Dalam ajaran agama Islam, manusia dianjurkan untuk menikah, dan barangsiapa yang mengikat komitmen dalam suatu ikatan perkawinan, maka sama saja ia telah menjalani separuh agama. Pernikahan juga merupakan ibadah terlama yang manusia jalani, karena selama seumur hidup hingga menjelang ajalnya, manusia akan saling belajar memahami satu sama lain, dan memegang teguh segala prinsip dan komitmen, dengan satu tujuan yang sama, yakni menuju ke surga-Nya.
Ketika kelak menjalani pernikahan, tentu bukan hanya saling menuntut kewajiban antara satu sama lain, tapi juga saling memahami hak pasangan. Ada kewajiban istri pada suami, ada pula kewajiban suami pada istri. Ada hak istri terhadap suami, maka ada pula hak suami terhadap istri. Baik hak maupun kewajiban, keduanya harus betul-betul diperhatikan dan dikomunikasikan dengan baik, agar tidak timbul benih-benih masalah yang bisa membuat hubungan menjadi kurang baik.
Hak-hak Suami
Dalam Islam, perempuan dan laki-laki memiliki kedudukan yang sama karena keduanya memiliki perannya masing-masing dalam menjaga keutuhan rumah tangga. Namun tetap, suami memiliki kelebihan atas istrinya. Sebagaimana dikatakan dalam surat Al-Baqarah ayat 228 yang berbunyi, “Dan mereka (para wanita) memiliki hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang pantas. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”
Hak-hak suami yang harus dipenuhi oleh istri hanyalah hak-hak yang bersifat non-material, karena menurut hukum Islam, istri tidak dikenakan kewajiban material yang signifikan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Lebih lanjut, dalam Islam, lebih diutamakan agar istri tidak bekerja mencari nafkah jika suami mampu memenuhi semua kebutuhan keluarga dengan baik.
Tujuan dari prinsip ini adalah agar istri dapat fokus dan mengabdikan dirinya untuk melaksanakan tugas-tugasnya dalam membina keluarga yang sehat dan mendidik generasi yang berakhlak baik. Meski begitu, hal ini tidak berarti bahwa Islam menginginkan agar istri terkekang di rumah dan tidak memiliki pengalaman di dunia luar. Yang diinginkan adalah agar istri tidak harus menanggung tambahan beban dengan mencari nafkah untuk keluarga.
Nah, buat kamu para calon istri, sudah tau belum apa saja hak-hak suami yang patut mereka dapatkan? Ibarat sebuah “do’s” and “don’ts”, berikut beberapa hak suami yang masuk ke daftar “do’s” kamu.
Menghormati dan Taat kepada Suami
Tidak main-main loh, di dalam perintah untuk menghormati dan menaati suami, ada balasan surga yang kelak akan diterima oleh sang istri. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, “Apabila seorang wanita mau menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan taat terhadap suaminya, maka akan dikatakan kepadanya (di akhirat), ‘Masuklah ke Surga dari pintu mana saja yang engkau kehendaki.” Dari hadits ini, secara tegas Rasul menyatakan bahwa siapapun istri yang berbakti kepada suaminya, maka surga adalah balasan yang setimpal untuknya.
Tapi ingat ya, ketaatan ini hanya berlaku pada sesuatu yang baik saja. Karena jika suami kamu kelak mengajakmu atau memintamu melakukan kemaksiatan atau sesuatu yang melanggar perintah Allah, maka tugas kamu sebagai istri adalah untuk menasihatinya, dan menolaknya secara perlahan. Begitu pentingnya untuk menaati suami, karena suami adalah penentu kemana kamu akan tinggal di akhirat kelak, ke surga atau ke neraka. Wah, ternyata sepenting itu ya untuk menaati perintah suami!
Karena dalam sebuah hadits lain yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang sifat wanita penghuni Surga, “Wanita-wanita kalian yang menjadi penghuni Surga adalah yang penuh kasih sayang, banyak anak, dan banyak kembali (setia) kepada suaminya yang apabila suaminya marah, ia mendatanginya dan meletakkan tangannya di atas tangan suaminya dan berkata, ‘Aku tidak dapat tidur nyenyak hingga engkau ridha.’” Kamu sendiri, sudah siap untuk terus belajar dan saling memahami sama sang suami?
Menjaga Kehormatan dan Memelihara Kemuliaan
Dalam surat Al-Baqarah ayat 187 dijelaskan bahwa pasangan suami istri adalah pakaian bagi pasangannya satu sama lain. Kenapa pakaian? Kenapa bukan perhiasan atau kendaraan? Karena pakaian adalah penutup diri dari segala hal, termasuk keburukan dan aib, dan juga penjaga dari sesuatu yang buruk. Maka sudah sepatutnya bagi suami maupun istri untuk saling menjaga kehormatan dan memelihara kemuliaan satu sama lain.
Hal ini dijelaskan oleh firman Allah dalam Alquran Surat An-Nisa ayat 34 yang berbunyi, “Sebab itu, maka wanita yang shalih, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” Melalui ayat ini, Ia ingin menegaskan salah satu golongan wanita yang dikategorikan sebagai wanita shalihah adalah mereka yang berbakti kepada Allah dan juga suami mereka.
Sudah sepatutnya kamu sebagai istri menjalankan ketaatan kepada Allah dengan penuh kesetiaan dan begitupun kepada suamimu. Selain itu, kamu juga harus berupaya untuk menjaga segala hal yang menjadi tanggung jawab kamu. Dan melakukannya dengan penuh dedikasi, berharap agar Allah memberikan bimbingan dan pertolongan-Nya.
Berhias untuk Suami
Memang tidak setiap hari kita akan berpakaian rapi layaknya akan pergi ke luar rumah. Tapi meskipun begitu, ternyata kita diwajibkan untuk mempercantik diri dan berhias untuk suami di rumah loh! Kita wajib menjaga penampilan ketika bersama dengan suami di rumah, dan sebisa mungkin tidak menampakkan muka masam atau keadaan tidak enak kepada suami.
Dari ‘Abdullah bin Salam Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik isteri ialah yang engkau senang jika melihatnya, taat jika engkau perintah dan menjaga dirinya dan hartamu di saat engkau pergi.”
Ketika suami pulang ke rumah, sebaiknya kamu sudah membersihkan diri dengan mandi, menggunakan minyak wangi, dan merawat diri agar selalu terlihat bersih dan wangi di hadapan suami. Berhias untuk suami tentu sangat dianjurkan, selama tidak melanggar hal-hal diluar syariat, seperti mencukur alis, merawat rambut, atau melakukan tindakan lain yang mempercantik diri. Bukan hanya diri kita aja yang senang ketika bisa tampil cantik di rumah, tapi suami juga!
Menjaga Harta Suami dan Bersedekah Atas Izin Suami
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang isteri menggunakan sesuatu pun dari hartanya kecuali dengan izin suaminya.” Salah satu tugas istri dalam menjaga harta suami adalah dengan tidak boros atau menghambur-hamburkan uang suaminya secara berlebihan dan tidak mubazir. Sebagai istri, kamu harus bisa bijaksana dalam mengelola keuangan keluarga untuk menjaga stabilitas finansial dan keberlanjutan keluarga.
Selain itu, dalam Islam, kamu sebagai istri diperbolehkan bersedekah dari harta suaminya, terutama jika istri juga bekerja dan memiliki penghasilan sendiri. Dengan bersedekah, kamu bukan hanya mendapat pahala dari Allah, tapi juga berkontribusi dalam amal kebaikan bersama suaminya. Hal ini menunjukkan pentingnya komunikasi dan sifat saling mengerti antara suami dan istri dalam menjalani kehidupan berkeluarga yang seimbang dan penuh dengan nilai-nilai agama.
Mendidik Anak dengan Kesabaran
Pernah mendengar istilah bahwa ibu adalah madrasah atau sekolah pertama bagi anak-anaknya? Begitu besar tanggung jawab seorang istri yang kelak menjadi seorang ibu, karena ia tak hanya membesarkan seorang anak saja, tapi juga sekaligus berperan dalam menyiapkan generasi unggul yang kelak akan taat pada agama. Maka dari itu, seorang istri patut bersabar ketika sedang mendidik anak, agar kelak anak itu tumbuh menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua.
Amar bin Utbah berwasiat kepada orang yang mendidik anaknya, “Wahai Abu Abd. Shamad, yang pertama harus Anda lakukan dalam memperbaiki anak-anakku adalah perbaikan dirimu sendiri karena mata mereka jeli dengan keberadaan dirimu. Kebaikan menurut mereka adalah apa yang Anda lakukan dan keburukan menurut mereka adalah apa yang Anda tinggalkan.”
Menjaga Rahasia Suami
Sebagai teman hidup, sudah sewajarnya pasangan suami istri saling menceritakan segala sesuatu kepada satu sama lain. Sebagai seorang istri yang juga menjadi pakaian untuk suaminya, kamu tidak boleh menceritakan rahasia suamimu kepada orang lain, bahkan ke orang tua kamu sekalipun. Bukan hanya perkara yang kecil, tapi juga segala sesuatu yang terjadi di dalam rumah tangga, baik aib hingga urusan ranjang.
Ketika salah satu istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan satu rahasia beliau kepada orang lain, beliau bahkan bersumpah untuk tidak mendekati istrinya selama sebulan penuh. Karena peristiwa ini, muncullah satu ayat di surat At-Tahrim ayat 3 yang berbunyi, “Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari isteri-isterinya suatu peristiwa. Maka tatkala si istri menceritakan peristiwa itu (kepada yang lain), dan Allah memberitahukan hal itu kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepada beliau) dan menyembunyikan sebagian yang lain.” Oleh karena itu, jagalah rahasia kamu dengan sebaik mungkin ya!
Di antara do’s di atas, kamu juga tidak boleh melakukan beberapa hal berikut:
Memasukkan Orang Lain ke Rumah kecuali Atas Izin Suami
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak kalian atas para istri adalah agar mereka tidak memasukkan ke dalam kamar tidur kalian orang yang tidak kalian sukai dan agar mereka tidak mengizinkan masuk ke dalam rumah kalian bagi orang yang tidak kalian sukai.” Dalam hadits ini dijelaskan, bahwa tidak diperkenan seorang istri mengizinkan tamu masuk ke dalam rumah tanpa seizin suami, terutama jika istri tidak yakin apakah suaminya akan setuju atau tidak. Tapi, jika tamu tersebut adalah kerabat suami atau kerabat kamu yang tidak memerlukan izin khusus dari suami, mereka boleh diperbolehkan masuk, selama mereka adalah mahram dari kamu sebagai istri.
Hal yang harus kamu ingat, jika tamu menyampaikan salam, maka kamu cukup menjawab salam dengan suara pelan dari dalam tanpa membuka pintu. Jika tamu menyadari bahwa ada penghuni di dalam dan meminta izin untuk masuk, maka kamu harus menjelaskan bahwa suami kamu sedang tidak ada di rumah dan oleh karena itu tamu tersebut tidak diperbolehkan masuk. Bukan tanpa alasan, karena hal ini dilakukan demi menjaga ketentraman rumah tangga kamu, dan menjauhkan keluarga kamu dari fitnah.
Melakukan Puasa Sunnah saat Suami di Rumah kecuali Atas Izin Suami
Mungkin akan ada masa dimana kamu ingin melakukan puasa sunnah seperti untuk membayar hutang haid atau nifas, namun kamu berpikir akan tidak enak menjalankannya karena suami sedang ada di rumah. Nah, ternyata memang tidak diperbolehkan seorang istri berpuasa, utamanya di luar puasa ramadhan, atau melakukan puasa tathowwu’, yakni puasa sunnah yang tidak ditentukan waktunya, tanpa izin atau ridha dari sang suami. Hal ini juga diperjelas oleh sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi, “Tidak boleh bagi isteri melakukan puasa (sunnah) sedangkan suaminya ada kecuali dengan izinnya.”
Alasannya adalah karena suami memiliki hak untuk bersenang-senang dengan kamu sebagai istrinya, ketika ia di rumah. Dan hal tersebut tidak bisa dihalangi atau ditunda oleh sesuatu yang sunnah dan bisa ditunda, seperti puasa sunnah misalnya. Jadi, jika kamu ingin melakukan puasa sunnah, sebaiknya saat suami kamu sedang tidak ada di rumah ya!
Menolak Ajakan Hubungan Intim
Salah satu hal yang tidak boleh ditolak oleh seorang istri adalah ketika suami mengajak untuk berhubungan intim. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadits yang berbunyi, “Apabila seorang suami mengajak isterinya ke tempat tidur, tapi ia menolak untuk datang, lalu sang suami marah sepanjang malam, maka para Malaikat melaknatnya (sang istri) hingga datang waktu pagi.”
Namun, ada kondisi-kondisi tertentu di mana kamu bisa menolak untuk berhubungan badan, seperti saat sedang haid, atau saat kamu sedang sakit. Pastikan kamu membicarakan baik-baik alasan penolakan kamu kepada sang suami, agar ia bisa memaklumi ya.
Karena jika suami marah atau tak senang hati, bukan hanya dilaknat oleh malaikat hingga pagi, tapi juga kamu akan tak mendapat ridha sang suami, dan bisa jadi komunikasi kamu dan suami malah akan memburuk. Jadi sebaiknya, jika memang tidak ada hal yang mendesak, maka jangan ditolak ya.
Membebani Suami atas Sesuatu
Dalam surat At-Thalaq ayat 7, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan kepadanya.” Ayat ini menjelaskan, bahwa seorang istri seharusnya tidak menuntut atau meminta sesuatu yang melebihi kemampuan suami dalam memberikan nafkah atau sesuatu yang melampaui batas tradisi yang berlaku, meskipun suami memiliki kemampuan finansial untuk memenuhi permintaan tersebut. Prinsip ini mencerminkan prinsip keadilan, pengertian, dan keseimbangan dalam hubungan suami-istri.
Seorang suami wajib menafkahi istri sesuai dengan kemampuannya, dan juga memperlakukan istri dengan baik. Di sisi lain, istri juga harus menjaga hak-hak suaminya dan tidak menuntut sesuatu yang berlebihan atau melebihi kemampuan suami. Prinsip keseimbangan dan keadilan ini menekankan bahwa pasangan suami istri harus saling memahami, menghormati, dan menjalankan hak dan kewajiban masing-masing dengan baik. Kalau saling pengertian begini, rumah tangga dijamin akan selalu harmonis dan minim pertengkaran. Ingat, kuncinya bersyukur.
Selain itu, selalu tanamkan di dalam hati, bahwa apa-apa yang menjadi hak suami, otomatis menjadi kewajiban kamu sebagai istri. Untuk itu, penuhi segala hal yang memang menjadi tugas kamu, dan jauhi segala hal yang bisa membuat suami kamu tidak ridha ya! Tentu, hal ini dilakukan demi keberlangsungan rumah tangga kalian, yang semoga akan kekal hingga ke Jannah-nya, aamiin!