Pilih Kategori Artikel

14 Tradisi dalam Rangkaian Prosesi Pernikahan Adat Batak yang Begitu Bermakna
Diskon dan Penawaran Eksklusif Menantimu!
Kunjungi WeddingMarket Fair 10-12 Januari 2025
di Balai Kartini (Exhibition & Covention Center)

Menikah adalah impian banyak orang, sebuah momen sakral dimana sepasang kekasih menyatukan janji suci untuk menjalani kehidupan bersama sebagai suami istri. Pernikahan adalah sebuah ikrar yang tak hanya diucapkan antara seorang pria dan wanita namun juga dengan Tuhannya, janji bersama untuk sehidup semati dalam suka maupun duka. Di Indonesia sendiri, ada begitu banyak ragam adat istiadat dalam tradisi pernikahan. Salah satunya yang begitu unik yakni pernikahan adat Batak.

Pernikahan adat Batak selalu berhasil menarik perhatian. Bukan hanya karena terkenal dengan banyaknya tahapan dalam rangkaian prosesinya, tetapi juga terselip berbagai makna yang memberi banyak pelajaran kehidupan. Suku Batak sendiri merupakan salah satu suku dengan jumlah penduduk terbesar di Sumatera Utara, yang tak hanya terdiri dari satu suku tapi ada beberapa subsuku. Dalam keragaman multietnik masyarakat tersebut, setidaknya ada enam subsuku Batak yang terkenal, yakni Batak Toba, Karo, Angkola, Simalungun, Mandailing, dan Pakpak.

Jika ingin diuraikan secara rinci, komposisi masyarakat yang mendiami Sumatera Utara begitu kompleks. Selain orang Batak, ada pula suku Nias, Melayu, Aceh, Banjar, Tionghoa, India dan Arab yang ikut menyumbangkan keberagaman di wilayah ini. Namun, kali ini WeddingMarket akan membahas salah satu subsuku yang paling banyak di Sumatera Utara yakni Suku Batak Toba.

Sistem Perkawinan Adat Batak

wm_article_img

Pernikahan adat Batak Toba terkenal sebagai salah satu pernikahan termahal di Indonesia. Rangkaian prosesi pernikahan ini terdiri dari 14 tahapan yang bisa berlangsung selama berhari-hari. Dalam sebuah Jurnal yang diterbitkan oleh Universitas Diponegoro dijelaskan, pernikahan adat Batak Toba adalah perkawinan eksogami marga, dimana masyarakatnya melarang dengan keras perkawinan pasangan yang memiliki marga yang sama. Perkawinan yang ideal bagi masyarakat Suku Batak Toba adalah perkawinan antara pasangan marpariban, yaitu antara seorang anak laki-laki dengan putri dari saudara laki-laki ibunya.

Masih dalam jurnal yang sama disebutkan, pernikahan dalam adat Batak Toba mencakup aturan-aturan bermasyarakat dalam suatu struktur yang disebut Dalihan Na Tolu, yakni suatu kerangka yang meliputi hubungan-hubungan kerabat darah dan hubungan perkawinan yang mempertalikan suatu kelompok kekerabatan. Dalihan Na Tolu berarti tiga tungku, yakni melambangkan tiga unsur kekerabatan dalam adat Batak Toba, yang terdiri dari hula-hula (kelompok pemberi perempuan), dongan sabutuha (pihak semarga atau satu keturunan), dan boru (pihak penerima atau pembeli perempuan).

Secara kasarnya, pernikahan adat Batak Toba diartikan sebagai pembelian seorang perempuan dari kelompoknya, yang mana sebelumnya dilakukan transaksi pembayaran yang sama-sama disetujui oleh kedua belah pihak. Pada transaksi tersebut, pihak wanita memperoleh sinamot yaitu berupa sejumlah barang berharga atau uang yang diberikan untuk membayar sang mempelai wanita.

Dalam jurnal yang diterbitkan Universitas Riau (JOM FISIP Vol. 6: Edisi I Januari–Juni 2019), mereka memiliki sistem upacara perkawinan yang masih kental dengan unsur-unsur budaya Toba. Ketika dahulu sepasang laki-laki dan perempuan suku Batak Toba yang akan menikah kedua belah pihak harus memenuhi syarat-syarat perkawinan antara lain sebagai berikut :

  • Calon mempelai laki-laki dan perempuan tidak boleh berasal dari satu rumpun marga yang sama.

  • Mempelai wanita tidak boleh menikahi laki-laki yang mempunyai marga sama dengan ibunya.

  • Pihak mempelai wanita harus meminta izin dulu kepada Tulang (saudara laki-laki dari ibu) nya untuk menikah (meminta doa restu) karena pada dasarnya prinsip orang batak, Tulang sabbola ni Langit yang artinya Tulang setengah dari Langit.

  • Calon mempelai laki-laki harus sudah menyiapkan mahar atau yang sering disebut dengan sinamot.

Tahap-tahap dalam Prosesi Pernikahan adat Batak Toba

Adapun tata cara perkawinan adat Batak disebut dengan istilah Na Gok, yaitu pernikahan orang Batak secara normal berdasarkan ketentuan adat terdahulu yang melibatkan unsur Dalihan Na Tolu adalah sebagai berikut:

1. Mangaririt

Mangaririt adalah tahap persiapan pernikahan, dimana mempelai pria memilih gadis yang akan dijadikannya istri berdasarkan kriteria pribadi atau pilihan keluarganya. Tahap ini biasanya dilakukan apabila calon mempelai pria belum menemukan jodohnya karena sedang berada di perantauan atau terlalu sibuk sehingga tak sempat mencari pasangannya sendiri.

2. Mangalehon Tanda

Mangalehon tanda atau ‘memberi tanda’ adalah prosesi selanjutnya apabila mempelai pria telah menemukan wanita sebagai calon istrinya. Kedua mempelai kemudian saling memberikan tanda misalnya dari pihak pria memberikan uang kepada pihak wanita, sedangkan mempelai wanita membalasnya dengan menyerahkan kain sarung sebagai tanda keduanya telah terikat satu sama lain. Sang mempelai pria lalu memberitahukan hal tersebut kepada orangtuanya, kemudian orang tua dari pihak pria ini akan mengutus domu-domu (perantara) yang telah mengikat janji dengan putrinya.

3. Marhusip

Ritual selanjutnya disebut Marhusip, dapat diartikan sebagai berbisik. Pada prosesi ini dilakukan pembicaraan yang bersifat rahasia atau disebut juga sebagai perundingan antara utusan calon mempelai pria dengan wakil dari calon mempelai wanita. Biasanya yang didiskusikan pada marhusip adalah tentang mas kawin kedua mempelai. Hal ini tidak boleh diketahui secara umum karena dikhawatirkan akan terjadi kegagalan pada rencana pernikahan ini. Marhusip biasanya dilaksanakan di kediaman mempelai wanita.

4. Marhata Sinamot

Marhata sinamot adalah pembicaraan tentang sinamot dari pihak mempelai pria, serta berbagai hal lainnya seperti hewan apa yang akan disembelih, berapa banyak jumlah ulos, undangan yang akan disebar, dan lokasi upacara perkawinan akan digelar. Adat ini disebut juga sebagai acara perkenalan resmi antara kedua belah pihak keluarga.

5. Pundun Saut

Pada tahapan ini pihak kerabat pria tanpa hula-hula (pihak wanita) mengantarkan ternak yang sudah disembelih yang diterima oleh pihak parboru. Kemudian setelah acara makan bersama, dilanjutkan dengan pembagian Jambar Juhut (daging) kepada anggota kerabat. Acara pundun saut berakhir setelah pihak keluarga wanita dan pria bersepakat menentukan waktu pelaksanaan prosesi jelang pernikahan dengan adat Batak Toba selanjutnya, yakni martumpol dan pamasumasuhon.

6. Martumpol

Martumpol atau martuppol dapat dikatakan sebagai sebagai acara pertunangan bagi orang Batak yang beragama Kristen. Dimana pada prosesi ini kedua mempelai calon pengantin diikat dalam janji untuk melangsungkan pernikahan di hadapan pengurus jemaat gereja.

Upacara adat martumpol diikuti oleh orangtua kedua calon pengantin, kerabat serta para undangan lainnya.  Acara martumpol biasanya diadakan di dalam sebuah gereja, karena yang mengadakan menjalankan prosesi ini adalah calon pengantin Batak Toba yang beragama Kristen.

7. Martonggo Raja / Maria Raja

Tata cara pernikahan adat Batak Toba selanjutnya setelah martumpol disebut matonggo raja. Ini adalah prosesi pra-upacara adat bersifat seremonial, yang mutlak dilaksanakan oleh penyelenggara. Tujuannya untuk mempersiapkan segala hal terkait kepentingan pesta baik yang bersifat teknis maupun non teknis.

Pada saat acara martonggo raja biasanya semua dongan tubu (saudara) dikumpulkan, bahkan dihadiri pula oleh dongan sahuta (teman sekampung). Sebab pada acara ini, pihak hasuhaton (tuan rumah) sekaligus memohon izin kepada masyarakat sekitar untuk menggunakan fasilitas umum dan juga meminta bantuan untuk persiapan pernikahan tersebut.

8. Manjalo Pasu-pasu Parbagason

Selanjutnya sampailah pada ritual Manjalo Pasu-pasu Parbagason, yakni pemberkatan pernikahan kedua mempelai pengantin yang dilaksanakan di gereja oleh pendeta. Setelah pemberkatan pernikahan selesai, maka kedua pengantin telah dianggap sah menjadi sepasang suami istri menurut gereja. Setelah itu kedua belah pihak pulang ke rumah untuk mengadakan upacara adat Batak selanjutnya, yang mana acara tersebut dihadiri oleh seluruh undangan, baik dari pihak mempelai pria maupun wanita.

9. Marunjuk / Alaon Unjuk (Pesta Adat)

Meski telah dinyatakan sah sebagai suami istri menurut gereja, kedua mempelai juga menerima pemberkatan secara adat yaitu dari seluruh keluarga terutama kedua orangtua. Dalam upacara adat ini disampaikan doa-doa untuk kedua pengantin sembari ditandakan dengan pemberian ulos. Setelah pesta alaon unjuk selesai, pengantin wanita dibawa ke kediaman paranak (orangtua pengantin pria).

wm_article_img

10. Dialap Jual

Apabila pesta pernikahan akan digelar di kediaman mempelai wanita, maka dilaksanakanlah acara membawa pengantin wanita ke tempat mempelai pria, prosesi ini dinamakan dialap jual.

11. Ditaruhon Jual

Apabila pesta pesta pernikahan diselenggarakan di rumah mempelai laki-laki, maka pengantin perempuan diperbolehkan pulang ke tempat orangtuanya untuk kemudian diantarkan kembali oleh para namboru-nya, prosesi ini dinamakan ditaruhon jual. Dalam hal ini paranak (orangtua pengantin pria) wajib mengasih upa manaru (upah mengantar). Berbeda halnya dengan prosesi dialap jual, dimana upah manaru tidak diberlakukan.

12. Paulak Une

Paulak une disebut juga sebagai acara untuk saling berkunjung antara kedua belah pihak keluarga yang dilaksanakan berselang beberapa hari setelah upacara perkawinan digelar. Biasanya, pengantin akan mengunjungi rumah keluarga laki-laki terlebih dahulu, baru selanjutnya mengunjungi keluarga lain dari pihak perempuan. Pada kesempatan inilah pihak perempuan bisa mengetahui bahwa putrinya betah atau tidak tinggal di rumah mertuanya.

13. Manjae

Setelah beberapa waktu pengantin baru ini menjalani kehidupan berumah tangga, maka ia akan di-pajae, yaitu dipisah rumah (tempat tinggal) dan mata pencarian dari orangtuanya. Tradisi ini dilakukan pada mempelai pria yang bukan merupakan putra bungsu. Sementara itu, apabila ia merupakan anak paling bungsu, maka ia akan mewarisi rumah orangtuanya.

14. Maningkir Tangga

Setelah pengantin manjae atau tinggal di rumah mereka sendiri, orang tua beserta keluarga pengantin datang untuk mengunjungi kediamannya dan diadakan makan bersama, tradisi ini disebut Maningkir Tangga.

Itulah 14 prosesi pernikahan dalam Adat Batak Toba. Memang cukup panjang, ya?! Namun, setiap tahapan yang dilaksanakan memiliki maksud dan nilai-nilai yang begitu bermakna. Untuk itu, jika kamu merupakan keturunan Batak atau calon pasanganmu adalah orang Batak, jangan ragu untuk ikut melestarikan tradisi ini.

Selain itu, kamu perlu tau juga tentang tradisi mangulosi dalam pernikahan adat Batak. Dengan mengikuti prosesi adat seperti para orangtua terdahulu, tentunya pesta pernikahanmu akan menjadi lebih berkesan dan bermakna. Semoga dilancarkan segala persiapannya, ya!


sumber referensi: eprints.undip.ac.id | jom.unri.ac.id

Diskon dan Penawaran Eksklusif Menantimu!
Kunjungi WeddingMarket Fair 10-12 Januari 2025
di Balai Kartini (Exhibition & Covention Center)

Article Terkait

Loading...

Article Terbaru

Loading...

Media Sosial

Temukan inspirasi dan vendor pernikahan terbaik di Sosial Media Kami

Loading...