Siapa yang tidak suka melihat pakaian adat khas Bali yang dikenakan oleh pengantin Bali di hari pernikahannya? Warna-warninya yang mencolok, riasan yang bold dan juga aksesoris serta ornamen-ornamen pendukung lainnya yang tampak indah berpadu antara satu dan yang lainnya.
Tak hanya terlihat indah, tapi warna-warni yang didominasi oleh warna emas di pakaian adat pernikahan Bali ini juga membuat tampilan sang pengantin tampak begitu mewah. Dan tidak sembarangan pula, karena semua hal yang dikenakan dari ujung kepala hingga ujung kaki merupakan wujud kepatuhan masyarakat Bali pada Sang Hyang Widhi.
Payas agung, pakaian adat khas Bali ini menjadi pakaian yang dikenakan para pengantin bersuku Bali. Pakaian ini ternyata tidak bisa dipakai di acara sehari-hari dan juga digunakan secara sembarangan. Sebab, payas agung hanya digunakan pada saat waktu-waktu tertentu saja, salah satunya adalah pada saat dua orang mengikat janji suci mereka di acara pernikahan.
Wah, ternyata baju tradisional ini punya sisi lain yang menarik ya! Supaya kamu tidak salah mengenakannya, ketahui dulu apa itu payas agung dan filosofi dibalik kemegahannya.
Apa itu Payas Agung?
Bila dalam pernikahan suku Jawa atau Sunda kita mengenal istilah “paes”, maka dalam pernikahan di suku Bali kita mengenal dengan nama “payas”. Meski sama-sama bagian dari tata rias pengantin, namun payas yang dimaksud dalam payas agung lebih kepada cara berpakaian pengantin suku Bali di hari pernikahannya.
Payas agung sendiri merupakan salah satu bentuk payas yang khas dan istimewa di Bali. Selain payas agung, ada dua jenis payas lainnya, yaitu payas madya dan payas alit atau nista.
Berbeda dengan payas madya dan payas nista yang bisa digunakan di acara sederhana yang tidak terlalu sakral dan tak memerlukan tata cara khusus. Payas agung justru hanya digunakan di acara adat seperti upacara pernikahan atau pawiwahan, upacara kedewasaan atau munggah deha, upacara potong gigi atau metatah, upacara ngaben atau pitra yadnya dan upacara adat lainnya.
Ini menunjukkan bahwa yang membedakan payas agung dengan payas madya dan payas nista adalah tingkat keistimewaan dan keanggunan dalam berbusana sesuai dengan acara dan peristiwa yang sedang berlangsung.
Payas Agung di Masa Lampau
Karena hanya digunakan di waktu-waktu tertentu, di zaman dahulu payas agung menjadi busana yang menunjukkan strata sosial dan juga kedudukan seseorang. Penggunaan payas agung pada kala itu terbatas hanya untuk mereka yang berasal dari keluarga bangsawan atau orang-orang di Kerajaan Bali saja.
Hal ini mencerminkan hierarki sosial yang ketat di masyarakat Bali pada masa itu, di mana pakaian menjadi salah satu simbol status sosial yang sangat penting. Pemakaian payas agung yang hanya diperuntukkan oleh orang-orang pilihan menandakan kedudukan istimewa dan keanggunan yang diperlukan dalam lingkungan kerajaan.
Namun, perkembangan zaman telah membawa perubahan signifikan, dan saat ini, semua kalangan masyarakat di Bali memiliki kesempatan untuk mengenakan pakaian tradisional yang dulu hanya dikenakan oleh bangsawan ini. Hal ini mencerminkan perubahan sosial yang positif di Bali, di mana penghormatan terhadap budaya dan tradisi nenek moyang tetap ada dan dilaksanakan, namun pakaian tradisional tersebut telah menjadi lebih inklusif.
Ini adalah langkah positif dalam melestarikan dan mempromosikan budaya Bali, sambil memastikan bahwa semua lapisan masyarakat dapat merasakan kebanggaan dalam mengenakan pakaian tradisional yang seanggun dan seistimewa ini. Meski begitu, kamu tidak bisa sembarangan menggunakan baju dan segala aksesorisnya, karena kamu tetap harus mengenakan semuanya, sesuai dengan aturan yang ada.
Filosofi Mendalam dibalik Payas Agung
Mengenakan payas agung di hari pernikahan bukan hanya tentang keindahan dan kemegahannya saja, tapi ada makna yang jauh lebih mendalam daripada itu. Filosofi di balik pakaian adat Bali ini sangat erat terkait dengan ajaran Sang Hyang Widhi, yang merupakan konsep pemujaan kepada Tuhan dalam agama Hindu yang dianut oleh masyarakat Bali.
Pakaian adat Bali pada dasarnya mencerminkan prinsip-prinsip kepatuhan, ketenangan, dan kegembiraan yang dipercayai akan diberikan oleh Sang Hyang Widhi kepada umat Hindu yang tulus dalam keyakinan mereka. Di dalam payas agung, terdapat konsep “Tri Murti”, yang menggambarkan manifestasi Sang Hyang Widhi dalam bentuk tiga Dewa dengan peran dan fungsi unik masing-masing. Ketiga dewa ini adalah Dewa Brahma (sebagai Pencipta), Dewa Wisnu (sebagai Pemelihara), dan Dewa Siwa (sebagai Pelebur).
Dasar dari konsep pakaian adat Bali adalah ide "Tapak Dara" yang juga dikenal sebagai simbol Swastika. Simbol ini mencakup tiga angga yang disebut Tri Angga, dan masing-masing memiliki makna khusus:
1. Dewa Angga
Simbol Dewa Angga merujuk pada bagian pakaian yang berada di atas leher hingga ke kepala. Bagian ini adalah representasi dari hubungan manusia dengan dunia spiritual dan dewa-dewa. Dalam pemakaian pakaian adat Bali, Dewa Angga menunjukkan penghormatan kepada dewa-dewa dan pemahaman tentang peran mereka dalam kehidupan manusia.
2. Manusa Angga
Simbol Manusa Angga mencakup bagian pakaian yang berada di atas pusar hingga ke leher. Ini melambangkan hubungan manusia dengan sesama manusia, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam konteks pernikahan dan peristiwa penting lainnya. Pakaian pada Manusa Angga mencerminkan pentingnya hubungan antar individu dan komunitas dalam budaya Bali.
3. Butha Angga
Simbol Butha Angga merujuk pada bagian pakaian yang berada di bawah pusar hingga ke bawah. Ini mencerminkan hubungan manusia dengan alam dan makhluk lainnya, termasuk makhluk-makhluk mitos atau non-manusia seperti roh dan makhluk halus. Pakaian pada Butha Angga menunjukkan rasa hormat terhadap alam semesta dan makhluk-makhluk yang mendiaminya.
Seluruh konsep ini mencerminkan harmoni dan keseimbangan yang dianggap sangat penting dalam agama Hindu, yang merupakan ajaran utama di Bali. Pakaian adat Bali bukan hanya sekadar pakaian, melainkan juga sarana untuk mengungkapkan keyakinan, filosofi, dan nilai-nilai dalam budaya Bali yang mendalam dan kaya akan makna. Ternyata maknanya sangat mendalam dan tidak bisa dikenakan secara sembarangan ya.
Bukan hanya dengan Tuhan, setiap aksesoris dan ornamen mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki, memiliki arti dan filosofi yang erat kaitannya dengan aturan atau tata cara yang baik dalam perjalanan kehidupan pernikahan itu sendiri. Pemakaian payas agung dalam tradisi pernikahan Bali mencerminkan keseriusan dan persiapan pengantin dalam memasuki kehidupan pernikahan.
Ini bukan hanya sekadar pakaian yang indah, tetapi juga merupakan simbol dari nilai-nilai, keyakinan, dan komitmen dalam budaya Bali. Proses pemakaian Payas Agung memiliki beberapa tahapan yang memperkuat makna ini, dan tahapan-tahapan ini sering kali melibatkan persembahan, doa, dan ritual yang mendalam.
Dalam rangkaian upacara pernikahan, setiap elemen payas agung, termasuk mahkota, kain, dan aksesori lainnya, memiliki makna yang khusus. Misalnya, mahkota yang tinggi mencerminkan keanggunan dan kemewahan, sementara warna-warna cerah mencerminkan kebahagiaan dan kegembiraan dalam pernikahan. Berbagai aksesori yang digunakan oleh pengantin, baik wanita maupun pria, seperti gelang dan hiasan kepala, juga memiliki makna mendalam dalam konteks pernikahan.
Selain itu, pemakaian Payas Agung juga mencakup proses penjepitannya, di mana setiap elemen pakaian dilekatkan atau dililitkan satu per satu secara cermat. Proses ini melibatkan peran penting dari para pandita atau pendeta Hindu yang memandu upacara pernikahan.
Setiap langkah dalam proses ini adalah bagian dari ritual yang melibatkan persembahan dan doa, serta menandakan perjalanan menuju pernikahan yang suci dan penuh makna. Dengan demikian, Payas Agung Pengantin Bali bukan hanya sekadar pakaian, melainkan ekspresi dalam bentuk pakaian dari nilai-nilai, budaya, dan spiritualitas yang mendalam dalam masyarakat Bali.
Karakteristik Payas Agung
Di hari pernikahan, payas agung menjadi simbol penting dari keanggunan dan keelokan, dan dipilih untuk menghormati keberlangsungan hidup dan kebahagiaan pasangan yang bersatu. Payas agung menjadi sebuah paket lengkap untuk menampilkan kekayaan budaya dan nilai-nilai agama dan sosial yang mendalam dalam masyarakat Bali itu sendiri.
Pakaian tradisional ini sering didominasi oleh warna emas yang mencolok, serta mahkota pengantin perempuan yang tinggi dan menjulang. Wanita yang mengenakan pakaian ini terlihat sangat anggun, cantik, dan elegan, sementara laki-laki yang mengenakan payas agung nampak bak seorang raja yang berwibawa.
Pakaian tradisional ini secara tidak langsung bukan hanya mencerminkan keindahan visual khas Pulau Dewata saja, tetapi juga membawa makna mendalam dalam setiap bahan dan ornamennya.
Pentingnya payas agung juga tercermin dalam tata rias khas Bali yang melibatkan penggunaan aksesoris dan tata rias wajah yang sangat rumit namun begitu indah. Payas agung menuntut pemakaian perhiasan yang sangat berkilauan, seperti mahkota dan kalung, serta tata rias wajah yang bold. Dengan begitu, akan terpancar tampilan yang anggun dan istimewa yang sesuai dengan makna acara tersebut.
Payas agung tidak hanya menjadi lambang keanggunan, tetapi juga simbol persembahan dan penghormatan kepada dewa-dewi serta leluhur dalam tradisi Bali. Serupa tapi tak sama, beberapa daerah di Bali memiliki beberapa jenis tampilan payas agung yang memiliki kesamaan dan perbedaan dalam hal bentuk, seperti Payas Agung Karangasem, Buleleng, Tabanan, dan Badung.
Payas Agung pada Pengantin Wanita dan Laki-laki
Proses pemakaian Payas Agung dalam pernikahan Bali adalah serangkaian tindakan yang penuh dengan simbolisme dan makna. Setiap elemen dalam proses pemakaian payas agung tidak hanya menciptakan penampilan yang luar biasa dan mempesona, tapi juga mencerminkan nilai-nilai budaya, spiritualitas, dan harapan yang mendalam dalam pernikahan Bali.
Ada beberapa tahap pemakaian Payas Agung untuk pengantin wanita, di antaranya:
1. Pemasangan mahkota
Langkah pertama adalah pemasangan mahkota, yang terdiri dari bunga kap emas, sandat emas, empak-empak emas, dan petitis emas. Mahkota ini adalah simbol kemurnian, keabadian, kebahagiaan, dan keelokan dalam pernikahan.
2. Penekep pusung
Setelah mahkota dipasang, penekep pusung digunakan untuk menutupi pusungan pengantin. Ini adalah elemen penting dalam proses pemakaian payas agung dan sering kali digunakan sebagai penutup kepala yang elegan.
3. Tata rambut dengan gelung agung
Gelung agung merupakan tatanan rambut yang indah dan rumit, menciptakan penampilan yang sangat istimewa, yang merupakan ciri khas dan pakem dalam payas agung.
4. Penggunaan kain tapih panjang
Pengantin wanita akan mengenakan kain tapih panjang yang melilit dari dada hingga jari kaki. Ini adalah bagian penting dari pakaian adat Bali yang menampilkan kemegahan dan keelokan.
5. Kemben dan kamen prada
Kamen prada digunakan sebagai penutup dada, sementara kemben digunakan untuk menutup hingga mata kaki. Kamen prada dan kemben adalah elemen penting dalam payas agung dan mencerminkan kesopanan dan keanggunan.
6. Aksesoris
Pengantin wanita akan mengenakan aksesoris seperti subeng atau cincin di telinga, pending atau semacam ikat pinggang di pinggang, cerik atau gelang di bahu sebelah kiri, dan gelang satru di pergelangan tangan. Aksesoris ini menambahkan keindahan dan kemegahan pada tampilan pengantin.
Riasan Srinata: Riasan yang digunakan bersama payas agung disebut srinata, dengan lengkungan simetris pada bagian kening untuk menciptakan penampilan yang bersahaja. Bagian kening akan diberi bindi, yang dalam agama Hindu dianggap sebagai simbol penanda cinta, kecantikan, kemakmuran, kehormatan, dan sebagai penangkal nasib buruk.
Tidak berbeda dengan pakaian pengantin wanita, pakaian pengantin laki-laki dalam tradisi pernikahan Bali juga sangat kaya akan detail dan makna yang mencerminkan kemegahan. Dan berikut adalah elemen-elemen pakaian dan aksesoris yang digunakan oleh pengantin laki-laki:
Mahkota: Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, mahkota adalah salah satu elemen utama dalam pakaian pengantin, baik pria maupun wanita. Mahkota ini terbuat dari susunan bunga kap emas dengan bunga kap emas sebagai penutup di bagian atasnya. Mahkota menciptakan penampilan yang sangat khas dan memberikan sentuhan kemegahan.
Jas beludru bermotif prada: Jas ini seringkali memiliki desain yang indah dan sangat mewah, dan menjadi elemen penting untuk menciptakan penampilan pengantin laki-laki yang menawan.
Lilitan kain songket: Tak hanya pengantin wanita, pengantin pria juga mengenakan lilitan kain songket yang merupakan kain tradisional Bali yang sering kali memiliki motif yang khas dan rumit.
Keris: Tak lupa, pengantin pria juga membawa keris, sebuah pisau tradisional yang memiliki makna simbolis dalam budaya Bali. Keris diselipkan di bagian punggung pengantin dan sering dianggap sebagai simbol keberanian dan kehormatan.
Pakaian pengantin pria dalam Payas Agung menciptakan penampilan yang sangat istimewa, dengan kombinasi jas beludru, kain songket, dan aksesoris seperti keris dan mahkota. Setiap elemen pakaian ini memiliki makna budaya dan simbolisme yang dalam dalam tradisi Bali. Penampilan pengantin pria mencerminkan kekayaan warisan budaya Bali dan menciptakan tampilan yang sangat megah.
Di balik warna-warni pakaian pernikahan tradisional adat Bali, ternyata terkandung makna yang sangat mendalam. Tidak hanya tentang hubungan sang pengantin wanita maupun laki-laki terhadap diri mereka kepada manusia sekitar, tapi lebih jauh dan lebih dalam lagi, kepada Tuhan yang dianut di kepercayaan mereka, yakni Sang Hyang Widhi.
Meski pakaian ini dulunya hanya bisa dikenakan oleh para bangsawan, tapi kini kamu bisa ikut mengenakannya juga kok di hari bahagia kamu dan pasangan! Dijamin tampilan kamu dan suami akan terlihat bak raja dan ratu Kerajaan Bali, deh!