Mengirim undangan pernikahan adalah sebuah langkah pertama dalam rangkaian pernikahan yang terlihat sepele, tapi sebenarnya harus dilakukan dengan hati-hati. Pasalnya, langkah ini akan membuatmu berhubungan langsung dengan para tamu. Salah-salah, bukannya merasa senang karena menjadi bagian dari acaramu, mereka bisa merasa kurang dihargai jika caramu mengirimkannya salah.
Oleh sebab itu, penting untuk mengetahui berbagai etika seputar undangan pernikahan, mulai dari pemilihan kata-kata hingga cara mengirimkannya. Untuk lebih jelasnya, mari kita bahas bersama di bawah ini!
1. Waktu yang tepat untuk mengirim undangan
Mengirim undangan ternyata tidak bisa dilakukan di waktu sembarangan. Undangan sebaiknya dikirim sekitar 4 hingga 6 minggu sebelum acara pernikahan berlangsung agar para tamu memiliki cukup waktu untuk menyesuaikan jadwal, mempersiapkan diri, dan memastikan kehadiran mereka. Jika ada tamu dari luar kota atau bahkan luar negeri, undangan bisa dikirim lebih awal, sekitar 2 hingga 3 bulan sebelumnya agar mereka bisa merencanakan perjalanan dalam waktu yang cukup.
Mengirim undangan terlalu mepet akan membuat tamu merasa tidak dianggap penting, sementara mengirim undangan terlalu lama bisa membuat undangan terlewat atau dilupakan. Oleh karena itu, perencanaan waktu pengiriman yang tepat adalah salah satu cara menghormati para tamu.
2. Waktu yang tidak tepat untuk mengirim undangan
Bukan hanya mengetahui waktu yang tepat, kamu juga mesti tahu waktu yang tidak tepat untuk mengirim undangan. Sebaiknya hindari mengirim undangan di saat malam sudah terlalu larut, saat orang sedang berduka, atau di momen yang kurang kondusif. Misalnya, jika seorang kerabat baru kehilangan anggota keluarga, lebih baik menunggu beberapa waktu sebelum menyampaikan undangan agar tidak terkesan tidak peka. Begitu pula mengirim pesan undangan digital saat jam sibuk kerja bisa dianggap mengganggu. Pilih waktu sore atau akhir pekan yang lebih santai bagi penerima.
3. Penulisan nama dalam undangan
Walaupun terlihat sepele, penulisan nama tamu undangan mencerminkan sopan santun. Untuk tamu yang lebih tua atau memiliki gelar, sebaiknya tuliskan nama lengkap beserta gelarnya, misalnya “Bapak Drs. H. Ahmad Santoso” atau “Ibu Prof. Dr. Ratna Dewi”. Jika yang diundang adalah keluarga, kamu bisa menggunakan sapaan umum seperti “Kepada Yth. Bapak/Ibu Suryadi sekeluarga”. Sementara itu, untuk teman sebaya, penulisan nama bisa lebih sederhana yaitu cukup nama lengkap tanpa gelar.
Etika lain yang bisa membuat undangan terlihat rapi dan profesional adalah dengan menghindari singkatan yang tidak formal, misalnya menulis “Bpk” alih-alih “Bapak”. Kesimpulannya, semakin personal dan benar penulisan nama, semakin besar pula kesan bahwa kamu benar-benar menghargai para tamu undangan.
4. Mengirim undangan ke orang yang lebih tua
Mengirim undangan kepada orang yang lebih tua, terutama keluarga besar atau para tetua biasanya memiliki aturan tersendiri. Undangan sebaiknya diserahkan langsung oleh mempelai atau orang tua mempelai sebagai bentuk penghormatan. Bila jarak menjadi kendala, kamu bisa mempercayakan penyampaian undangan kepada perwakilan keluarga yang memiliki kedekatan hubungan.
Ketika menyerahkan undangan, sebaiknya lakukan dengan dua tangan, sertai senyuman, dan iringi sapaan hormat, misalnya “Mohon kehadiran Bapak/Ibu dalam acara pernikahan kami.” Hal kecil seperti ini menunjukkan adab dan akan mempererat hubungan kekeluargaan. Hindari menitipkan undangan lewat anak kecil atau pihak yang kurang tepat karena hal sepele ini akan bisa membuat mereka merasa kurang dihargai.
5. Etika mengirim undangan ke kolega
Untuk teman sebaya atau rekan kerja, undangan bisa dikirim langsung saat bertemu atau dititipkan melalui pos dan kurir. Namun, etika yang baik adalah memberitahu terlebih dahulu sebelum undangan diberikan, misalnya melalui pesan singkat “Nanti aku titip undangan pernikahan ya, semoga bisa hadir.” Hal ini membuat temanmu merasa lebih dihargai dibandingkan tiba-tiba menerima undangan tanpa pemberitahuan. Bagi kolega kantor, undangan bisa kamu berikan di luar jam kerja atau saat suasana santai agar tidak mengganggu aktivitas profesional.
6. Undangan digital vs fisik
Banyak pasangan yang masih bingung memilih antara undangan fisik atau digital. Secara etika, undangan fisik lebih disarankan untuk orang yang lebih tua, keluarga besar, atau tamu yang dianggap penting karena bentuknya lebih formal dan berkesan. Sementara itu, undangan digital bisa digunakan untuk teman sebaya, rekan kerja, atau tamu yang terbiasa menggunakan teknologi. Kalau kamu memilih menggunakan keduanya, pastikan tidak menimbulkan kebingungan—misalnya jangan sampai satu tamu menerima undangan fisik dan digital dengan detail acara yang berbeda. Konsistensi informasi juga merupakan sebuah bentuk etika yang baik.
7. Mengirim undangan digital
Seiring perkembangan zaman, undangan digital kian diminati karena lebih praktis dan juga ramah lingkungan. Namun, ada etika seputar undangan ini agar tidak terkesan asal-asalan. Yang pertama, undangan digital tetap perlu dikemas dengan rapi dan personal, entah dalam bentuk e-card, video, maupun website undangan. Kedua, ketika mengirimkan undangan digital, jangan hanya sekadar menaruh link tanpa sapaan. Sebaiknya sertakan kalimat personal, misalnya,
“Halo Mbak Rina, saya mengundang Mbak untuk hadir di pernikahan kami. Berikut undangan digitalnya: … Semoga bisa hadir ya.”
Dengan begitu, meskipun dalam bentuk digital, penerima tetap merasa dihormati. Selain itu, undangan digital sebaiknya dikirim secara pribadi melalui chat atau email, bukan hanya broadcast massal di grup yang bisa dianggap kurang sopan.
8. Memberikan undangan lewat grup atau media sosial
Meskipun lebih cepat, menyebar undangan di grup WhatsApp atau media sosial secara umum tidak disarankan, kecuali untuk circle pertemanan atau komunitas yang memang biasa melakukan hal itu. Untuk acara pribadi seperti pernikahan, etika terbaik adalah menghubungi langsung orang yang ingin diundang. Apabila harus mengirim lewat grup, usahakan tetap menyebut atau menandai nama orang yang dituju agar tetap terasa personal. Jangan sampai undangan dianggap hanya formalitas tanpa benar-benar mengharap mereka untuk datang.
9. Undangan yang tidak boleh disebarkan ke orang lain
Salah satu etika penting lainnya adalah menjelaskan bahwa undangan berlaku untuk orang tertentu saja. Jika hanya mengundang individu, tuliskan nama dengan jelas, misalnya “Kepada Yth. Bapak Andi”, bukan “Bapak Andi sekeluarga.” Hal ini menghindari kesalahpahaman dan kehadiran tamu yang lebih dari perkiraan. Jika sudah ditulis demikian, seharusnya tamu yang diundang pun sebaiknya tidak membawa orang lain tanpa izin. Dari pihak pengundang, kejelasan penulisan ini menunjukkan profesionalisme dan menjaga keteraturan acara.
10. Etika terkait dengan budaya
Dalam budaya tertentu di Indonesia, ada tradisi khusus terkait undangan. Misalnya, dalam adat Jawa, ada istilah “rewang” atau orang-orang yang membantu hajatan yang biasanya diundang dengan cara lisan, disampaikan langsung oleh keluarga. Sementara dalam adat Minang, undangan kadang disampaikan melalui “mamak” yaitu paman dari pihak ibu yang menjadi tokoh penting dalam keluarga. Mengikuti tradisi keluarga seperti beberapa contoh tersebut tetap perlu dilakukan untuk menjaga keharmonisan meskipun undangan modern juga digunakan. Jadi, menyesuaikan antara etika modern dan adat lokal adalah bentuk menghormati terhadap nilai budaya.
11. Menyampaikan pada yang tidak diundang untuk hadir
Dalam pernikahan, tidak semua orang bisa diundang karena keterbatasan anggaran atau kapasitas. Etika yang baik adalah menjelaskan dengan sopan jika ada orang yang merasa dekat tapi tidak mendapatkan undangan. Hal ini bisa disampaikan dengan ucapan personal, seperti “Mohon maaf, karena keterbatasan tempat, kami tidak bisa mengundang semua teman. Namun, doa restu dari kamu sangat berarti untuk kami.” Dengan cara ini, hubungan tetap terjaga meskipun tidak semua bisa hadir.
12. Etika mengingatkan tamu
Di beberapa budaya di Indonesia, terdapat tradisi tersendiri yang berkaitan dengan cara menyampaikan undangan. Kamu bisa mengingatkan para tamu jika perlu. Etikanya adalah mengingatkan dengan cara halus, misalnya seminggu sebelum acara melalui pesan singkat,
“Halo, sekadar mengingatkan kembali untuk acara pernikahan kami tanggal …, semoga bisa hadir ya.”
Hindari mengingatkan dengan cara yang terlalu memaksa karena hal ini bisa menimbulkan rasa tidak nyaman.
Walaupun sepertinya kita bisa langsung mengirimkan begitu saja undangan pernikahan yang sudah dibuat atau dicetak, ternyata ada beberapa etika yang tetap harus diperhatikan jika ingin para tamu mendapatkan kesan pertama yang baik dan merasa dihargai. Jika ingin mencari vendor undangan pernikahan cetak maupun digital yang sudah terkurasi, jangan lupa untuk mengecek daftarnya di sini.
Cover | Foto via Vinas Invitation