Pernikahan adat Jawa adalah salah satu pernikahan tradisional Indonesia yang terkenal memiliki ritual panjang. Dimulai dengan pasang tarub, nyantri, siraman, dan masih ada langkah selanjutnya. Pun, masing-masing prosesi memiliki makna yang dalam, tak terkecuali siraman.
Sejatinya, tidak hanya adat Jawa saja yang memiliki momen siraman, yakni adat Sunda dengan langkah-langkah yang tak jauh berbeda. Nah, apabila kamu dan pasangan memutuskan untuk menggunakan pernikahan adat Jawa lengkap dengan siraman, akan lebih baik jika mengetahui makna dan urutannya lebih dulu 'kan? Biar makin mantap menikah dengan adat Jawa, yuk, simak dulu penjelasan lengkapnya di bawah ini!
Pengertian Prosesi Siraman
Apa itu prosesi siraman adat Jawa? Nah, siraman adalah upacara yang dilakukan sebelum upacara panggih dan akad nikah. Siraman sendiri berasal dari bahasa Jawa, siram, yang berarti mandi. Dapat disimpulkan bahwa siraman adalah prosesi memandikan calon pengantin.
Bukan tanpa tujuan, maksud dari upacara siraman adalah menyucikan calon mempelai baik secara lahir maupun batin. Nah, biasanya siraman tersebut dilaksanakan antara pukul 10.00-11.00 atau saat sore dilakukan antara pukul 15.00-16.00 dan dilanjutkan dengan Upacara Midodareni.
Orang yang terlibat dalam prosesi siraman
Selain berniat menyucikan calon mempelai, makna siraman juga bisa diartikan bahwa hal-hal negatif yang menempel pada kedua mempelai telah luruh dan siap menyambut kehidupan yang baru. Makna sekaligus doa baik pernikahan ini dihantarkan oleh para pinisepuh atau orang yang dituakan lewat gebyuran air kepada para pengantin.
Tidak semua yang dituakan akan diminta memandikan pengantin. Selain orang tua, biasanya dipilih mereka yang sudah menjadi kakek-nenek atau sudah berkeluarga dan dipandang sebagai sosok yang berbudi pekerti luhur. Hal ini supaya kedua mempelai mendapatkan berkah dan menjadi orang yang lebih baik setelah menikah.
Dalam siraman adat jawa, dinilai bahwa semakin banyak yang memandikan maka akan semakin banyak juga doa yang didapat. Meski begitu, demi menjaga kesehatan calon pengantin dibatasi hanya 7 orang yang memandikan.
Benda yang dibutuhkan dalam Upacara Siraman
Siraman tak terlepas dari berbagai benda dan sesaji yang dibutuhkan untuk berlangsungnya acara. Benda-benda ini wajib ada karena memiliki makna yang penting menurut adat Jawa.
Air
Air untuk proses memandikan calon mempelai tak bisa sembarangan. Sebaiknya diusahakan diambil dari tujuh sumber mata air dan tak boleh berasal dari air PAM, melainkan air tanah langsung.
Makna dari air tersebut adalah supaya pengantin kembali suci. Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa campuran ketujuh sumber mata air tersebut bisa menjadi perlambang adanya harapan kehidupan baru yang saling tolong menolong.
Kembang Setaman
Tradisi siraman tak boleh dilakukan tanpa adanya kembang setaman. Kembang setaman ini berisi melati, kantil, mawar merah, mawar putih, kenanga, dan sedap malam. Bunga-bunga tersebut diambil kelopaknya, lalu ditabur di atas air siraman.
Makna dari kembang setaman tidak hanya memberi aroma pada air, tapi juga menjadi doa agar keluarga yang akan dibina senantiasa dijalani dengan ketulusan dan dinamis.
Konyoh Manca Warna
Jangan dikira kalau pengantin akan dimandikan dengan sabun yang bisa dipakai mandi sehari-hari karena mereka akan dipakaikan konyoh manca warna. Konyoh manca warna adalah lulur atau bedak basah yang memiliki manca warna atau dalam bahasa Indonesia artinya lima warna.
Lulur tradisional adalah bagian dari perawatan diri jelang pernikahan ini dibuat dari bahan-bahan alami yang baik untuk kulit yakni kencur dan tepung beras yang dicampur dengan pewarna makanan. Lima warna yang dipakai dalam siraman adat jawa ini adalah merah, putih, kuning, biru, dan hijau.
Landha Merang, Santel Kanil, dan Banyu Asem
Bukan hanya bagian badan yang disiram, tapi juga dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dalam upacara ini, biasanya menggunakan landha merang sebagai shamponya, santen kanil berguna untuk menghitamkan rambut, dan banyu asem untuk kondisioner.
Kelapa Tua Dua Buah
Acara Siraman tidak akan lengkap tanpa adanya dua buah kelapa tua yang diikat jadi satu menggunakan sabut kelapa. Kedua kelapa tersebut lantas dimasukkan ke dalam air kembang setaman. Punya makna yang dalam yaitu agar sepasang pengantin senantiasa hidup berdampingan dengan rukun sampai akhir hayat.
Slemek lungguh
Slemek lungguh atau dalam bahasa Indonesia artinya alas duduk. Slemek tersebut dibuat dari kain mori yang berjumlah satu lembar, klasa bangka atau tikar dari anyaman daun pandan, jarik satu lembar, dan dedaunan yang terdiri dari daun turi, alang-alang, eri kemarung, daun kara, daun kluwih, daun awar-awar, daun apa-apa, dlingo bengle, dan daun dhadhap srep.
Jarik
Jarik merupakan istilah bahasa Jawa yang bermaksud kain batik. Nah, jarik tersebut bisa juga digantikan dengan kain empat warna atau bango tulak yuyu sekandhang yang tak lain adalah kain lurik tenun dengan warna putih, bergaris hitam, dan jingga.
Kain Mori dan Batik
Siraman juga membutuhkan kain mori sejumlah satu lembar dengan ukuran kisaran dua meter. Kain mori ini menjadi perlambang kesucian dan kepasrahan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Nantinya, kain batik akan jadi slemek sebelum pemakaian kain mori.
Kain Dua Warna
Bagian dari baju siraman, siapkan juga kain dua warna yang disebut grombol dan nagasari. Kain motif grombol memiliki makna harapan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki, kasih sayang, kebahagiaan, dan kehidupan yang rukun.
Sementara kain motif nagasari adalah perlambang dari kesetiaan, kemakmuran, dan kesuburan yang abadi. Nah, apabila sulit dalam mencari kain dengan kedua motif tersebut, bisa diganti dengan motif lain asalkan maknanya sama baik. Sebut saja seperti sidoluhur, sidomukti, atau sidoasih.
Kendi
Barang yang dibutuhkan untuk upacara siraman adat Jawa berikutnya adalah kendi. Kendi yang semula berisi air untuk siraman ini nantinya akan dipecahkan setelah prosesi siraman.
Sesaji
Upacara pernikahan adat Jawa tak lepas dari adanya sesaji. Yaitu:
tumpeng robyong
tumpeng gundhul
dhahar anyep-anyepan
pisang raja salirang
pisang pulut salirang (isi genap)
pala gumantung
pala kependhem
pala kesimpar
empluk-empluk diberi bumbu pawon komplit
1 butir telur ayam kampung
kelapa tanpa kulit
gula jawa setangkep
cuplak ajug-ajug sebagai obor
kembang telon
jenang werna pitu
jajan pasar (jadah, wajik, jenang dodol, kacang tanah rebus, dan ayam jago satu ekor)
Urutan Upacara Siraman
Menabur kembang setaman dalam pengaron (wadah air untuk siraman) yang telah diisi air untuk siraman. Dilanjutkan dengan menenggelamkan dua buah kelapa yang telah diikat dengan sabut ke dalam pengaron.
Orang tua atau wali menjemput calon pengantin yang telah mengenakan busana siraman dari kamarnya. Calon pengantin akan digandeng dan diapit menuju lokasi siraman. Sementara itu para sesepuh bertugas membawa keperluan seserahan di belakang calon pengantin dan orang tuanya.
Diawali dengan doa, siraman pengantin lantas dimulai dengan orang tua menyirami calon mempelai. Dimulai dari sang ayah, diikuti oleh ibu, dan para sesepuh secara bergantian. Dalam proses tersebut, sekalian calon mempelai meminta berkah dan restu.
Siraman lantas diakhiri oleh juru rias, dukun pernikahan, atau sesepuh yang telah ditunjuk pihak keluarga. Mereka akan mengeramasi sampai bersih, sampai dengan meluluri seluruh tubuh. Kemudian, calon pengantin memanjatkan doa sambil mengucurkan air kendi untuk berkumur sebanyak tiga kali.
Air kendhi juga dikucurkan untuk membasuh kepala, muka, telinga, leher, tangan, dan kaki yang masing-masing sebanyak tiga kali. Ketika air kendi habis, juru rias atau pihak sesepuh akan memecah kendhi di depan kedua orang tua mempelai dan berkata "wis pecah pamore". Arti dari kalimat tersebut adalah pengantin sudah bukan lagi remaja, melainkan orang dewasa. Ada juga yang memaknai bahwa pecah pamor artinya pesona pengantin kian memancar dan akan kian menawan setelah menikah.
Terakhir dari upacara siraman adalah membawa calon pengantin menuju kembali ke kamar. Sang calon mempelai kembali didampingi oleh orang tua dan dibantu mengeringkan badan untuk bersiap melaksanakan prosesi selanjutnya, upacara ngerik.