Didominasi warna merah dan emas, para mempelai wanita yang mengenakan hiasan kepala berupa suntiang selalu nampak anggun dan juga menawan saat di pelaminan. Tidak hanya memberikan kesan yang mewah dan megah, namun suntiang, khususnya suntiang Minang, juga ternyata memiliki makna yang sangat mendalam bagi seorang pengantin perempuan bersuku Minangkabau. Kira-kira apa pesan yang ingin disampaikan dari keindahan sebuah suntiang Minang?
Mahkota Perempuan Minang
Dengan desain bersusun berlapis emas yang menimbulkan kesan megah dan menawan, suntiang Minang merupakan identitas perempuan berdarah Minangkabau atau disebut juga dengan nama Anak Daro. Tak hanya dibuat dengan warna keemasan, perhiasan kepala yang berbentuk setengah lingkaran ini juga ada yang terbuat dari perak, tembaga, dan bahkan ada juga yang sudah dimodifikasi yakni terbuat dari bahan alumunium yang telah disepuh.
Tak hanya sekadar menjadi riasan, tapi suntiang juga merupakan mahkota sekaligus simbol bagi seorang perempuan yang telah melewati masa peralihannya, dari remaja menjadi perempuan dewasa, yang siap membina bahtera rumah tangga. Dengan simbol ini pula, pengantin perempuan harus siap untuk mengikuti berbagai upacara adat perkawinan khas suku Minangkabau.
Hiasan kepala yang dikenakan khusus oleh pengantin perempuan ini dikenal dengan nama suntiang gadang, sementara suntiang yang berukuran lebih kecil dan biasanya dikenakan oleh pendamping pengantin wanita disebut dengan suntiang ketek. Biasanya, jumlah tingkatan suntiang pada pengantin wanita adalah ganjil, dengan tingkatan tertinggi mencapai sebelas tingkatan, sedangkan yang terendah mencapai tujuh tingkatan. Kenapa ya jumlahnya harus ganjil?
Makna Mendalam Dibalik Suntiang
Dari dulu hingga kini, jumlah hiasan kepala pengantin ini adalah ganjil, dimana seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, bahwa tingkatan paling tinggi bisa mencapai sebelas tingkat, dan tingkatan yang paling rendah adalah tujuh tingkatan. Meski banyaknya tingkatan suntiang ini mengikuti keinginan dari pengantin wanita, namun jumlahnya haruslah tetap ganjil.
Semakin banyak tingkatannya, maka akan semakin berat suntiang, dan sebaliknya, semakin sedikit tingkatannya, maka akan semakin ringan pula mahkota ini. Biasanya, bobot dari suntiang adalah tiga hingga lima kilogram. Dan semakin kesini, bobot suntiang dibuat semakin ringan, demi kenyamanan sang mempelai wanita.
Bukan hanya asal berat saja, karena ternyata ada makna yang sangat mendalam dibalik beratnya bobot suntiang yang dikenakan oleh seorang Anak Daro. beratnya hiasan kepala yang merupakan akulturasi budaya dari Tiongkok dan masyarakat Minangkabau ini menggambarkan besarnya tanggung jawab yang harus dipikul oleh gadis Minangkabau yang telah menjadi seorang istri, dan kelak akan menjadi seorang Ibu bagi anak-anaknya.
Tak hanya menjaga rumah tangganya saja, perempuan Minang juga bertanggungjawab untuk memelihara martabat orang-orang di sekitarnya. Hal ini tercermin dari baju yang dikenakan oleh pengantin perempuan Minang, yakni baju kurung, yang merupakan akulturasi budaya masyarakat Minangkabau dan agama Islam.
Namun semakin ke sini, suntiang tak selalu disandingkan dengan baju kurung, sebagaimana adat dan istiadat suku Minangkabau. Sudah banyak pula pengantin wanita Minang yang memilih untuk mengenakan kebaya pada umumnya. Tapi, hal ini tentu tidak menghilangkan kesan menawan dari penggunaan suntiang itu sendiri, kok!
Unsur Kehidupan dalam Suntiang Minang
Bukan hanya tentang warna emasnya yang membuatnya terlihat begitu elegan, namun ornamen-ornamen yang menghiasi suntiang Minang lah yang membuat riasan kepala ini menjadi sangat indah. Hiasan-hiasan yang menggantung dan menempel pada suntiang ternyata terinspirasi dari alam. Di mana hal ini juga menjadi falsafah hidup yang dipegang oleh orang suku Minang, yakni “alam takambang jadi guru,” yang berarti semua yang ada di alam bebas bisa dijadikan pelajaran atau contoh, dan juga punya manfaat bagi kehidupan manusia.
Dua jenis hiasan utama yang selalu ada dalam suntiang adalah tumbuhan dan binatang, di mana motif tumbuhan biasanya mencakup bunga melati, bunga ros, bunga cempaka dan tumbuhan serai. Sementara ornamen hewan yang biasanya menjadi hiasan suntiang diantaranya adalah hewan kupu-kupu, ikan, burung merak dan burung merpati. Jadi, semua elemen di alam bebas, baik di darat, laut dan udara, ada di dalam suntiang. Wah, ternyata sedalam itu ya makna dari suntiang Minang!
Setelah mengetahui makna dan pesan yang disampaikan dari sebuah suntiang, apakah kamu semakin yakin untuk menggunakan pakaian tradisional khas pernikahan Minangkabau ini? Jika iya, kamu bisa nih melihat-lihat inspirasi pakaian adat khas Minang di sini. Selamat mencoba!