur keabsahan pernikahan masyarakat di Indonesia. Inilah mengapa sebelum Anda memutuskan untuk melangkah ke pelaminan dengan pasangan, wajib memahami Undang-undang Perkawinan yang sudah ada, tidak hanya sekadar membaca tanpa tahu arti di dalamnya.
Yang diatur dalam Undang-undang Perkawinan sangat lengkap. Mulai dari dasar perkawinan, syarat-syarat perkawinan, pencegahan perkawinan, batalnya perkawinan, perjanjian perkawinan, hak dan kewajiban suami – isteri, harta benda dalam perkawinan, putusnya perkawinan serta akibatnya, kedudukan anak, hak dan kewajiban antara orang tua dan anak, perwalian, sampai dengan ketentuan peralihan.
Dasar dan Sahnya pernikahan menurut Undang-undang Perkawinan
Merujuk pada Undang-undang Perkawinan, dasar sebuah pernikahan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa antara laki-laki dan perempuan.
Dalam hal ini tentu jelas dikatakan bahwa Indonesia saat ini tidak mendukung pernikahan sesama jenis, melainkan hanya mengakui adanya pernikahan antara laki-laki dan perempuan saja.
Pernikahan bisa dikatakan sah apabila sudah sesuai dengan Pasal 2 Undang-undang Perkawinan yang berbunyi,
- Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
- Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pencatatan perkawinan untuk masyarakat yang beragama Islam dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA) sementara untuk masyarakat yang beragama selain Islam, pencatatan pernikahan dilakukan di kantor catatan sipil. Apabila pernikahan Anda hanya sebatas pernikahan menurut agama, tentu belum bisa dikatakan sah menurut negara.
Nah, sebelum menuju KUA untuk mencatatkan pernikahan, pastikan dokumen pernikahan di bawah ini sudah Anda miliki:
- Fotokopi KTP
- Fotokopi Kartu Keluarga
- Surat pengantar dari RT dan RW beserta fotokopinya
- Fotokopi akta kelahiran
- Fotokopi KTP saksi
- Materai
- Surat keterangan belum menikah dari Kantor Kelurahan
Dokumen-dokumen seperti di atas sebaiknya dipersiapkan sejak jauh-jauh hari mengingat bahwa mencari surat keterangan di berbagai lembaga pemerintahan pun memerlukan waktu yang tidak sebentar.
Baca: Tips di Hari Pernikahan: Persiapan untuk Tampilan Menawan pada Hari-H
Sebenarnya apa tujuan dibuatnya Undang-undang Perkawinan?
Tidak main-main, pembuatan Undang-undang Perkawinan yang disahkan pada tanggal 22 Desember 1973 ini adalah untuk merealisasikan dan mewujudkan cita-cita pembinaan hukum nasional dimana perlu adanya undang-undang tentang perkawinan yang berlaku bagi semua warga negara, tanpa terkecuali.
Dan sebagai seseorang yang memiliki niat baik untuk segera melangsungkan pernikahan, syarat-syarat perkawinan menjadi hal utama yang perlu dimengerti. Jangan sampai, ketika Anda dan pasangan sudah siap dengan vendor catering, MUA, sampai dengan gedung untuk resepsi, lantas pernikahan harus diundur karena ada syarat yang belum terpenuhi.
Syarat Pernikahan Menurut Undang-undang Perkawinan
Syarat Perkawinan terdapat dalam pasal enam sampai dengan pasal `dua belas di Undang-undang Perkawinan. Yang dibahas pun beragam, mulai dari batas umur pernikahan, perkawinan yang dilarang menurut Undang-undang Perkawinan, dan beberapa hal lainnya.
Untuk batas usia perkawinan, Undang-undang Perkawinan mengaturnya dalam Pasal 9 ayat 2 yang berbunyi, “Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua” dan juga tertera dalam Pasal 7 ayat 1 yang yaitu “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun”.
Sementara untuk mereka yang akan menggelar pernikahan dengan usia belum menginjak 19 tahun (untuk laki-laki) maupun 16 tahun (untuk perempuan), pasangan pengantin dapat meminta dispensasi pernikahan kepada pengadilan maupun pejabat lain yang diutus kedua pihak. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 7 ayat 2, “Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain, yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita”.
Mengenai umur, tentu Anda dan pasangan sudah sedikit banyak mengetahui dan memperhitungkannya. Namun, ada yang tidak kalah penting dari perkara umur, yaitu tentang perkawinan yang dilarang menurut Undang-undang Perkawinan.
Perkawinan yang dilarang oleh negara ialah sesuai Pasal 8 yang berbunyi:
- berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas;
- berhubungan darah, dalam garis keturunan menyamping yaitu antar saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;
- sehubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan bapak tiri
- sehubungan susunan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan, dan bibi/paman susuan;
- sehubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau keponakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;
- mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan yang berlaku, dilarang kawin.
Pasal 9 Undang-undang Perkawinan:
Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut pada Pasal 3 dan Pasal 4 Undang undang ini.
Yang dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 menerangkan mengenai pengecualian larangan pernikahan adalah seorang pria hanya boleh menikahi satu perempuan dan begitu juga sebaliknya, perempuan hanya bisa menikahi satu laki-laki. Kemudian ayat 2 menambahkan bahwa pengadilan memberi izin pada laki-laki boleh menikah lagi apabila diizinkan oleh yang bersangkutan.
Sementara Pasal 4 Undang-undang Perkawinan mengatur lebih lanjut mengenai peraturan seorang suami yang ingin beristri lebih untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan. Pun pengadilan tidak bisa semena-mena memberi izin kepada laki-laki untuk bisa beristri lebih. Pengadilan akan memberi izin seorang suami menikah lagi apabila:
- isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
- isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
- isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Untuk melindungi hak istri sekaligus perempuan, Pasal 5 Undang-undang Perkawinan mempertegas bahwa laki-laki yang berniat memiliki istri lebih dari 1 harus izin terhadap istri-istrinya, dia mampu memenuhi kebutuhan lahir – batin istri dan anak-anaknya, dan mampu bersikap adil kepada istri-istri dan anak-anaknya.
Baca: 7 Hal Yang Harus Diperhatikan dalam Memilih Fotografer Pernikahan
Selain adanya syarat pernikahan dengan lebih daripada satu wanita, ada syarat nikah yang lain yang wajib Anda ketahui sebelum menikah. Yaitu pada Pasal 10 Undang-undang Perkawinan tertera bahwa “Apabila suami dan isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka di antara mereka tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi, sepanjang masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.”
Selain itu, pernikahan pun bisa dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan. Dan yang bisa membatalkan perkawinan menurut Undang-undang Perkawinan Pasal 23 adalah keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri, suami atau istri, dan pejabat yang berwenang hanya selama perkawinanan belum diputuskan. Jadi, tentu sangat penting mengetahui syarat-syarat perkawinan, bukan?