Adat Betawi pernikahan adalah salah satu tradisi yang menarik untuk dikulik. Prosesinya yang panjang, penuh kemeriahan dan suka cita membuat tradisi pernikahan Betawi menjadi salah satu warisan budaya yang unik dan autentik. Termasuk pakaian pengantinnya. Baju pengantin adat Betawi punya ciri khasnya yang membuatnya berbeda dari baju adat yang lain.
Kali ini WeddingMarket ingin mengajak kamu mengulik tentang keindahan akulturasi budaya pada baju pengantin Betawi yang unik dan autentik. Tata rias dan baju adat Betawi yang digunakan dalam pernikahan ini namanya “Dandanan care haji” dan “Dandanan care none”. Baju adat pernikahan etnis yang mendiami sebagian wilayah Jakarta ini, adalah hasil akulturasi dari budaya lokal dengan berbagai budaya, seperti Melayu, Tionghoa dan Arab. Seperti apa keunikannya? Yuk, kita kulik bersama!
Tata rias dan Busana Pengantin Betawi untuk Pria
Dandanan care haji atau dandanan tuan raje mude adalah nama tata rias dan busana pengantin Betawi untuk pria. Ciri khasnya mengenakan pakaian serupa jubah panjang dengan sulaman benang emas, dipadu dengan celana panjang berwarna putih dan aksen selendang yang dililitkan di bagian dada di dalam jubah pengantin. Sementara pada bagian kepala, ada aksesori serupa sorban yang melengkapi tampilan sang pengantin pria.
Dari tampilannya yang begitu khas, kamu pasti bisa menebak dominasi budaya mana yang mempengaruhi busana pernikahan pria Betawi ini. Yup, baju pengantin dengan jubah panjang, serta sorban yang menutup kepala, menandakan ciri pakaian orang-orang Arab.
Hal ini tak lepas dari sejarah kota Jakarta sendiri yang dahulu memiliki pelabuhan Sunda Kelapa, dahulu menjadi tempat bertemunya para saudagar dari berbagai belahan dunia, salah satunya saudagar Arab. Di Jakarta berbagai etnis dan budaya bertemu dan melebur menghasilkan kebudayaan baru yang unik, seperti budaya Betawi yang kita kenal saat ini.
Yuk, kita bedah satu per satu atribut-atribut pada baju pernikahan untuk “Tuan Raje Mude” (sebutan pengantin pria Betawi).
1. Jubah (Jube)
Komponen pertama pada pakaian pengantin pria Betawi adalah jubah (jube). Pada bagian terluar ada jubah atau dalam bahasa Betawi disebut jube, yang biasanya berwarna cerah, terbuka pada bagian depannya, dan dihiasi dengan sulaman atau ornamen emas yang memberi sentuhan mewah. Panjang jubah pengantin Betawi ini umumnya berjarak sekitar tiga jari atau sejajar dengan pakaian dalamnya.
Desainnya yang longgar mencerminkan kesederhanaan dalam berbusana. Sementara hiasan ornamen emas adalah pengaruh budaya Tionghoa, biasanya bermotif burung hong, bunga-bunga, pola geometris hingga kubah masjid. Burung hong atau burung phoenix ini dalam budaya masyarakat Tionghoa adalah simbol keberuntungan.
2. Gamis
Selanjutnya pada lapisan kedua di bawah jubah ada gamis yang panjangnya mencapai mata kaki sebagai baju dalamnya. Gamis yang dikenakan pengantin pria Betawi ini biasanya berwarna polos, dan tidak menggunakan ornamen apapun. Baju gamis yang dikenakan ini menampilkan kesan kesederhanaan dan kesopanan. Dipadu dengan jubah di atasnya memberi kontras yang menarik pada penampilan sang pengantin pria.
3. Celana Panjang
Dalam dandanan care haji sebagai bawahannya, pengantin pria mengenakan celana panjang yang berwarna putih. Gabungan jubah, gamis dan celana panjang ini menghasilkan tampilan yang berkelas namun bersahaja. Secara keseluruhan busana yang dikenakan pengantin pria Betawi ini menampilkan indahnya kearifan budaya yang mereka miliki.
4. Penutup Kepala (Alpie)
Berbeda dengan pengantin pria Jawa yang mengenakan blangkon. Penutup kepala tradisional pada riasan pengantin Betawi pria disebut alpie. Aksesori ini berupa topi sorban yang khas, tingginya berkisar 15-20 cm.
Untuk menambahkan kesan mewah pada tampilan sang pengantin pria, alpie biasanya dililit dengan sorban putih atau emas, serta ditambahkan hiasan bunga mawar merah, cempaka, dan beberapa untaian roncean bunga melati di salah satu sisinya. Aksesori kepala yang dikenakan pengantin pria Betawi ini menambahkan keindahan dan memberikan kesan elegan pada tampilannya.
Alpie yang menjadi aksesori penutup kepala pengantin pria Betawi ini menyimbolkan tanda ketaatan pada ajaran agama serta komitmen sang pengantin dalam pernikahannya. Di sini, fungsinya mirip seperti penutup kepala yang dipakai saat beribadah dalam ajaran agama Islam yang menyimbolkan penghormatan dan ketaatan pada ajaran agama. Aksesori pengantin pria Betawi ini juga menjadi lambang keimanan, dan tekadnya untuk mengikuti ajaran agama dan mengaplikasikannya dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam hubungan pernikahan yang akan ia bina.
5. Selempang
Selempang menjadi salah satu elemen yang tak terpisahkan dari pakaian tradisional Betawi untuk pengantin pria. Selempang ini berukuran sekitar 2 meter dengan lebar 15 cm. Cara pemakaiannya disilangkan di bahu dari bahu kiri ke pinggang kanan. Atribut ini dipakai di dalam jubah, dan memiliki simbolis sebagai tanda kebesaran. Sementara arah pemasangannya dari kiri ke kanan menyimbolkan arah hidup yang diinginkan yakni menuju kebaikan, keberuntungan dan kesuksesan.
6. Sirih Dare
Atribut lain yang dibawa oleh pengantin pria Betawi adalah sirih dare, jumlahnya lima hingga tujuh lembar. Daun sirih dilipat terbalik, menyimbolkan ikatan pernikahan, kesetiaan dan ketaatan pasangan suami istri. Di dalamnya, diselipkan bunga mawar merah yang menyimbolkan cinta dan kasih sayang yang mendalam sang suami kepada istrinya.
Kemudian di dalam susunan sirih dare diselipkan pula uang sembe, yakni uang perkenalan yang merupakan bentuk penghargaan kepada keluarga calon istri, serta menyimbolkan wujud keseriusan dari seorang pria dalam mempersunting wanitanya.
7. Sepatu Tutup atau Pantofel
Terakhir sebagai alas kaki, pengantin pria Betawi mengenakan sepatu tutup atau sepatu pantofel. Pemakaian sepatu tutup atau pantofel ini tak lain dan tak bukan adalah pengaruh dari budaya Eropa yang masuk ke Jakarta saat itu, menggeser pamor sandal kulit terbuka berlapis emas yang menjadi simbol kemewahan di masa lampau.
Perlahan tren penggunaan sandal terbuka pun tergantikan dengan sepatu tutup atau pantofel yang lebih modern dan fungsional. Ini menunjukan sebuah dinamika yang terjadi dalam budaya masyarakat Betawi, perubahan-perubahan seperti pada gaya alas kaki pengantin Betawi ini pun tak terelakkan.
Tata rias dan Busana Pengantin Betawi untuk Wanita
Inilah keunikan dari gaya busana pengantin Betawi, apabila baju pengantin Betawi untuk pria banyak mendapat pengaruh dari budaya Arab, busana pengantin wanita Betawi atau disebut dandanan care none pengantin cine atau dandanan rias besar tuan putri, lebih lekat dengan pengaruh budaya Tionghoa. Sentuhan-sentuhan khas oriental ini terlihat dalam berbagai atribut yang dikenakan pada tata rias pengantin Betawi wanita. Ayo kita cari tahu lebih jauh!
1. Tuaki
Pakaian tradisional Betawi untuk pengantin wanita menggunakan baju blus berlengan panjang dan berkerah tinggi yang disebut Tuaki. Umumnya baju pengantin ini berpotongan kerah shanghai seperti pakaian wanita Tionghoa, atau menggunakan model baju kurung seperti pakaian wanita Melayu.
Baju pengantin Betawi untuk wanita ini biasanya menggunakan warna-warna cerah yang senada dengan baju pengantin pria. Tuaki Betawi dibuat dari bahan polos seperti kain satin atau beludru namun berhiaskan dengan ornamen emas dari manik-manik, di sekujur baju, seperti pada bagian dada, ujung lengan hingga bagian bawah bajunya, sehingga memberikan kesan gemerlap dan berkilau.
Pengaruh kebudayaan Tionghoa tampak pula dari motif hiasan pada baju pengantin Betawi, yakni burung hong dan naga yang memiliki makna istimewa. Kedua hewan mitologi ini kerap disandingkan sebagai penyeimbang dan penyempurna satu sama lain. Naga menyimbolkan keperkasaan sementara burung hong atau burung phoenix menyimbolkan kelembutan dan keanggunan. Ibaratnya naga adalah kaisar dan burung hong permaisurinya, pada zaman kekaisaran Tiongkok, kedua simbolis ini melambangkan kebahagiaan.
2. Kun
Nah, untuk bawahannya pengantin wanita Betawi memadupadankan tuaki dengan rok yang panjangnya semata kaki, disebut kun. Bahan dan warnanya senada dengan tuaki, begitupun gemerlap dengan ornamen-ornamen emas yang menghias tiap sisinya.
3. Teratai
Busana dandanan care none, juga menggunakan hiasan penutup dada yang disebut teratai atau delime. Penutup dada ini terdiri dari delapan susunan yang simetris, terbuat dari bahan kain beludru yang dihiasi dengan lempengan-lempengan logam berwarna emas berbentuk bunga tanjung atau simbol bintang yang melambangkan kesuburan perkawinan. Namun, pada busana pengantin Betawi modern, teratai ini seringkali digantikan dengan hiasan manik-manik atau mote yang sekedar memberi kesan gemerlap.
4. Sanggul
Untuk tata rias rambut pengantin wanita Betawi menggunakan konde cepol atau sanggul buatun tanpa sasakan. Sanggul ini dibentuk melingkar dalam tiga lingkaran yang padat, kemudian dihiasi dengan berbagai tusuk konde. Aksesori tusuk konde yang menghiasi sanggul pengantin Betawi antara lain:
Tusuk Paku: berjumlah 10 buah dengan panjang 5 cm. Kepala tusuk paku ini berbentuk bunga kecil yang melambangkan penolak bala dibenamkan pada lilitan sanggul.
Tusuk Bunga: berjumlah 5 buah, ini melambangkan 5 Rukun Islam yang harus dijaga sebagai pegangan selama hidup.
Kembang Goyang berjumlah 16 buah, Kembang Kelape 2 buah, Kembang rumput 2 buah: aksesori ini melambangkan 20 sifat minimal Allah yang harus diketahui hamba-Nya.
Tusuk Burung Hong: berjumlah 4 buah, terbuat dari rantai emas atau seuntai manik-manik. Terdiri dari 2 buah yang berukuran 10 cm, 2 buah berukuran 5 cm. Ini melambangkan 4 sahabat Nabi Besar Muhammad Rasulullah SAW.
5. Siangko
Mahkota pengantin Betawi disebut siangko. Aksesori ini terdiri dari tiga jenis mahkota yang memiliki ukuran berbeda.
Siangko bercadar: panjangnya 25 cm, berbentuk setengah lingkaran dengan tinggi 12 cm pada bagian tengah, 5 cm pada bagian kiri dan kanan. Biasanya terbuat dari emas atau perak, dengan hiasan cadar yang terbuat dari manik-manik atau monte pasir sepanjang 30 cm, diikat dengan benang wol seukuran 2 cm sebagai penutupnya. Siangko bercadar ini dipakai dengan cara ditempelkan di dahi dan diikat ke belakang kepala di bawah sanggul.
Siangko tengah atau siangko tenge: panjangnya 12 cm, dengan tinggi 5 cm pada bagian tengahnya, dan berbentuk menyudut tumpul ke kiri dan kanan. Dipakai di atas ubun-ubun kepala, yakni di antara tusuk bunga dan sanggul buatun.
Siangko buntut: panjangnya 10 cm dan tingginya 3,5 cm, berbentuk sudut tumpul pada ujung kiri dan kanannya. Siangko ini dipakai sebagai penutup simpul ikatan pada siangko cadar.
6. Tusuk Lam
Selain berbagai tusuk konde yang dipakai di sanggul pengantin Betawi, ada lagi sebuah tusuk konde yang disebut tusuk lam. Sesuai dengan namanya, tusuk konde ini berbentuk seperti huruf Lam dalam ejaan Arab. Posisi kaki panjang huruf tusuk lam itu dipasang di atas siangko buntut, sementara kaki pendek huruf lam itu dibiarkan di luar sanggul. Biasanya, tusuk lam ini dihiasi dengan permata atau berlian sampai ke pangkal kaki panjangnya yang juga dihiasi bunga.
7. Aksesori lainnya
Untuk melengkapi penampilan pengantin wanita Betawi, ada berbagai aksesori lainnya yang juga dikenakan, diantaranya:
Sepasang kerabu besar
Sepasang sumping
Sebuah kalung betawi terletak di atas delime
Sepasang gelang
Bunga-bunga segar: roje melati dipakai di atas sanggul, kira-kira sedikit di atas telinga kanan dan kiri, panjangnya 15 cm; melati sisir atau pasung kantil berjumlah 5 atau 7 buah dipakai di belakang sanggul bawah, mulai dari ujung kiri ke kanan roje melati.
8. Alas Kaki
Secara tradisional, alas kaki pengantin wanita Betawi berupa sandal atau selop berbentuk perahu kolek, dihiasi permata, emas dan berlian atau sekarang diganti dengan mote atau manik-manik.
Nah, kita sudah mengulik detail dan atribut pakaian pengantin Betawi yang menampilkan indahnya akulturasi dari berbagai budaya, Bagaimana dears, menyenangkan sekali bukan mempelajari tradisi pernikahan unik yang satu ini. Kamu juga mungkin ingin tahu lebih banyak lagi tentang adat dan tradisi pernikahan lainnya di Indonesia yang penuh cerita dan makna. Jangan lupa cek ulasan WeddingMarket lainnya, ya! Semoga pernikahan kamu berjalan dengan lancar dan semakin berwarna dalam tradisi yang berbudaya!