Sebelum campur sari, akustik, dan dangdut merajai hiburan di acara kawinan, tari tradisional pengiring pernikahan adalah hal yang ditunggu-tunggu. Setiap daerah memiliki tarian tradisional yang menceritakan kehidupan rumah tangga sampai dengan filosofi kehidupan, dengan musik iringan yang tak jarang rancak dan menghibur.
Begitu juga suku Jawa yang juga memiliki tarian pernikahan, baik yang berasal dari Jawa bagian tengah, barat, bahkan dari DKI Jakarta juga ada. Buat kamu yang memiliki rencana menikah dengan adat tradisional, khususnya adat Jawa, tarian klasik bisa jadi pilihan hiburan terbaik.
Berikut ini adalah 6 tarian pernikahan adat Jawa beserta maknanya yang perlu kamu tahu. Dijamin, bikin tamu yang hadir terpesona!
Tari Merak dari Jawa Barat
Dikreasikan oleh Raden Tjetje Soemantri, seniman asal Jawa Barat, tari merak muncul pada tahun 1950an. Awalnya, tujuan dari tari tersebut adalah untuk menghibur delegasi yang hadir di Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955. Namun, setelah dikembangkan oleh murid sang seniman yang bernama Irawati Durban, tari merak semakin dikenal luas, termasuk ditampilkan dalam acara pernikahan.
Tarian adat ini terinspirasi dari gerakan burung merak yang cantik dan gemulai. Penarinya pun menggunakan kostum yang warna dan motifnya dibuat semirip mungkin dengan bulu burung merak yang terkenal indah.
Sementara itu, filosofi tari merak adalah gambaran bagaimana burung merak jantan berusaha mendapat perhatian dari burung merak betina. Dan dalam momen pernikahan, tari merak ditampilkan sebagai sambutan kepada pengantin lelaki ke pelaminan.
Tari Rampak Kendang dari Jawa Barat
Mengutip dari berbagai sumber, tari rampak kendang yang berasal dari Jawa Barat tersebut pertama kali muncul pada tahun 1980an. Secara harfiah, Rampak berarti bersama dan kendang merupakan salah satu instrumen dari alat musik gamelan. Jadi bisa disimpulkan bahwa artinya yakni menabuh kendang secara bersamaan.
Tarian adat Jawa tersebut cukup meriah dengan iringan musik cepat dan gerak tubuh energik. Setiap penari pun memegang kendang yang sesekali juga mereka tabuh untuk menambah semarak tariannya.
Tari rampak kendang memiliki filosofi yang baik, yakni menyoal kebersahajaan yang mencerminkan masyarakat Sunda yang harmonis, gemar bergotong royong, dan guyub.
Tari Bedhaya Manten dari Daerah Istimewa Yogyakarta
Tari Bedhaya Manten diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwono IX pada tahun 1950an. Tarian ini hanya bisa ditampilkan dalam upacara pernikahan keluarga kerajaan Keraton Jogja karena termasuk tarian yang sakral.
Saking sakralnya, tari bedhaya manten hanya boleh dilakukan oleh mereka yang masih perawan saja. Ada enam penari, dua berperan sebagai pengantin, dan empat lainnya sebagai penari srimpi.
Tak jauh dari tari tradisional pengiring pernikahan lainnya, Bedhaya Manten juga memiliki makna yaitu gambaran prosesi panggih sebelum prosesi pernikahan. Seperti yang kamu tahu, panggih adalah tradisi pernikahan adat Jawa di mana kedua calon pengantin bertemu kembali seusai dipingit.
Tari Gatotkaca Gandrung dari Jawa Tengah
Karena tak sebarang pasangan bisa menghadirkan tari bedhaya manten dari Jogja, kamu tetap bisa menampilkan tari Gatot Kaca gandrung dari Jawa Tengah sebagai gantinya. Tarian ini diciptakan oleh K.G.P.A.A. Mangunagoro V pada tahun 1881-1896 dan memiliki filosofi yang romantis yakni gambaran cinta Gatot Kaca pada Dewi Pergiwa, yang diambil dari cerita Pergiwa Pergiwati.
Dalam bahasa Jawa, gandrung memiliki arti 'sayang'. Tarian Gatot Kaca diperankan oleh dua orang penari sebagai tokoh Gatot Kaca serta Dewi Pergiwa. Tariannya pun lembut dengan gerak yang anggun, cocok ditampilkan di pernikahan outdoor malam hari.
Meski dalam cerita kisah Gatot Kaca dan Dewi Pergiwa tak berjalan mulus, tapi perjuangan Gatot Kaca yang heroik adalah perlambang keseriusan seorang lelaki untuk mempertahankan cintanya.
Tari Lambangsih dari Jawa Tengah
Tarian adat jawa tengah yang bisa ditampilkan sebagai hiburan pernikahan berikutnya adalah tari lambangsih. Kata lambang berarti perumpamaan, syair, atau kata-kata yang indah dan asih artinya cinta, sayang, atau kasih.
Tari Lambangsih disebut mengacu dari cerita Smaradahana dalam buku Kalangwan Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang karya Zoedmulder. Sastra ini mengisahkan kehidupan asmara antara Bathara Kamajaya dengan Bathara Kamaratih.
Diperankan oleh sepasang pria dan wanita, tari ini bermakna anak manusia yang sedang dimabuk cinta hingga tiap gerakan tariannya digambarkan dengan romantis juga elegan.
Tari Sirih Kuning dari Betawi
Adat betawi juga memiliki tarian tradisional untuk pengiring pengantin bernama tari sirih kuning. Tarian tersebut muncul saat pengantin memasuki prosesi penyerahan daun sirih dari mempelai pria terhadap mempelai wanita.
Sirih yang digunakan berjumlah 14 lembar yang dibagi untuk dipegang dengan tangan kanan dan kiri masing-masing tujuh lembar. Daun sirih lantas dilipat terbalik dan berbentuk kerucut, diselipkan sekuntum bunga mawar merah, dan selembar uang dengan nominal tinggi.
Tari sirih kuning biasanya diiringi lagu adat Betawi yang berjudul “Sirih Kuning” dengan musik Gambang Kromong. Arti dari lagu tersebut tak lain adalah rayuan seorang pria kepada gadis yang cantik untuk mengajak menikah.