Pilih Kategori Artikel

Tradisi Palang Pintu: Sejarah dan Maknanya Pada Pernikahan Adat Betawi
Diskon dan Penawaran Eksklusif Menantimu!
Kunjungi WeddingMarket Fair 10-12 Januari 2025
di Balai Kartini (Exhibition & Covention Center)

Indonesia terdiri dari berbagai macam suku yang memiliki tradisi dan budayanya sendiri. Salah satunya adalah tradisi pernikahan adat Betawi yang memiliki prosesi unik, menarik, dan sarat makna. Ketika kamu mendengar tentang adat pernikahan Betawi, apa yang langsung muncul di benakmu? Roti buaya? Perang pantun? Adu silat atau bahkan ondel-ondel?

Salah satu prosesi pernikahan dalam adat Betawi adalah Palang Pintu. Pada prosesi ini, akan ada perang pantun, adu silat, hingga pembacaan shalawat dan Al-Qur’an yang dilakukan oleh kedua perwakilan dari masing-masing keluarga calon pengantin. Lalu, apa awal mula tradisi ini dilakukan dan apa maknanya? Semua akan kami bahas selengkapnya hanya di sini!

Sejarah Palang Pintu

wm_article_img
Foto via Beblooms Wedding

Ketika membicarakan tentang adat pernikahan Betawi, kita tidak akan bisa jauh-jauh dari tokoh terkenal asal Betawi, yaitu Si Pitung. Konon Palang Pintu sudah dilakukan oleh Pitung ketika akan menikahi istrinya, yaitu Aisyah yang merupakan anak dari pesohor Betawi, yaitu Murtadho.

Murtadho terkenal sebagai Jawara Kemayoran. Si Pitung harus bisa membuka Palang Pintu dengan cara mengalahkan calon ayah mertuanya di adu pantun dan silat. Si Pitung berhasil mengalahkan Murtadho dan berhasil menikahi wanita pujaan hatinya. Cerita yang unik, bukan?

Palang Pintu sudah dilakukan sejak tahun 1980-an bersamaan dengan adanya tradisi ondel-ondel. Tradisi Palang Pintu lebih tepatnya berasal dari Betawi Tengah dan Betawi Kota. Untuk daerah Betawi Pinggiran sendiri juga memiliki tradisi Palang Pintu namun penyebutannya berbeda, yaitu Rebut Dandang.

Palang Pintu sendiri adalah tradisi pernikahan adat Betawi dari kata “Palang” yang berarti penghalang agar sesuatu atau seseorang tidak dapat melewatinya. Jadi Palang Pintu sendiri bermakna agar pihak pria berusaha untuk meyakinkan pihak keluarga wanita agar mendapatkan restu untuk menikahi anak perempuan mereka.

wm_article_img
Foto via Beblooms Wedding

Palang Pintu sendiri bukan berupa pintu betulan, ya. Tapi merupakan seorang jawara yang perlu dilewati oleh keluarga calon pengantin pria. Penjaga ini disebut dengan jawara dari none mantu, yaitu jawara dari pihak pengantin wanita yang akan menghadang kedatangan keluarga calon pengantin pria untuk memastikan keseriusan pihak pria.

Jawara dari none mantu ini perlu ditaklukkan oleh jawara dari tuan raje mude, yaitu jawara dari pihak pengantin pria untuk bisa melanjutkan prosesi pernikahan adat Betawi. Jawara sendiri biasanya dipilih berdasarkan pemuda yang yang paling kuat di keluarga maupun lingkungan kampungnya.

Kemudian karena kedua jawara ini akan bertarung pantun dan silat, maka mereka juga biasanya akan mengenakan pakaian layaknya pendekar. Baju yang digunakan adalah baju pangsi, yaitu kemeja polos tanpa kerah dan kaos di bagian dalamnya yang dipadukan dengan celana longgar berwarna senada. Pakaian ini juga dilengkapi dengan sabuk besar yang dililitkan pada pinggang.

Prosesi Palang Pintu

wm_article_img
Fotografi: Le'Motion

Setelah mengetahui sejarah tradisi Palang Pintu, sekarang kami akan menjelaskan urutan prosesi Palang Pintu itu sendiri. Pertama-tama, iring-iringan keluarga calon pengantin pria akan berjalan menghampiri kediaman keluarga wanita. Mereka akan dihadang oleh jawara dari none mantu. Kemudian jawara dari tuan raje mude akan bertukar salam dan menyampaikan maksud dan tujuan keluarga mempelai pria.

Kemudian jawara dari none mantu akan menantang jawara dari tuan raje mude dari keterampilan pantun, bela diri, hingga kemampuan membaca Al-Qur’an. Pada adu pantun, akan dimulai dengan tempo yang lambat dan semakin meningkat intonasi hingga suasana memanas. Pantun sendiri biasanya berisi lelucon yang mengundang gelak tawa. Pantun juga berisi mengenai petuah mengenai rumah tangga kepada kedua calon pengantin.

Acara dilanjutkan dengan adu silat antar kedua jawara. Pada adu silat ini, prosesi harus dimenangkan oleh jawara dari tuan raje mude agar dapat menjatuhkan penghalang, yaitu Palang Pintu itu sendiri.

Setelah jawara dari none mantu berhasil dikalahkan, pihak jawara dari calon pengantin wanita akan meminta jawara dari calon pengantin pria untuk menunjukkan kebolehannya dalam membaca Al-Qur’an dan melantunkan shalawat. Setelah semua tantangan berhasil dilalui, jawara dari none mantu akan mempersilahkan keluarga calon pengantin pria untuk masuk ke kediaman keluarga calon pengantin wanita.

Makna Palang Pintu

wm_article_img
Fotografi: Le'Motion

Prosesi Palang Pintu tidak hanya dilakukan semata untuk melestarikan budaya. Namun ada makna mendalam dibaliknya. Tradisi Palang Pintu memiliki makna bahwa seorang pria sebagai calon kepala keluarga harus bisa menaklukkan berbagai halangan dan rintangan yang mungkin akan mereka hadapi di masa depan. Selain itu, tradisi Palang Pintu juga bermakna untuk melihat kemampuan pria yang ingin menikahi sang wanita dalam melumpuhkan jagoan kampung maupun saudara calon istri.

Makna tradisi Palang Pintu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi keluarga wanita dan keluarga pria. Dari sudut pandang keluarga calon pengantin wanita, prosesi Palang Pintu menjadi bentuk perlindungan orang tua kepada anak perempuannya yang akan dipinang. Oleh karena itu calon suami yang ingin meminangnya perlu melewati beberapa ujian terlebih dahulu.

Sementara itu dari sisi keluarga pria, Palang Pintu dijadikan sebagai bukti kesungguhan dan kekuatan dari calon pengantin pria untuk meminang kekasih hatinya. Selain itu, menaklukkan jawara dari pihak wanita juga berarti untuk meminta ijin dan siap memasuki lingkungan baru serta menaati norma adat yang berlaku pada lingkungan tersebut.

Ada 3 hal yang perlu dibuktikan oleh calon pengantin pria. Pertama, adu silat yang tidak hanya menunjukkan kemampuan melindungi diri, namun juga bertujuan untuk menunjukkan kemampuan calon pengantin pria agar bisa melindungi dan menjaga keluarganya dari segala marabahaya.

wm_article_img
Fotografi: Le'Motion

Selanjutnya, adu pantun memiliki makna agar calon pria sebagai suami bisa memberikan kebahagiaan dan menghibur keluarganya. Pantun sendiri juga bermakna kebolehan calon pengantin pria untuk berdiskusi dan mencapai kesepakatan dengan keluarga calon istri.

Kemampuan membaca Al-Qur’an juga menjadi salah satu hal yang dimaknai agar calon pengantin pria bisa menjadi imam dan membimbing keluarganya dalam kebaikan menurut ajaran agama.

Tradisi Palang Pintu tidak hanya untuk mendekatkan hubungan antar keluarga, namun juga antar kampung. Bahkan saat ini, tradisi Palang Pintu tidak hanya digunakan sebagai salah satu rangkaian acara pernikahan adat Betawi saja, namun juga menjadi tradisi penyambutan tamu besar hingga peresmian kantor baru. Unik sekali, bukan?

Sayangnya, tradisi ini sudah tidak banyak dilakukan dalam pernikahan adat Betawi. Bahkan tidak sedikit remaja Betawi asli yang tidak memahami makna dari tradisi Palang Pintu ini. Menyedihkan bukan tradisi yang sudah dilakukan sejak puluhan tahun harus tergerus oleh waktu dan hanya dilakukan oleh sedikit orang saja yang masih peduli.

Semoga ulasan lengkap tentang sejarah, prosesi, dan makna di balik tradisi Palang Pintu ini bisa membantu kamu memahami lebih dalam mengenai salah satu prosesi pernikahan adat Betawi. Bagaimana, semakin tertarik mempelajari tradisi pernikahan adat ini?

Diskon dan Penawaran Eksklusif Menantimu!
Kunjungi WeddingMarket Fair 10-12 Januari 2025
di Balai Kartini (Exhibition & Covention Center)

Article Terkait

Loading...

Article Terbaru

Loading...

Media Sosial

Temukan inspirasi dan vendor pernikahan terbaik di Sosial Media Kami

Loading...