Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa dengan adat yang berbeda-beda termasuk dalam pernikahan tradisional. Pernikahan di Indonesia itu tentu saja mempunyai ciri khas tata rias tradisional yang setiap daerah satu dengan lainnya sangat berbeda.
Bahkan tata rias ini juga berbeda jika dibandingkan dengan tata rias atau make up untuk pengantin Barat atau internasional atau yang sedang kekinian mengikuti tren seperti dari Korea dan Thailand. Ciri khas yang tampil dalam tata rias pengantin tradisional itu bisa terlihat begitu jelas sehingga menjadi penanda absolut.
Selain ciri khas yang tampil ada juga ciri khas yang tidak terlihat oleh mata sekalipun, dan biasanya berhubungan dengan prosesi serta keyakinan. Apa saja ciri khas tata rias pengantin tradisional di Indonesia yang jumlahnya begitu beragam? Yuk mari kita simak penjelasan di bawah ini.
1. Penggunaan Warna yang Terang
Ciri khas pertama dari tata rias pengantin tradisional di Indonesia adalah penggunaan warna yang teramat terang atau medok dalam tata rias wajah. Penggunaan warna ini yang membuat tampilan wajah dari seorang pengantin tradisional di Nusantara terlihat mencolok, tidak peduli ia berkulit terang atau tidak.
Warna yang digunakan biasanya warna kekuningan untuk keseluruhan wajah atau eyeliner berwarna hijau pada mata. Mengapa ada warna yang seperti itu dalam tata rias pengantin tradisional? Hal itu karena mengikuti pakem atau tradisi yang sifatnya turun-temurun.
Meskipun begitu, belakangan hal-hal tersebut mulai ditinggalkan seiring dengan perkembangan zaman yang meminta bahwa untuk tata rias wajah pengantin jangan terlalu berlebihan terutama dalam pemilihan warna. Maka, dipilihlah warna yang cerah seperti peach, pink, atau cokelat muda untuk menunjukkan kesan yang natural dan flawless.
2. Paes
Ladies, yang tidak akan kamu temukan dalam make-up pengantin modern adalah hiasan di dahi atau yang disebut dengan Paes. Hiasan di dahi dengan warna khas hitam ini biasanya ada pada mempelai wanita. Tujuannya bukan hanya untuk memperindah tampilan muka semata, melainkan juga untuk menyimbolkan kepatuhan istri pada suami.
Paes biasanya menjadi ciri khas pada pengantin Jawa. Di suku ini, Paes terdiri dari 4 jenis, yaitu Paes Yogya Ageng, Paes Yogya Puteri, Paes Solo Puteri, dan Paes Solo Basahan. Dari keempatnya Yogya Ageng yang paling sering dipakai. Selain Jawa, suku-suku lain juga menggunakan hiasan serupa pada dahi mempelai wanitanya, seperti pada pengantin di Bali, Madura, Bugis, dan Banjar.
Di Bali hiasan di dahi yang masuk dalam rangkaian Payas Agung itu disebut Srinata, di Madura disebut dengan Tretep, Bugis Dadasa, dan Banjar Gigi Haruan.
Masing-masing dari Paes di luar Jawa itu tentu saja memiliki perbedaan bentuk. Kalau Srinata berbentuk melengkung ke atas, yang tujuannya tidak hanya memperindah penampilan, tetapi juga untuk mengoreksi bentuk dahi. Tretep di Madura memiliki ciri lebih banyak sisi dan lengkungan, yang tepiannya biasanya akan dibingkai dengan payet.
Untuk Dadasa di Bugis adalah berbentuk bunga teratai dengan titik tengah yang berada di tengah-tengah dahi. Pemilihan bunga teratai itu sendiri sebagai perlambang keberkahan. Sedangkan Gigi Haruan di Banjar memiliki bentuk seperti gigi ikan haruan atau yang terkenal dalam kehidupan sehari-hari sebagai ikan gabus. Mengenai jumlah gigi yang yang dilukis tidak ada jumlah yang pasti, dan hanya dilukis mengikuti bentuk wajah.
3. Mahkota
Ciri khas tata rias tradisional yang sering menonjol pada pengantin di Indonesia adalah penggunaan mahkota di kepala, yang biasanya dikenakan pada mempelai wanita, kecuali di Bali. Tercatat ada beberapa daerah yang menggunakan mahkota sebagai perlengkapan untuk tata rias rambut para pengantinnya.
Hal tersebut untuk memperindah tampilan serta mempercantik sang mempelai wanita di hari pernikahan.
Yang paling populer tentu saja adalah Siger Sunda. Mahkota pengantin ini dipasang untuk mempertegas kecantikan wanita Sunda yang natural. Namun ternyata, penggunaan Siger ini juga sebagai perlambang kebijaksanaan, kehormatan, dan martabat seorang wanita. Selain Sunda, mahkota juga dipakai pada pengantin Lampung, Palembang, Minangkabau, Betawi, Bali, dan Batak.
- Siger Lampung
Pada pengantin Lampung nama mahkotanya juga sama seperti Sunda, Siger. Meski sama, ternyata dalam bentuk begitu berbeda. Dari segi tampilan fisik, Siger Lampung berbentuk tinggi melebar dengan berat dari 3 hingga 4 kilogram, dan terbuat dari emas, tembaga, dan kuningan
Nama lain Siger Lampung adalah Sigokh atau Sigor, dan memiliki makna bagi wanita yang mengenakannya bahwa ia akan terlihat mandiri, ulet, dan gigih.Di masa silam, Siger dipakai oleh para ratu untuk melambangkan kehormatan dan kecantikan.
Dalam prakteknya, terdapat tiga jenis Siger Lampung, yaitu Siger Saibatin untuk pengantin ningrat, Siger pepadun untuk cikal bakal ulun Lampung, dan Siger Tuha yang digunakan sejak zaman animism dan Hindu-Buddha.
- Karsuhun
Untuk mahkota pada pengantin wanita dari suku Palembang disebut dengan Karsuhun yang memiliki berat dari 2 hingga 3 kilogram dengan warna emas melambangkan keagungan Kerajaan Sriwijaya di masa silam.
Makna dari pengenaan mahkota ini adalah untuk mencerminkan kecantikan dan keanggunan perempuan Palembang. Dalam penggunaannya, Karsuhun akan dilengkapi dengan aksesoris bernuansa emas dan berhiaskan bunga melati dengan sumping atau juntaian bola di pipi kanan dan kiri.
Pada pengantin wanita Minangkabau, mahkota yang dikenakan bernama Suntiang yang bentuknya bertingkat hingga 13 meskipun pada masa sekarang disederhanakan jumlah tingkatannya.
Suntiang ini terdiri dari 11 lapisan bunga, alumunium, dan emas yang keseluruhan beratnya bisa mencapai 5 hingga hingga enam kilogram, lho. Makna dari pengenaan Suntiang pada mempelai wanita adalah untuk melambangkan kekuatan dan keteguhan dalam menyongsong kehidupan berumah tangga yang terlihat tidak mudah. Selain itu, untuk melambangkan kesopanan.
Untuk mempercantik dan memperindah biasanya Suntiang dilengkapi dengan bunga-bunga seperti bungo sarunai, bungo gadang, kembang goyang hingga kote-kote di pipi kiri dan kanan.
- Siangko
Di adat Betawi, mahkota yang dikenakan terdiri dari berbagai ornamen yang melambangkan percampuran etnik dalam kehidupan masyarakat Betawi. Unsur-unsur Cina, Melayu, Portugis, Belanda, Arab, dan Jawa sangat begitu terlihat.
Mahkotanya sendiri bernuansa Cina yang terdiri atas mahkota siangko kecil atau sisir garu yang dipasangkan dengan jepitan berbentuk burung Hong. Sedangkan unsur Arab terlihat pada penggunaan cadar berupa hiasan yang menutupi keseluruhan wajah pengantin, dan disebut dengan siangko besar.
- Gelungan Payas Agung
Bali yang terkenal sebagai daerah pariwisata terkenal di Indonesia mempunyai mahkota untuk pengantinnya yang bernama Gelungan Payas Agung. Di masa silam, gelungan ini hanya boleh dikenakan oleh kaum bangsawan saja, namun pada sekarang boleh digunakan oleh semua kalangan sebagai aksesoris.
Bentuk gelungan ini tinggi mengerucut dengan susunan bunga sendat emas yang dihiasi dengan mahkota emas dan srinata. Beratnya berkisar dari 3 hingga 4 kilogram dengan jumlah bunga yang dipasang bisa mencapai ratusan.
Tak hanya mempelai wanita, mempelai pria di Bali juga memakai mahkota namun dengan jumlah bunga yang lebih sedikit, dan dilengkapi dengan mahkota lain bernama Gelung Geruda Mungkur.
- Bulang Emas
Terakhir adalah pada Tanah Batak. Sebenarnya ciri khas pada pengantin wanita di wilayah ini adalah menggunakan Sortali atau ikat kepala berwarna merah dan kuning keemasan.
Namun pengecualian terdapat pada wilayah Batak Mandailing yang rupanya memakaikan mahkota pada pengantin wanitanya. Nama mahkota tersebut adalah Bulang Emas yang berbentuk seperti tanduk kerbau, dan terbuat dari emas murni yang terdiri dari 5 hingga 7 lapis, tergantung strata sosial sang pengantin.
Bulang Emas ini melambangkan kesediaan sang wanita untuk mengemban tanggung jawab sebagai istri saat kehidupan berumah tangga. Selain itu, melambangkan kebesaran dan kemuliaan, serta simbol status. Bulang ini terdiri dari tiga macam, yaitu bulang barbo bertingkat tiga, bulang bambeng bertingkat dua, dan bulang tidak bertingkat.
Bulang emas menjadi populer ketika Kahiyang, anak kedua Presiden Jokowi dinikahi oleh Bobby Nasution pada 2017.
4. Ronce Bunga Melati
Penanda khas lain selain penggunaan warna pada tata rias wajah, paes pada dahi, dan mahkota pada tata rias rambut untuk pengantin tradisional Indonesia adalah ronce bunga melati. Bunga melati yang bernama Latin Jasminum sambac ini dirangkai satu per satu hingga menjadi kesatuan yang panjang menjuntai hingga ke bawah melewati sanggul atau rambut.
Hampir setiap daerah di Indonesia menggunakan ronce bunga melati yang disatukan dengan mahkota seperti pada Jawa, Sunda, Paksian (Bangka-Belitung), Minangkabau, dan Palembang. Ternyata penggunaan ronce bunga ini bukan sebagai pemanis semata, melainkan ada simbol di baliknya, yaitu sebagai perlambang kesucian, keanggunan, ketulusan, kesederhanaan, dan kerendahan hati.
5. Mempunyai Penata Rias Khusus
Apabila pada pernikahan tradisional akan terdapat seorang MUA atau make-up artist pada pernikahan tradisional juga terdapat orang yang sama. Meski terlihat sama dalam tugas, ternyata penata rias pada pernikahan tradisional itu mempunyai tugas yang begitu khusus dalam menata rias pengantin.
Hal seperti itu bisa kita temukan pada adat pernikahan Jawa yang menggunakan penata rias tradisional sesuai tradisi bernama Dukun Manten.
Orang ini tidak hanya menata rias wajah saja, tetapi juga harus melakukan hal-hal lain seperti melaksanakan puasa mutih seminggu atau dua minggu menjelang pernikahan, menjadi mediator pengenalan para keluarga calon pengantin, membuat sesaji, dan meniup asap atau sembaga.
Selain itu, seorang Dukun Manten juga harus melakukan bimbingan ketika sang pengantin melakukan prosesi adat yang urutannya harus sesuai.
Selain adat Jawa, adat-adat lainnya seperti Sunda dan Bugis juga mempunyai penata rias khusus yang tugasnya harus sesuai dengan pakem dan tradisi.
6. Harus Sesuai Pakem dan Tradisi
Yang namanya pernikahan tradisional itu, Ladies, sudah tentu harus mengikuti pakem dan tradisi yang berlaku supaya tidak berlawanan dengan ketetapan dari leluhur.
Penggunaan warna yang terang medok, pemakaian Paes, pengenaan mahkota, dan ronce bunga melati melambangkan pakem-pakem tersebut. Sebab, di dalamnya ada makna filosofis yang tersembunyi.
Adanya pakem-pakem ini pun juga sesuai keinginan orang tua sang pengantin yang menginginkan anaknya diberikan kemudahan kala berumah tangga.
Meskipun begitu, seperti sudah disinggung sebelumnya bahwa ciri khas tata rias tradisional untuk pengantin di Indonesia ini sudah bisa dimodifikasi terutama dalam riasan wajah, dan bisa disesuaikan untuk mereka yang berhijab.
Kalau kamu ingin menemukan vendor tata rias yang bisa merias wajahmu sesuai dengan adat dan tradisi daerah yang kamu inginkan, kamu bisa memilih dari puluhan vendor tata rias tradisional yang tersedia di Wedding Market. Klik disini.