Pernikahan Adat Bali sering dianggap sebagai salah satu pernikahan yang ribet. Bener nggak sih? Yuk, kita telusuri sama-sama. Memang sih ada beberapa rangkaian acara yang harus diikuti oleh pasangan yang menikah dalam adat Bali. Hal ini dikarenakan bagi masyarakat Bali, pernikahan bukan hanya proses penyatuan dua manusia, tapi juga, pengikatan suci antara dua manusia di hadapan Tuhan Yang maha Kuasa dan memiliki tambahan tanggung jawab sebagai warga masyarakat. Pernikahan bagi masyarakat Bali artinya adalah penyatuan abadi ikatan suami istri sampai menutup ajal menjemput.
Pernikahan adat Bali dalam bahasa Bali disebut pawiwahan. Pawiwahan saat ini bukan hanya sekedar menikah dengan tatanan adat, tapi juga pengesahan secara hukum negara, norma agama, dan sosial. Jadi, wajar sih kalau terlihat rumit dengan sejumlah rangkaian tradisi. Berikut sedikit mengenai rangkaian tradisinya!
Rangkaian Tradisi Pernikahan Adat Bali
1. Memadik
Rangkaian
tradisi yang harus dilalui bagi kamu yang memilih menikah dengan adat Bali
dimulai dari memadik atau ngindih. Memadik itu artinya keluarga
calon mempelai pria datang ke rumah keluarga calon mempelai wanita untuk
melamar (meminang). Pada saat memadik ini,
kedua keluarga juga menentukan tanggal atau hari baik untuk menyelenggarakan
pernikahan. Penentuan hari baik dipilih sesuai dengan kalender tahun Saka
(sistem penanggalan yang digunakan umat Hindu). Pemilihan hari baik ini sangat
penting bagi kamu yang menjalani pernikahan adat Bali, karena dipercayai akan
mempengaruhi kehidupan pernikahan ke depannya. Calon mempelai pria akan
melakukan nyedek, yaitu
memberitahukan hasil pemilihan hari baik yang sudah disepakati antara kedua
keluarga.
2. Ngekeb
Selanjutnya,
calon mempelai wanita akan melangsungkan ritual ngekeb. Ngekeb itu kalau
di masyarakat Jawa dikenal sebagai siraman.
Sang calon mempelai wanita dilulur dengan ramuan yang terbuat dari berbagai
bahan alam, seperti kunyit, beras, daun kenanga, dan merang. Tujuannya agar
tubuh calon mempelai perempuan jadi lebih wangi, segar, halus, dan indah. Pada saat ngekeb
ini, calon mempelai wanita juga dipingit,
tidak boleh bertemu dengan calon mempelai pria sampai pernikahan
dilangsungkan. Calon mempelai wanita juga banyak melakukan doa kepada Sang
Hyang Widhi (sebutan untuk Tuhan bagi umat Hindu), agar pernikahannya lancar,
bahagia, dan memperoleh restu Tuhan
3. Penjemputan Calon Mempelai Wanita
Keesokan
harinya setelah ngekeb, keluarga
calon mempelai pria menjemput calon mempelainya, karena pernikahan akan
dilangsungkan di kediaman keluarga mempelai pria. Calon mempelai wanita yang
dijemput itu memakai semacam selimut tipis berwarna kuning, dari ujung rambut,
hingga ujung kaki. Hal ini bermakna, bahwa sang mempelai sudah siap
meninggalkan semua masa lalunya, dan memasuki kehidupan rumah tangga.
4. Mungkah Lawang
Prosesi
berikutnya pada pernikahan adat Bali adalah mungkah
lawang. Mungkah lawang itu artinya
buka pintu. Jadi, seorang utusan dari mempelai pria diminta mengetuk pintu
kamar mempelai wanita sebanyak tiga kali, untuk menunjukkan bahwa mempelai pria
telah datang untuk menjemput. Kedatangan mempelai pria ini juga diiringi
tembang yang disebut malat. Malat ini kemudian dibalas oleh pihak
keluarga mempelai wanita, yang berisi
bahwa sang mempelai wanita siap dijemput. Setelah itu, mempelai wanita
dijemput dengan menggunakan tandu sampai ke rumah mempelai pria. Pada beberapa
tradisi lain ada lho yang mirip mungkah lawang, misalnya upacara buka pintu di tradisi Sunda, atau palang pintu di Betawi.
5. Mesehagung
Setelah sampai
di rumah mempelai pria, keluarganya menyambut calon menantu dengan upacara mesehagung. Kedua mempelai diturunkan
dari tandu menuju kamar pengantin. Kain kuning yang dipakai mempelai wanita pun
dibuka oleh calon ibu mertuanya, lalu kain kuning itu ditukar dengan uang kepeng satakan, uang dalam adat Bali.
6. Mekala-kalaan (Madengen-dengen)
Mekala-kalaan adalah prosesi yang dimulai bersamaan dengan saat genta berbunyi. Mekala-kalaan terdiri atas beberapa
tahapan. Tahapan pertama adalah menyentuhkan kaki pada kala sepetan (bakul berisi sebutir telur ayam mentah, batu bulitan,
uang koin, kunir, kapas, andong, dan keladi, bakul ini ditutupi serabut kelapa
yang diikat benang merah, putih, dan hitam, lalu diisi dadap dan lidi). Tahapan
berikutnya adalah jual beli, yaitu bakul kala
sepetan yang dibawa mempelai wanita dibeli oleh mempelai pria, yang berarti
kehidupan rumah tangga itu harus saling melengkapi satu sama lain. Tahapan
berikutnya adalah menusuk tikeh dadakan (anyaman
tikar yang terbuat dari daun pandan), dimana mempelai pria menghunuskan keris
ke tikeh dadakan itu. Tikeh dadakan adalah simbol dari
kekuatan yoni (alat kelamin wanita),
sedangkan keris adalah kekuatan lingga (alat
kelamin pria). Tahapan terakhir adalah memutuskan benang. Pada tahap ini, kedua
mempelai terlebih dulu menanam talas, kunyit, dan andong di belakang merajan (tempat sembahyang keluarga). Tahap
ini bermakna untuk melanggengkan generasi di keluarga itu. Terakhir, memutuskan benang yang terentang di tanaman
dadap, yang artinya mereka siap memulai kehidupan baru sebagai keluarga.
7. Upacara Mewidhi Widana
Setelah semua
rangkaian itu, dimulailah prosesi inti pada pernikahan adat Bali, yaitu mewidhi widana. Mewidhi widana adalah prosesi pengesahan pasangan pengantin Bali
yang dipandu oleh pendeta Hindu. Prosesi adat pernikahan Bali ini dilangsungkan di pura keluarga
mempelai pria. Kedua mempelai dibersihkan dari prosesi-prosesi sebelumnya, lalu
menggunakan baju adat pengantin Bali. Di pura, mereka memohon izin dan restu
pada Tuhan dan leluhur, agar menjadi keluarga yang bahagia dan langgeng.
8. Upacara Mejauman (Ma Pejati)
Rangkaian
terakhir dari pernikahan adat Bali adalah upacara mejauman (ma pejati),
yaitu upacara mohon pamit pengantin wanita kepada leluhur keluarganya.
Kedatangan mempelai wanita itu didampingi keluarga mempelai pria. Mereka
membawa berbagai macam penganan (makanan) tradisional Bali, seperti apam, sumping, wajik, dan kue bantal.
Begitulah rangkaian prosesi pernikahan tradisional Bali. Walau terlihat rumit, tapi sebenarnya penuh makna, sehingga masih banyak dilakukan oleh masyarakat Bali. Memang sih akhir-akhir ini tidak semua rangkaian prosesi itu dilakukan secara detil oleh pasangan mempelai Bali. Ada beberapa rangkaian prosesi pernikahan yang sudah tidak dilakukan lagi, yaitu ngekeb dan mungkah lawang. Jika kamu dan pasanganmu berasal dari Bali, walaupun rumit, sebaiknya tetap menjalankan tradisi ya, sayang lho tradisi yang sarat makna itu ditinggalkan atau kalau sampai hilang.