Menggelar pernikahan dengan uang sendiri akan terasa lebih memuaskan dan memberikanmu kebebasan untuk mengatur acara sesuai dengan keinginan. Namun, jumlahnya yang tidak sedikit akan membuatmu butuh waktu untuk mengumpulkannya. Jika ingin mengumpulkannya dengan lebih cepat, kamu bisa menabung bersama dengan pasangan. Cara menabungnya pun harus dilakukan dengan benar jika ingin konsisten sampai mencapai target.
Nah, untuk itu, kamu harus menghindari beberapa kesalahan yang umumnya dilakukan oleh beberapa pasangan saat menabung bersama untuk pernikahan. Berikut ini adalah penjelasan selengkapnya lengkap dengan contoh simulasinya. Simak sampai habis, ya!
Kesalahan menabung bersama
Jika ingin konsisten mengumpulkan uang tabungan dan bisa mencapai jumlah yang diinginkan, beberapa kesalahan berikut ini harus kalian hindari.
1. Tidak menentukan target yang jelas
Kesalahan paling mendasar adalah menabung tanpa target yang jelas. Banyak pasangan yang sekadar menyisihkan uang tanpa memperhitungkan berapa total biaya yang benar-benar dibutuhkan untuk acara pesta, catering, dekorasi, dokumentasi, hingga keperluan kecil seperti suvenir. Akibatnya, dana yang terkumpul bisa terlalu sedikit atau justru terlalu berlebihan dan tidak terarah penggunaannya.
Menetapkan target anggaran yang jelas sejak awal akan membuat proses menabung lebih terstruktur. Buatlah anggaran pernikahan secara rinci. Pisahkan berdasarkan kategori, misalnya, venue, catering, dekorasi, dokumentasi, busana, suvenir, hingga transportasi. Setelah itu, hitung total biaya yang dibutuhkan lalu tentukan berapa bulan waktu menabung yang tersedia. Dari sini, pasangan bisa menghitung berapa jumlah tabungan bulanan yang harus disisihkan agar target tercapai.
2. Tidak membicarakan pembagian kontribusi
Pasangan biasanya tidak secara terbuka membicarakan soal pembagian kontribusi dalam menabung. Ada yang menganggap pasangan otomatis tahu proporsinya atau merasa sungkan membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan uang. Padahal, penghasilan setiap orang bisa saja berbeda, begitu pula dengan kebutuhan pribadi kalian. Jika tidak ada kesepakatan, salah satu pihak bisa saja merasa terbebani atau bahkan muncul rasa tidak adil. Makanya, kesepakatan proporsi tabungan akan menjadi hal yang penting untuk diputuskan.
Diskusikan secara terbuka tentang kondisi keuangan masing-masing. Jika penghasilan berbeda, gunakan sistem persentase, misalnya 20% dari penghasilan masing-masing masuk ke tabungan bersama. Dengan begitu, beban terasa adil, karena disesuaikan dengan kemampuan masing-masing, bukan nominal yang harus sama.
3. Menggunakan rekening yang sama tanpa ada peraturan
Banyak pasangan yang membuka rekening bersama untuk menabung, tetapi tidak membuat aturan yang jelas terkait penggunaannya. Rekening ini bisa jadi rawan ketika salah satu pihak menarik dana tanpa persetujuan atau menggunakan uang untuk kebutuhan lain di luar rencana pernikahan. Hal ini berisiko menimbulkan konflik karena dana yang seharusnya terpakai untuk tujuan bersama menjadi berkurang. Kepercayaan pun jadi goyah.
Jika membuka rekening bersama, tetapkan aturan sejak awal. Misalnya, hanya boleh ada penarikan setelah disetujui berdua atau dana tidak boleh digunakan untuk kebutuhan lain selain untuk kebutuhan pernikahan. Supaya lebih aman, kamu bisa menggunakan rekening khusus tabungan tanpa kartu ATM sehingga uang yang tersedia tidak bisa diambil seenaknya dan hanya bisa dipindahkan secara online dengan verifikasi kedua pihak.
4. Menunda-nunda untuk mulai menabung
Kesalahan lain adalah terlalu lama menunda untuk memulai tabungan. Banyak pasangan berpikir menabung bisa dimulai “nanti saja” saat tanggal pernikahan sudah dekat, padahal persiapan pernikahan membutuhkan dana yang besar. Menunda hanya akan membuatmu dan pasangan terburu-buru mengumpulkan uang. Akibatnya, kalian bisa saja terpaksa berutang atau mengambil opsi instan yang sebenarnya tidak efisien. Menabung sejak awal, bahkan sebelum tanggal pasti ditentukan, akan memberikan ruang yang lebih lega sehingga tidak terasa berat.
Kalian bisa mulai menabung sejak hubungan terasa serius meskipun belum ada tanggal pernikahan. Tabungan awal ini bisa menjadi “modal dasar” yang kelak sangat membantu. Terapkan sistem auto-debet dari rekening gaji setiap bulan agar menabung menjadi kebiasaan, bukan menunggu sisa uang belanja.
5. Tidak menyisihkan untuk dana darurat
Banyak pasangan menganggap semua tabungan harus diarahkan hanya untuk pernikahan saja. Hal ini bisa menjadi salah satu kesalahan karena kebutuhan darurat tetap bisa muncul, seperti biaya kesehatan atau situasi mendesak lain. Jika seluruh tabungan difokuskan ke acara pesta, pasangan berisiko harus mengutak-atik dana pernikahan ketika terjadi sesuatu yang tidak terduga. Menyediakan dana darurat terpisah sangat penting agar rencana pernikahan tidak terganggu oleh masalah keuangan yang tiba-tiba muncul.
Untuk itu, kalian bisa membuat dua pos tabungan, satu khusus untuk pernikahan, satu lagi untuk dana darurat. Dana darurat ini tidak harus besar, tetapi sebaiknya minimal 3 hingga 6 kali pengeluaran bulanan. Dengan begitu, jika ada kejadian mendesak, pasangan tidak perlu menyentuh dana pernikahan.
6. Terlalu mengandalkan anggaran ideal
Banyak pasangan yang menyusun anggaran ideal tanpa memberi ruang yang lebih. Mereka menargetkan angka tertentu dengan asumsi semua berjalan mulus. Padahal, harga vendor bisa naik sewaktu-waktu, ada biaya tambahan di luar dugaan, atau kebutuhan baru yang muncul mendekati hari-H. Jika terlalu kaku dengan anggaran awal, pasangan bisa panik ketika kenyataan di lapangan berbeda.
Makanya, sebaiknya anggaran tabungan memiliki buffer budget sekitar 10% sampai 20% dari estimasi biaya sehingga masih ada ruang jika ada pengeluaran tak terduga. Misalnya, jika total kebutuhan Rp150 juta, targetkan tabungan Rp165 juta hingga Rp180 juta. Dengan cara ini, pasangan tidak akan panik saat harga vendor naik atau ada biaya tambahan mendadak karena sudah ada dana cadangan.
7. Tidak mengomunikasikan perubahan kondisi keuangan
Kesalahan lain adalah tidak terbuka ketika kondisi keuangan salah satu pihak berubah, misalnya penghasilan yang berkurang, ada kebutuhan keluarga mendesak, atau tiba-tiba mengalami PHK. Jika hal ini tidak segera dibicarakan, pasangan mungkin tetap mengira bahwa komitmen menabung masih sama sehingga akan menimbulkan beban psikologis. Komunikasi yang jujur akan sangat penting karena di saat inilah kalian bukan hanya meyiapkan pesta saja, tetapi juga latihan mengelola keuangan bersama dengan transparan.
Jadwalkan evaluasi rutin, misalnya setiap akhir bulan untuk melihat perkembangan tabungan dan kondisi keuangan masing-masing. Jika salah satu pihak mengalami perubahan penghasilan atau kebutuhan mendesak, segera bicarakan dengan jujur agar strategi menabung bisa disesuaikan tanpa menimbulkan prasangka buruk.
8. Mengabaikan prioritas setelah menikah
Banyak pasangan yang terlalu fokus menabung untuk pesta tanpa mempertimbangkan adanya kebutuhan setelah menikah, seperti biaya tempat tinggal, cicilan rumah, atau rencana untuk memiliki anak. Akibatnya, dana habis untuk satu hari acara, sementara kehidupan setelah itu justru tidak siap secara finansial.
Kesalahan ini memiliki risiko yang membuat pasangan terpaksa harus berutang setelah menikah. Pada akhirnya, hal ini akan menjadi beban baru. Menabung untuk pernikahan sebaiknya diseimbangkan dengan persiapan finansial jangka panjang agar kehidupan rumah tangga tidak goyah.
Sisihkan juga tabungan jangka panjang, bukan hanya untuk pesta. Misalnya, 70% dana tabungan bisa digunakan untuk pernikahan, sementara 30% untuk kehidupan setelah menikah seperti untuk uang muka rumah, perabotan, atau tabungan bersama dengan target lain. Dengan begitu, kalian akan lebih siap menghadapi kehidupan setelahnya.
Contoh simulasi tabungan bersama dengan target Rp50 juta
Untuk membuat skenario yang lebih nyata untuk diterapkan, berikut ini adalah contoh simulasi dengan target tabungan Rp50.000.000. Kamu bisa menyesuaikannya dengan kebutuhan masing-masing.
1. Hitung tabungan bulanan
- Jika waktu menabung 12 bulan: Rp50.000.000:12=Rp4.170.000 per bulan
- Jika waktu menabung 18 bulan: Rp50.000.000:18=Rp2.780.000 per bulan
- Jika waktu menabung 24 bulan: Rp50.000.000:24=Rp2.085.000 per bulan
2. Tentukan sistem kontribusi
Jika pembagian dilakukan secara rata setengah-setengah, masing-masing calon pengantin harus menyetor Rp2.085.000 per bulan selama 12 kali. Kamu juga bisa menggunakan persentase penghasilan. Misalnya, penghasilan A = Rp8 juta/bulan, B = Rp4 juta/bulan. Total = Rp12 juta.
- A: 8/12 × Rp4.170.000=Rp2.780.000 per bulan.
- B: 4/12 × Rp4.170.000=Rp1.390.000 per bulan.
Cara ini akan terasa lebih adil karena disesuaikan dengan pendapatan masing-masing. Namun, kalian berdua juga bisa membagi sesuai dengan kesepakatan agar tidak ada yang merasa diberatkan.
3. Buat pos tabungan
Supaya lebih teratur, alokasikan ke beberapa kategori utama:
- Venue dan catering: Rp25 juta (50%)
- Dekorasi dan dokumentasi: Rp10 juta (20%)
- Busana dan makeup: Rp5 juta (10%)
- Suvenir dan undangan: Rp4 juta (8%)
- Transportasi dan akomodasi: Rp3 juta (6%)
- Dana tak terduga (buffer): Rp3 juta (6%)
Dengan cara ini, setiap kali tabungan bertambah, kalian bisa langsung membaginya ke pos-pos tersebut sehingga tujuannya akan lebih detail.
4. Tetapkan sistem autodebit
Agar lebih disiplin, kalian bisa memilih opsi untuk transfer otomatis dari rekening masing-masing ke rekening tabungan bersama setiap awal bulan. Gunakan rekening khusus, misalnya tanpa kartu ATM agar dana benar-benar aman untuk tujuan pernikahan.
5. Jangan lupa dana darurat
Sambil menabung dengan terget Rp50 juta, tetap sisihkan minimal Rp300 ribu hingga Rp500 ribu per bulan ke rekening lain khusus untuk dana darurat. Dengan begitu, jika ada kebutuhan mendadak, tabungan pernikahan tidak akan terganggu.
Menabung bersama untuk pernikahan akan membuat kamu dan pasangan belajar mengatur keuangan bersama. Dengan cara ini kalian akan lebih disiplin dan terbuka. Target untuk menikah dengan uang sendiri pun bisa dicapai bersama.
Untuk tips seputar keuangan pernikahan lainnya, jangan lupa untuk terus menyimak artikel-artikel bermanfaat di WeddingMarket, ya!
Cover | Foto: pexels/Defrino Maasy