Indonesia memiliki lebih dari 700 suku bangsa dengan karakteristik dan ciri khasnya tersendiri. Keanekaragaman suku bangsa dan budaya Indonesia dapat tercermin dari aneka tarian tradisional yang tersebar di berbagai daerah di tanah air. Semuanya, memiliki keunikan masing-masing. Tahu gak? Ada lebih dari 3000 jenis tarian asli Indonesia, loh! Saking banyaknya, untuk lebih memudahkan dalam mempelajarinya, maka seni tari tersebut digolongkan ke dalam beberapa kategori.
Apabila melihat dari perspektif sejarah, jenis tari-tarian di Indonesia sebenarnya bisa digolongkan dalam tiga jenis, yaitu tari era kesukuan prasejarah, tari era Hindu-Buddha, dan tari era Islam. Sementara itu, jika mengambil sudut pandang dari aspek pendukungnya, maka tarian Indonesia dibedakan menjadi tari keraton dan tari rakyat. Sebelum kita mengulas berbagai tari tradisional pernikahan di negeri ini, ada baiknya lihat dulu yuk berbagai corak tarian yang ada. Supaya kamu juga bisa memahami darimana akar budaya seni tari itu berasal. Mari simak ulasannya berikut ini.
Tarian Bercorak Kesukuan Prasejarah
Dahulu kala, sebelum bangsa Indonesia bersentuhan dengan pengaruh kebudayaan asing, masyarakat kita sudah mengenal seni tarinya sendiri, loh. Pada zaman dahulu, tari-tarian ini dipergunakan sebagai gerakan ritual dalam upacara keagamaan. Mungkin kamu pernah mendengar, ada dukun yang menggunakan gerakan tari-tarian untuk menyembuhkan penyakit? Ada pula tarian untuk memanggil hujan, tarian perang dan tari-tarian lainnya yang dipercaya memiliki kekuatan dari alam.
Nah, ada juga tarian yang dipakai untuk pernikahan. Salah satunya adalah tarian pernikahan adat Jawa Barat, yakni tari merak, yang ternyata juga diilhami dari alam. Ciri tarian jenis kesukuan adalah menampilkan gerakan berulang-ulang, seperti tari Tor-Tor dalam suku Batak, Sumatera Utara. Tari-tarian kesukuan ini berkembang pada masyarakat yang memilih untuk tinggal di pedalaman, misalnya: di Sumatera ada suku Batak, Nias, Mentawai; di Kalimantan terdapat Suku Dayak, Punan, Iban; di Jawa ada Suku Baduy; Suku Toraja, Suku Minahasa dari Sulawesi; serta suku Dani, Asmat, Amungme yang mendiami Kepulauan Maluku dan Papua.
Tarian Bercorak Hindu-Buddha
Seiring perkembangan zaman, masuklah pengaruh Hinduisme dan Buddhisme di Indonesia, serta berbagai ritual suci dan seni yang dibawanya. Seperti kisah Mahabharata, Ramayana dan juga Panji yang menjadi ilham “Sendratari” atau tari-drama, yang masih dilestarikan hingga kini. Tarian yang mendapat pengaruh Hinduisme ini dapat kita lihat di Bali, berbagai tari yang menjadi bagian tak terpisahkan dari ritual suci Hindu Dharma.
Setiap tari sakral dan suci tersebut hanya dipergelarkan pada upacara-upacara tertentu, masing-masing ada peruntukannya dan ada aturannya. Untuk prosesi pernikahan sendiri, masyarakat Bali biasa menampilkan Tari Legong, Tari Baris, Tari Kecak atau Tari Pergaulan Joged Bungbung.
Tarian Bercorak Islam
Agama Islam baru masuk ke Indonesia sekitar abad ke-7 Masehi, jauh setelah kebudayaan Hindu-Buddha. Saat Agama Islam mulai masuk ke kepulauan Nusantara, tarian Dharma masih sangat populer di masyarakat, sehingga terjadilah akulturasi budaya keduanya. Seni tari yang masih menggunakan gaya dari era sebelumnya, kini telah mengalami penyesuaian.
Dari segi ceritanya, tarian ini telah mendapat penafsiran secara Islami, serta dari gaya busana, menjadi lebih tertutup mengikuti etika berbusana dalam ajaran Islam. Perubahan tersebut tampak sangat jelas, beberapa contohnya dalam tari persembahan dari Jambi. Para penari masih menggunakan beberapa ornamen khas masa Hindu-Buddha, seperti berbagai perhiasan emas dengan dekorasi rumit khas era itu. Namun, dengan pakaian yang lebih sopan dan tertutup sesuai dengan ajaran Islam.
Masuknya agama Islam memulai era baru dalam seni tari di nusantara. Contohnya, Tari Zapin Melayu dan Tari Saman Aceh, dari musik dan gayanya sangat bernuansa Arab dan Persia, dengan alat musik rebana, tambur dan gendang. Dipadukan dengan gaya lokal sehingga menjadi bentuk seni baru, generasi baru tarian era Islam. Tak hanya itu, senandung nyanyian dalam tarian bernuansa Islam juga mengutip doa-doa Islami dalam setiap baitnya.
Sejarah panjang kesenian tari di Indonesia tak berhenti sampai disitu saja. Di sisi lain, jika dilihat dari sisi pendukungnya, maka ada pula tari keraton yang berkembang di wilayah istana dan juga tarian rakyat. Bahkan hingga kini, jenis tarian ini masih bertahan dan terus dilestarikan. Yuk, lihat perbedaannya.
Tari Istana Keraton
Masyarakat Jawa mengenal beberapa jenis tarian berdasarkan strata atau pendukung di belakangnya. Seperti namanya, tari keraton adalah jenis-jenis tari yang berkembang di istana, golongan bangsawan kelas atas dan keturunanya turut melestarikannya. Sejak dahulu, masyarakat Jawa mengenal pembagian strata dalam kedudukan sosial di masyarakat, hal ini juga berlaku untuk seni tarinya.
Tari keraton sangat memperhatikan nilai-nilai kehalusan, unsur spiritual, keluhuran, dan keadiluhungan, dengan aturan-aturan ketat yang tak bisa seenaknya diubah. Perlindungan pihak keraton terhadap seni dan budaya tersebut tak lain untuk menjaga tradisi agar bisa terus diwariskan kepada generasi-generasi selanjutnya.
Sebagai contoh, tarian keraton Surakarta dan Yogyakarta lengkap dengan komposisi gamelan pengiring tarian tersebut. Selain itu, tarian istana juga terdapat dalam tradisi istana Bali dan Melayu. Sama halnya dengan tarian keraton, tari istana di daerah lain juga menekankan pada kehalusan, keagungan dan gengsi.
Bedanya, di Sumatera tarian istana dipengaruhi oleh budaya Islam, seperti tarian istana bekas Kesultanan Aceh, Kesultanan Deli (Sumatera Utara), Kesultanan Melayu Riau, dan Kesultanan Palembang (Sumatra Selatan), sedangkan di Jawa dan Bali, pengaruh budaya Hindu-Buddha lebih kental terasa.
Tari Rakyat
Jika tari keraton sifatnya ketat dan disiplin dari budaya luar, maka tarian rakyat justru sebaliknya. Tari rakyat bersifat lebih bebas dan terbuka terhadap berbagai pengaruh budaya lain, sebab tarian ini lebih mengutamakan unsur hiburan dan sosial. Amatlah kompleks jika kita ingin mengkajinya lebih dalam. Ringkasnya, tarian rakyat lebih dinamis, enerjik, dan lebih luwes karena tak terikat pada aturan-aturan ketat layaknya tarian istana atau keraton. Oleh sebab itu, tarian rakyat berkembang dan didukung oleh berbagai lapisan masyarakat. Contoh tari rakyat yakni Tari Ronggeng Jawa dan tari Jaipongan Sunda. Kedua jenis tarian ini lebih berfungsi sebagai hiburan dalam pergaulan di masyarakat. Selain itu, di Minahasa, Sulawesi Utara ada tari Poco-poco, kemudian ada juga tari Sajojo dari Papua.
Ragam Tari Tradisional Untuk Pernikahan di Indonesia
Tari tradisional Indonesia adalah wajah keanekaragaman tradisi dan budaya yang dimiliki oleh negeri ini. Begitupun untuk sebuah pesta pernikahan, tari dapat memberi warna tersendiri yang menambah esensi dan kesakralan pesta pernikahan adat. Tak jarang, kehadiran tarian pernikahan memberikan kesan lebih mewah dan menjadikan pesta pernikahan semakin hidup dan semarak. Mungkin kamu juga tertarik untuk memasukkan unsur tari dalam pernikahanmu? Jika demikian, beberapa jenis tarian tradisional dari berbagai daerah di tanah air berikut ini bisa jadi pilihan untukmu.
1. Tari Saman (Aceh)
Mari kita mulai dari daerah paling barat Indonesia, Aceh. Sebuah tari tradisional yang sangat populer dan sering ditampilkan pada acara-acara penting, seperti peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, pesta pernikahan adat Aceh, atau perayaan lainnya. Tari Saman, ciri khasnya menampilkan keserasian gerakan tangan, badan dan kepala, sementara kaki para penari tetap bergeming dan tak berpindah dari posisi duduknya.
Berbeda dengan jenis tari lainnya yang menampilkan lenggak-lenggok dan gemulai gerak tubuh sang penari. Dengan posisi penari duduk bersimpuh sejajar secara horizontal, berbagai ragam gerak bisa dihasilkan. Uniknya juga, dalam tarian yang sangat kental akan corak Islam ini, tak menggunakan alat musik pengiring sama sekali. Alih-alih, pertunjukan Tari Saman dibawakan dengan nyanyian indah dengan lantunan suara yang merdu menggunakan syair-syair berbahasa Aceh yang selaras dengan gerakannya.
2. Tari Tor Tor (Sumatera Utara)
Selanjutnya, kita akan melihat ragam tarian unik yang juga digunakan untuk memeriahkan sebuah pesta pernikahan, yakni Tari Tor Tor dari suku Batak, Sumatera Utara. Tarian yang sangat identik dengan musik gondang ini tak pernah absen dalam berbagai momen seremonial penting masyarakat adat Batak, seperti pemberian marga, peresmian rumah baru, pembangunan gereja, dan juga pernikahan.
Khususnya untuk pesta pernikahan adat Batak, penari Tor-Tor mengenakan ulos dan diiringi dengan alat musik gondang, serunai, suling, dan juga gong. Tari Tor Tor ditampilkan setelah prosesi kirab pengantin, sebagai penghormatan bagi sang penguasa alam, arwah para leluhur, dan juga para tamu undangan pada pesta pernikahan adat Batak tersebut.
3. Tari Pagar Pengantin (Sumatera Selatan)
Tari Pagar Pengantin adalah tarian persembahan yang populer dalam upacara pernikahan adat Palembang, Sumatera Selatan. Tak hanya sebatas sebagai persembahan untuk para tamu undangan yang hadir, Tari Pagar Pengantin juga memiliki makna filosofis yang begitu mendalam. Sebuah tarian yang menjadi simbolis pelepasan masa lajang sang pengantin wanita. Ketika ia berlenggak-lenggok menari dalam sebuah nampan emas besar yang disebut dulang, gerak-geriknya terbatas, menandakan bahwa sebagai seorang istri, ia tak lagi sebebas dahulu dalam pergaulannya. Lemah gemulainya juga menjadi pertanda bahwa ia akan bersikap lembut kepada sang suami. Indahnya tarian ini tak hanya sebatas pada keanggunan gerakannya, tapi juga pada busana pengantin Palembang yang dikenakan, aesan gede. Apalagi sang pengantin juga mengenakan hiasan kuku tembaga yang menjadikan jemarinya tampak lebih lentik dalam gemulainya gerakan tarian. Turut serta bersama sang pengantin wanita, beberapa orang penari pengiring yang berlenggak-lenggok selaras dengan dirinya.
4. Tari Galombang Pasambahan (Sumatera Barat)
Sebuah tarian yang mempertunjukkan perpaduan atraksi jurus silat dan gerakan anggun Tari Pasambahan, bisa kamu saksikan dalam Tari Galombang Pasambahan, pada pernikahan adat Minangkabau, Sumatera Barat. Tari ini memiliki makna penyambutan dan penghormatan kepada kedua mempelai.
Konon, tarian galombang pasambahan ini menceritakan tentang seorang pemuda yang telah menikah yang mendapatkan pengawalan teman seperguruan silatnya dalam perjalanan menuju ke kampung halaman sang istri. Sesuai dengan kisahnya yang menceritakan pengawalan, maka tarian ini umumnya dibawakan oleh laki-laki yang jumlahnya hingga puluhan orang. Gerakan lincah para penari inilah yang membentuk galombang atau gelombang bagaikan di lautan.
5. Tari Sirih Kuning (DKI Jakarta)
Masyarakat Betawi punya tarian pernikahan khas yang disebut Tari Sirih Kuning. Seperti yang terbayang ketika mendengar namanya, tarian tradisional pernikahan adat Betawi ini menggunakan sirih dare berwarna kuning sebagai propertinya. Tarian yang gerakannya merupakan kombinasi Tari Cokek ini, dibawakan oleh sepasang penari, pria dan wanita. Menggunakan tujuh lembar daun sirih masing-masing di kiri dan kanan.
Sirih dare tak hanya diberikan begitu saja, kepada sang pengantin pria, melainkan dilipat membentuk bungkusan kerucut terbalik, dengan hiasan sekuntum mawar merah serta lembaran uang di tengahnya. Sirih itu pun dibungkus kembali ke dalam sebuah karton berbentuk segitiga yang berlapis kertas kuning keemasan. Bungkusan inilah yang selanjutnya diserahkan oleh pengantin pria kepada mempelai pengantin wanita. Sirih dare tersebut menjadi persembahan untuk mengajak sang mempelai pengantin wanita bersanding bersama, sekaligus sebagai simbol cinta suami kepada istrinya.
6. Tari Burung Merak (Jawa Barat)
Dari daerah Jawa Barat ada Tari Burung Merak, yang menjadi salah satu tarian pengiring dalam upacara pernikahan adat Sunda. Tarian ini terinspirasi dari seekor burung merak yang sedang memamerkan ekor indahnya untuk menarik perhatian sang betina. Dengan mengenakan pakaian layaknya burung merak, sang penari juga menggunakan mahkota berbentuk kepala burung merak.
Dengan diiringi musik gamelan, tarian ini menceritakan tentang kehidupan burung merak yang penuh keindahan dalam gerak-gerik yang lincah dan anggun. Kesenian ini terinspirasi dari burung merak jantan yang ingin memikat burung merak betina. Umumnya tarian burung merak asal Jawa Barat ini dipersembahkan oleh penari wanita berjumlah 6 sampai 10 orang.
7. Tari Gambyong Pareanom (Jawa Tengah)
Kamu menginginkan pernikahan ala keraton? Ada sebuah tarian persembahan dari daerah Jawa Tengah yakni tari Gambyong Pareanom yang merupakan tarian tradisional khas pernikahan keraton. Tari Gambyong merupakan salah satu bentuk tarian Jawa klasik yang berasal-mula dari wilayah Surakarta dan biasanya dibawakan untuk pertunjukan atau menyambut tamu. Pada mulanya, tari gambyong pareanom yang menggunakan pakaian bernuansa kuning dan hijau ini, digunakan sebagai simbol kesuburan dan kemakmuran dalam upacara ritual pertanian. Seiring perkembangan zaman, tarian ini kini ditampilkan untuk menyambut tamu kehormatan serta memeriahkan pesta pernikahan adat Jawa.
8. Tari Bedhaya Manten (Daerah Istimewa Yogyakarta)
ilustrasi | boimnusantara | herabonoluna
Tari Bedhaya Manten adalah sebuah tarian tradisional yang merupakan buah karya dari Sultan Hamengkubuwono IX, kini menjadi tarian pernikahan adat Yogyakarta. Tari ini dibawakan oleh dua orang penari yang berperan sebagai pasangan yang sedang menjalankan prosesi adat panggih, yakni bertemunya kedua pengantin untuk pertama kalinya sebagai sepasang suami-istri. Iringan 4 orang penari serimpi dalam tarian tradisional ini melambangkan empat unsur di bumi yaitu air, api, udara, dan tanah. Tarian ini dianggap begitu sakral bagi masyarakat Yogyakarta dan mewajibkan penarinya masih gadis dan perawan.
9. Tari Balean Dadas (Kalimantan Timur)
ilustrasi via genbi.kalteng
Suku Dayak, Kalimantan Timur memiliki tarian tradisional khas yang disebut tari balean dadas. Tarian ini juga sering digunakan untuk pernikahan, yang mana merupakan tarian sakral suku Dayak Ma’anyan. Gerakan dalam tarian balean menyimbolkan seekor Wurung Jue, yaitu seekor burung cantik yang membawakan pasangan pengantin bagi mempelai laki-laki. Penari wanita yang membawakan tarian ini disebut dengan Wadian Dadas.
10. Tari Molapi Saronde (Sulawesi Utara)
ilustrasi via fandiohihiya
Jika umumnya tarian pernikahan dibawakan oleh pengantin atau penari pengiring, tarian tradisional Khas Gorontalo, yakni Tari Molapi Saronde punya ciri khasnya sendiri. Molapi saronde adalah tarian ritual pernikahan adat Gorontalo. Pada prosesi Molapi Saronde diiringi dengan tabuhan rebana dan turunani kesenian vokal bernuansa Islam. Tari ini dibawakan oleh pengantin pria dan sang ayah atau walinya dengan menggunakan selendang secara bergantian.
Sama halnya dengan tarian tradisional lainnya, Tari Molapi Saronde juga sarat akan makna, berisikan panjatan doa-doa yang baik untuk rumah tangga sang pengantin. Sekaligus, sebagai simbol perpisahan sang pengantin pria kepada para sahabatnya yang masih lajang, sebelum ia berganti status menjadi seorang suami. Tak hanya itu, dalam pernikahan adat Gorontalo, tarian ini juga biasanya ditampilkan setelah proses seserahan atau di malam sebelum hari perkawinan, bukannya pada saat pernikahan. Unik, bukan?
11. Tari Tidi Daa atau Tidi Loilodiya (Sulawesi Utara)
ilustrasi via artmosphere.decor
Ternyata, pernikahan adat Gorontalo masih menyimpan kejutan, loh! Setelah tarian tradisional Molape Saronde, rupanya ada tarian balasannya. Kali ini sang pengantin wanita yang akan membawakan tarian bersama pendamping wanita atau keluarga dekatnya yang sudah menikah.
Tari balasan tersebut dinamakan Tari Tidi Daa atau Tidi Loilodiya, punya arti sebagai lambang kesiapan istri untuk menjalani rumah tangga dan melewati segala kesulitan yang akan dihadapi. Pada tarian ini, sang pengantin wanita akan menari di atas pelaminan sembari memegang pedang Polopolo.
Sementara itu, pengantin pria memainkan rebana sambil duduk di pelaminan menyaksikan ritual tari pengantin yang dibawakan oleh istrinya. Hal ini pun memiliki makna, dimana seorang suami sebagai kepala keluarga harus bisa membimbing istri dalam berbagai hal.
12. Tari Cungka (Sulawesi Tenggara)
Tarian Cungka dari Buton via travel.kompas.com
Satu lagi jenis tari yang bercorak kesukuan, yakni Tari Cungka, Tarian tradisional khas Buton yang merupakan tarian milik suku Cia-Cia. Jauh sebelum masuknya agama ke pulau Buton, suku Cia-Cia telah menghuni kepulauan tersebut. Uniknya, gerakan dalam tarian ini memiliki makna mendalam yang menceritakan proses terjadinya manusia dari roh hingga menjadi manusia sepenuhnya.
Sang penari pria yang menari terlebih dahulu menjadi simbol proses terjadinya manusia, dari roh menjadi segumpal air. Perjalanan manusia dalam kandungan berlanjut, dari air menjadi segumpal darah, yang dibawakan oleh penari wanita. Cerita berlanjut oleh penampilan secara berpasangan penari pria dan wanita, dalam Tari Ngibi yang menyiratkan makna kegembiraan, kelanjutan proses terjadinya manusia dari segumpal darah menjadi daging dan tulang. Hingga akhirnya, terciptalah insan manusia seutuhnya, proses tersebut dibawakan dengan tarian oleh kedua mempelai bersama keluarga.
Itulah beberapa ulasan tentang tarian tradisional yang sering ditampilkan dalam suatu upacara pernikahan adat. Ketika kamu memutuskan untuk mempersembahkan tarian tersebut dalam pesta pernikahanmu, berarti kamu telah ikut melestarikan budaya daerahmu. Selain itu, tentunya menampilkan tari tradisional dalam upacara pernikahan adat yang sakral akan menjadi kebanggaan tersendiri, bukan? Nah, dari berbagai jenis tarian tradisional di atas, mana yang paling menarik menurutmu?