
Tak bisa dipungkiri, bagi sebagian orang, pernikahan bukan hanya momen milik pengantin, tapi juga menjadi bagian penting bagi orang tua. Makanya, tak heran jika dalam persiapannya, orang tua juga memberikan berbagai masukan untuk acara yang akan digelar kelak. Memberikan masukan mungkin tak masalah, yang jadi persoalan adalah ketika mereka sudah mulai menyampaikan banyak keinginan dan sebisa mungkin harus diwujudkan padahal tentu pengantin sudah memiliki bayangan akan pernikahan impian.
Perbedaan ini bisa muncul karena latar belakang yang berbeda antara pengantin dan orang tua hingga persoalan selera. Namun, tak perlu khawatir, kamu tetap bisa kok mencari jalan tengah supaya kamu bisa mewujudkan masukan dari orang tua tanpa harus mengorbankan pernikahan impianmu. Simak penjelasan selengkapnya berikut ini, yuk!
Penyebab perbedaan keinginan antara anak dan orang tua

Sebelum mencoba untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul, coba ketahui terlebih dahulu apa yang sebenarnya menyebabkan terjadinya perbedaan keinginan antara kamu dan orang tua.
1. Adanya perbedaan generasi dan nilai
Orang tua biasanya lebih memegang tradisi dan ingin mempertahankan adat atau kebiasaan yang berlaku di daerah atau keluarga. Di sisi lain, anak-anak muda, khususnya generasi milenial dan Gen Z, cenderung lebih modern, terbuka, dan ingin merayakan pernikahan dengan cara yang mencerminkan kepribadian mereka.
2. Siapa yang membiayai
Jika orang tua menjadi sponsor utama, mereka akan merasa berhak mengambil keputusan besar pada pernikahan. Sebaliknya, jika calon pengantin membiayai pernikahan sendiri, mereka akan merasa bahwa keputusan sepenuhnya ada di tangan mereka.
3. Ekspektasi sosial dari orang tua
Ternyata ada tujuan lain dari pernikahan selain untuk menyatukan janji suci dan mengabarkannya kepada para tamu. Orang tua biasanya ingin “menunjukkan” status sosial keluarga lewat pesta resepsi ini, baik kepada teman maupun keluarga besar. Sementara, anak biasanya akan lebih fokus pada makna pernikahan, kenyamanan tamu, dan keinginan untuk mewujudkan pernikahan yang selama ini diimpi-impikan.
4. Perbedaan gaya komunikasi
Ketika memutuskan sesuatu, kebanyakan orang tua lebih senang untuk langsung mengatur atau meminta tanpa berdiskusi. Anak-anak yang lebih muda menginginkan adanya diskusi untuk mendapatkan kesepakatan bersama.
Perbedaan yang biasanya terjadi
Salah satu penyebab munculnya konflik adalah beberapa perbedaan antara keinginan orang tua dan anak. Berikut ini adalah beberapa yang umum terjadi. Namun, mungkin akan berbeda antara kasus satu dengan yang lainnya.
1. Konsep dan tema pernikahan
- Orang tua: Menginginkan konsep yang tradisional, formal, dan penuh adat istiadat sebagai bentuk penghormatan terhadap budaya dan keluarga besar.
- Anak: Menginginkan konsep pernikahan yang modern, minimalis, atau bertema seperti boho, rustic, garden party, dan lain sebagainya, yang mencerminkan kepribadian mereka.
Contoh konflik: Orang tua ingin menggelar resepsi adat Jawa lengkap, sedangkan anak ingin intimate wedding bertema western di villa.
2. Daftar undangan
- Orang tua: Menginginkan untuk mengundang banyak tamu, termasuk kolega, tetangga, teman lama, hingga kerabat jauh.
- Anak: Memiliki daftar tamu yang terbatas agar lebih intim terdiri dari keluarga dekat dan sahabat.
Contoh konflik: Anak ingin 150 tamu undangan saja, sementara orang tua ingin 600 tamu agar tidak ada pihak yang tersinggung.
3. Pemilihan lokasi acara
- Orang tua: Memilih gedung besar, hotel mewah, atau aula pemerintah karena dianggap bergengsi.
- Anak: Lebih suka venue outdoor, private villa, atau tempat unik seperti museum, galeri, atau kafe.
Contoh konflik: Anak ingin menikah di pantai, orang tua merasa kurang sopan dan sulit untuk keluarga besar hadir.
4. Busana pengantin
- Orang tua: Menekankan penggunaan pakaian adat lengkap dari daerah asal, bahkan beberapa kali ganti.
- Anak: Ingin memakai gaun pengantin internasional, suit modern, atau minimalis tanpa banyak aksesoris.
Contoh konflik: Orang tua ingin anak memakai kebaya basahan, anak ingin white wedding gown ala Eropa.
5. Rangkaian acara dan durasi
- Orang tua: Seluruh rangkaian adat harus dilakukan, mulai dari siraman, midodareni, akad, panggih, resepsi, hingga syukuran.
- Anak: Ingin menyederhanakan proses, cukup akad dan resepsi saja dalam satu hari.
Contoh konflik: Anak merasa acara terlalu panjang dan melelahkan, orang tua ingin semua tahapan adat dijalankan karena dianggap sakral.
6. Menu makanan
- Orang tua: Memilih menu tradisional yang sudah umum, seperti nasi kuning, tumpeng, soto, dll.
- Anak: Ingin menu yang lebih kekinian, seperti pasta bar, Korean buffet, dessert cart, atau makanan vegan.
Contoh konflik: Orang tua tidak setuju ada pizza atau sushi di menu utama karena dianggap tidak cocok untuk tamu undangan.
7. Waktu pelaksanaan
- Orang tua: Memilih hari baik menurut perhitungan kalender Jawa, weton, atau saran tokoh adat.
- Anak: Lebih fokus pada ketersediaan venue atau waktu libur agar lebih fleksibel.
Contoh konflik: Anak ingin memilih waktu Sabtu sore karena praktis, orang tua ingin hari Rabu karena sudah diperhitungkan sebagai “hari baik”.
8. Anggaran dan pengeluaran
- Orang tua: Bersedia mengeluarkan banyak uang untuk gengsi, prestise, dan kepuasan keluarga besar.
- Anak: Ingin hemat dan efisien, dengan alokasi yang lebih besar ke hal-hal personal seperti honeymoon atau tabungan masa depan.
Contoh konflik: Orang tua ingin menyewa pengisi hiburan yang mahal, anak merasa cukup dengan playlist DJ atau akustik santai.
9. Acara hiburan dan MC
- Orang tua: MC dan hiburan formal, misalnya campursari, sinden, organ tunggal dengan lagu daerah.
- Anak: Hiburan dipilih yang sesuai dengan selera mereka seperti live band pop, acoustic session, atau hiburan lain yang lebih santai.
Contoh konflik: Anak ingin photobooth dan permainan interaktif, orang tua merasa acara ini tidak sopan untuk acara resmi.
10. Dokumentasi dan gaya foto
- Orang tua: Ingin gaya foto klasik, formal, dan penuh pose resmi keluarga besar.
- Anak: Menginginkan dokumentasi yang lebih candid, storytelling, dan gaya dokumenter yang sesuai tren media sosial.
Contoh konflik: Orang tua kecewa karena tidak semua tamu diajak foto resmi di pelaminan.
Dampak jika tidak diatasi secara berkepanjangan

Apabila perbedaan keinginan antara anak dan orang tua dalam pernikahan tidak diatasi, dampaknya bisa cukup serius, lo. Bahkan, bukan hanya soal acara, tapi bisa juga sampai ke hubungan keluarga dan kehidupan setelah menikah. Berikut ini beberapa contohnya:
1. Timbulnya konflik berkepanjangan
Konflik yang awalnya hanya soal pernikahan bisa berlanjut sampai menjadi perselisihan pribadi. Masalah kecil mungkin akan membesar karena masing-masing pihak merasa tidak didengarkan dan dihargai. Adu argumen yang berulang juga akan membuat suasana jadi tidak nyaman, bahkan sampai ke hari-H.
2. Hubungan anak dan orang tua jadi menjauh
Anak bisa merasa tertekan dan akhirnya memilih untuk menjaga jarak setelah menikah. Orang tua bisa merasa kecewa karena menganggap anaknya kurang berbakti. Akhirnya, hubungan yang tadinya harmonis menjadi renggang dan penuh salah paham.
3. Hari pernikahan tidak meninggalkan kesan yang baik
Hari pernikahan yang seharusnya menjadi momen bahagia justru dipenuhi rasa kecewa, kesal, atau beban. Pasangan pengantin merasa bahwa acara resepsi "bukan milik mereka" karena banyak keputusan yang dipaksakan. Emosi negatif ini bisa terbawa hingga ke awal pernikahan.
4. Stres dan beban mental
Persiapan pernikahan itu sendiri sudah melelahkan, apalagi kalau ditambah konflik keluarga. Anak dan pasangannya bisa mengalami stres berlebihan, burnout, atau bahkan kecemasan. Energi untuk membangun rumah tangga jadi terkuras habis duluan untuk mengatasi drama keluarga ini.
5. Pengeluaran yang membengkak
Karena mengikuti keinginan banyak pihak, pengeluaran pernikahan bisa jauh melebihi anggaran awal. Setelah menikah, pasangan bahkan bisa terbebani utang atau harus mengorbankan kebutuhan lain, seperti tabungan rumah atau honeymoon.
6. Potensi konflik baru antara menantu dan mertua
Pasangan calon suami/istri mungkin merasa tidak dihargai jika pihak orang tua terlalu dominan. Setelah menikah, hubungan menantu dengan mertua bisa menjadi kaku, canggung, atau penuh prasangka.
Cara Mengatasi Perberbedaan Keinginan Orangtua dan Anak

Meskipun banyak potensi terjadi perbedaan keinginan antara orang tua dan anak dalam mempersiapkan pernikahan, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini. Berikut ini cara yang bisa dilakukan jika kamu mengalaminya.
1. Dengarkan pendapat orang tua
Mulai dengan diskusi secara terbuka, bukan dengan argumen dan saling keras kepala. Dengarkan alasan orang tua terlebih dahulu, baru sampaikan keinginan dengan nada tenang dan sopan pendapatmu.
2. Pahami prioritas masing-masing
Buat daftar mana yang wajib bagi orang tua dan mana yang penting bagimu. Tentukan titik kompromi, misalnya, adat tetap dijalankan tapi dengan durasi singkat atau baju adat tetap bisa dipakai, tapi hanya saat akad atau sesi tertentu.
3. Libatkan mediator atau wedding organizer (WO)
WO bisa menjadi pihak netral yang membantu menjelaskan keinginan anak kepada orang tua dengan cara profesional dan meyakinkan. WO juga bisa menjelaskan bahwa tren pernikahan zaman sekarang berbeda tanpa harus menyalahkan generasi sebelumnya.
4. Tunjukkan inspirasimu dan beri penjelasan
Tunjukkan foto atau video pernikahan sesuai dengan keinginan yang tetap sopan, sakral, dan terlihat layak. Kadang orang tua hanya takut bahwa konsep modern tidak akan dihargai oleh tamu.
5. Libatkan kedua keluarga sejak awal
Jangan hanya mendiskusikan dengan satu pihak saja. Rapat keluarga dari awal bisa dilakukan untuk menghindari miskomunikasi dan membuat semua pihak merasa dilibatkan. Dengan begini, perbedaan juga bisa diatasi dengan lebih cepat.
6. Konsisten dengan keputusan
Setelah keputusan dibuat bersama, jangan mudah goyah atau berubah-ubah karena tekanan dari pihak lain. Komitmen dan konsistensi berperan penting untuk memastikan semua pihak merasa dihargai.
7. Berikan sesi khusus untuk orang tua
Jika orang tua menginginkan prosesi atau acara dengan adat khusus, kamu bisa menyediakan sesi khusus untuk mereka dan keluarga besar. Dengan mengadakan sesi ini, mereka akan merasa lebih dihargai.
8. Gabungkan dua konsep ke dalam satu pernikahan
Menggabungkan dua konsep pernikahan yang berbeda bukan tak mungkin dilakukan. Contohnya, jika orang tua ingin konsep pernikahan tradisional, sementara kamu ingin pernikahan yang lebih modern dan intimate, pernikahan tetap bisa berlangsung dengan memasukkan sesi adat yang lebih sederhana ke dalam rundown walau jumlah tamu terbatas.
Perbedaan keinginan dalam acara pernikahan bisa terjadi antara beberapa pihak sekaligus, baik kamu dan pasangan atau dengan orang tua. Namun, bukan berarti hal ini tidak bisa dihindari atau diatasi. Beberapa cara tersebut bisa kamu praktikkan.
Cover | Fotografi: Morden