Simbol utama dari suatu kebudayaan adalah pakaian adatnya, karena setiap ornamen yang melengkapi busana tersebut memiliki makna. Biasanya, pakaian adat digunakan di berbagai acara penting, salah satunya pernikahan. Karena kewajiban melestarikan budaya Indonesia, banyak pengantin menggunakan pakaian adat sebagai salah satu busana pernikahan.
Salah satu pakaian adat Indonesia yang cantik dan sarat akan makna adalah baju pengantin Bali. Provinsi Bali masih menganut sistem strata di dalam agama Hindu dan itu juga mereka terapkan di pakaian adatnya. Di dalam adat Bali, busana daerah memiliki stratanya sendiri.
Menurut Dr. Dra. A.A. Ayu Ketut Agung, M.M., dan Ade Aprilia di dalam buku berjudul ‘Tata Rias Pengantin Bali’, baju adat Bali memiliki tiga tingkatan, diantaranya: Payas Nista – pakaian adat sederhana dan biasanya dipakai oleh kasta sudra. Kemudian, Payas Madya – baju adat Bali dengan tampilan lebih mewah. Terakhir, Payas Agung – berada pada posisi paling atas dan merupakan baju pengantin Bali paling mewah.
Namun, tingkatan baju adat Bali tersebut tidak lagi dikhususkan sesuai golongan masyarakatnya, melainkan hanya sebagai penanda tampilan setiap ornamennya. Baju pengantin Bali dari golongan Agung pun sudah dapat digunakan oleh siapa saja.
Makna busana adat Bali
Setiap pakaian adat Bali menganut ajaran Sang Hyang Widhi, yakni Tuhan yang dipercayai akan memberikan kedamaian, kegembiraan, dan keteduhan bagi seluruh umat, termasuk busana pernikahannya.
Setiap busana pernikahan Bali merupakan lambang kepatuhan umat kepada Sang Hyang Widhi dengan konsep Tapak Dara (swastika) yang disebut Tri Angga, yaitu:
Dewa Angga: Dari leher ke kepala,
Manusa Angga: Dari atas pusar sampai ke leher,
Bhuta Angga: Dari pusar sampai bawah.
Jadi, setiap ornamen dalam busana pernikahan Bali dan baju adat lainnya merupakan bentuk penghormatan umat Hindu pada Tuhannya. Maka, banyak masyarakat Bali menggunakan pakaian adat untuk kegiatan sehari-harinya, setidaknya Payas Alit/ Nista.
Ciri khas dan keunikan baju adat Bali
Masing-masing pakaian tersebut memiliki filosofi dan keunikannya masing-masing. Buat kamu yang berencana mengenakan pakaian adat Bali sebagai busana pernikahan, simak ulasan berikut ini sebagai bekal untuk mempertimbangkannya.
1. Payas Agung
Payas Agung hanya digunakan pada acara-acara tertentu, diantaranya pernikahan, pitra yadnya (ngaben), mesagih (upacara potong gigi), mungguh deha (upacara kedewasaan), dan kegiatan adat penting lainnya. Dahulu, hanya kalangan bangsawan yang bisa mengenakannya, tetapi kini semua masyarakat Bali bisa menggunakan Payas Agung untuk kegiatan adatnya.
Pada wanita, busana Payas Agung mengenakan kain panjang yang dililitkan dari dada hingga ke mata kaki. Untuk menutupi bagian dada hingga mata kaki, ia akan memakai kemben dan kamen didalamnya. Penggunaan busana Payas Agung identik dengan warna emas, riasan mewah, dan berbagai perhiasan untuk mempercantik pengantin wanita.
Pengantin wanita akan mengenakan cerik di bahu kiri, pending emas di pinggang, kana di bagian lengan atas, dan satru untuk pergelangan tangan. Dengan adanya tambahan perhiasan, mempelai wanita akan terlihat lebih anggun.
Kemudian, riasan wajah saat mengenakan baju pengantin Bali biasa berbentuk lengkungan di dahi atau serinatha untuk membuat tampilan lebih bersahaja. Tanda ini memiliki makna yang diyakini oleh umat Hindu sebagai simbol cinta, kemakmuran, kehormatan, dan penangkal nasib buruk.
Di semua adat, baju pengantin wanita memang jauh lebih mewah daripada pria. Begitupun baju pengantin Bali pria, hanya menggunakan jas beludru bermotif prada dan lilitan kain songket.
2. Payas Jangkep
Selain menggunakan Payas Agung, baju pengantin Bali juga bisa mengenakan Payas Jangkep. Berbeda dengan baju sebelumnya, Payas Jangkep mengharuskan pengantin wanita mengenakan perhiasan yang lebih lengkap, tetapi tidak semewah Payas Agung.
Karena sesuai namanya, Jangkep berarti busana dan riasan lengkap. Payas Jangkep bisa digunakan ketika lamaran, wisuda, dan acara formal lainnya. Berbeda, Payas Jangkep tidak menggunakan riasan serinatha di antara kedua alis dan bagian sanggul dihiasi oleh bunga segar dan emas.
Busana wanita tidak mengenakan kemben, tetapi kebaya brokat Bali dengan desain yang mewah. Sebelum mengenakan kebaya, diharuskan memakai korset atau bulang pasang sebagai simbol pengontrol emosi pada wanita. Untuk busana pria, cukup mengenakan kemeja safari dengan dua saku di kiri dan kanan bawah.
3. Payas Madya
Pernah melihat baju orang-orang Bali waktu sembahyang? Nah, baju-baju biasa tersebut dinamakan Payas Madya. Tampilannya tidak terlalu mewah dan lebih sederhana dibandingkan dengan dua baju sebelumnya.
Busana Payas Madya hanya menggunakan kebaya, kamen untuk menutup bagian tubuh, dan selendang. Busana Payas Madya untuk pria menggunakan kemeja safari, kamen, udeng, dan kain ampuh.
4. Payas Alit
Payas Alit merupakan pakaian adat bali paling sederhana. Masyarakat Hindu sering mengenakannya untuk acara atau kegiatan sehari-hari.
Dari keempat pakaian adat Bali tersebut, dua diantaranya bisa dikenakan untuk acara pernikahan, yaitu Payar Agung dan Payas Jangkep. Kebanyakan pasangan, mengenakan busana Payas Agung karena lebih mewah dan aura kecantikan mempelai wanita lebih terlihat mengenakan pakaian tersebut. Namun, sebagai pelengkap pernikahan seperti foto prewedding, keempat pakaian adat tersebut dapat digunakan.
Tata rias pengantin Bali
Pengantin Bali tidak hanya unik karena tata busana yang dikenakan saja, tetapi juga didukung dengan riasan wajah, rambut, dan perhiasan. Selain serinatha yang terletak di antara kedua alis, terdapat unsur-unsur penting dalam riasan pengantin Bali.
Serinatha, hiasan berbentuk bulan sabit (bulan dumanggal) untuk menandakan seseorang telah dewasa dan akan menuju kehidupan barunya.
Alis-alis, riasan pada bagian atas mata yang dibentuk dengan ujung runcing menggunakan pensil alis berwarna hitam. Alis mata dilukis menyerupai daun intaran. Bentuk tegas dan runcing memberi makna pengantin Bali akan menjalani kehidupan baru yang tidak berujung.
Riasan mata pengantin Bali biasanya menghindari warna merah karena menggambarkan hal negatif. Kebanyakan perias Bali akan menggunakan warna-warna cerah, seperti ungu, kuning emas, dan oranye. Selain mempercantik kelopak mata dengan warna-warna cerah, mempelai wanita juga dapat menggunakan eyeliner dan maskara untuk mempertegas keindahan riasan.
Untuk riasan bibir masih diperkenankan menggunakan warna merah untuk menyempurnakan penampilan pengantin wanita.
Baju pengantin Bali khususnya wanita tidak lengkap tanpa riasan rambut yang memiliki keunikan dan sarat makna. Tata rias rambut pengantin Bali wanita memiliki dua jenis, yaitu semi dan sanggul pusung songgeng.
Semi, tatanan rambut bagian depan yang dibentuk seperti engkug-engkugan (sunggar). Sunggar melengkung dari depan ke belakang telinga. Penataan rambut seperti ini sebagai lambang kedewasaan pada wanita.
Sanggul pusung songgeng, riasan rambut ini sebagai penyempurnaan bentuk dari Pusung Ngandang dan Pusung Ngebleg yang biasanya digunakan pada masa kerajaan. Sanggul pusung songgeng merupakan tempat untuk menopang aksesoris kepala yang melambangkan seorang wanita kuat dan mandiri.
Selain riasan wajah dan rambut, perhiasan yang dikenakan oleh pengantin wanita dengan busana Payas Agung juga cukup banyak. Sesuai dengan busana yang melambangkan kemewahan, perhiasannya pun terdiri dari berbagai macam jenis.
Penitis, aksesoris ini berbentuk seperti mahkota dan dipasang diantara serinatha dan semi. Penitis berbentuk seperti bulan sabit yang bermakna keagungan pada wanita.
Bunga empak-empak atau onggar yang dipasangkan di rambut setelah penitis sebagai lambang kekayaan agraris Bali Utara.
Kemudian, ada bunga tanjung emas berjumlah 21 dan dipasang meruncing ke atas di belakang onggar. Tiga diantaranya dipasang di bawah bunga segar belakang rambut. Bentuk bunga tanjung emas seperti teratai dan memiliki makna yang sama seperti empak-empak.
Bunga segar terdiri dari cempaka kuning, putih, dan kenanga yang disusun pada bagian belakang rambut di bawah pusungan. Selain memperindah riasan rambut, bunga-bunga ini sebagai simbol perlindungan para Dewa.
Bunga kap yang berbentuk segitiga, dipasangkan menghadap depan dan belakang sebagai simbol keagungan.
Bunga siratmaya dengan bentuk kelopaknya yang kecil akan menjadi penghias penitis dan dipasangakan sebanyak lima buah sebagai simbol kesucian.
Kancing pusungan, fungsi ornamen ini sama seperti namanya, sebagai pengikat untuk mengencangkan riasan rambut lainnya. Dengan bentuk bulat seperti cakra, kancing pusungan sebagai simbol pengikat perbuatan dan pikiran wanita agar terhindar dari hal buruk.
Gerigang awak pusung merupakan penghias badan pusungan dengan bentuk sekar tanjung untuk melambangkan kehidupan pernikahan dan doa agar selama menikah kedua pengantin mendapatkan kedamaian serta kebahagiaan.
Kemudian, di pelipis kanan dipasangkan telepek pelengan sebagai pelengkap dan tentunya memiliki makna tersendiri. Makna dari riasan ini sebagai pusat pandangan dan langkah perempuan setelah menikah.
Sudalama, berbentuk tetesan air untuk memberikan ketenangan dan pikiran agar pengantin taat kepada Tuhannya. Sudalama dipasangkan di antara alis mata.
Aksesoris lain yang akan dipasangkan pada beberapa bagian tubuh wanita adalah badong dan liontin dollar berwarna emas pada bagian leher, subeng cerorot untuk menghias telinga, gelang kana dan paris sebagai pelengkap perhiasan di bagian tangan, serta bungkung mirah di jari manis tangan kiri sebagai lambang penolak keburukan.
Terakhir, pada bagian pinggang dilingkarkan sabuk emas dengan ukiran serupa badong – cakra terukir.
Baju pengantin Bali akan tampak sempurna dengan riasan wajah, rambut, dan perhiasan yang dikenakan pada seluruh badan. Semua ornamen tersebut berbentuk doa kepada para Dewa agar pernikahan kamu dan pasangan selalu dilimpahkan keberkahan dan kebahagiaan. Jadi, ketika kamu memutuskan untuk menggunakan pakaian adat Bali sebagai salah satu busana pernikahan, jangan sampai ada bagian yang tertinggal, ya!