Menikah dianggap sebagai akhir dari perjalanan panjang mencari pasangan, padahal sebenarnya pernikahan adalah awal dari perjalanan baru yang penuh dengan tantangan dan dinamika kehidupan. Entah karena mendengar dari cerita orang atau berasal dari bayangan sendiri, banyak pasangan memiliki ekspektasi tinggi tentang kehidupan setelah menikah, tetapi realitas yang mereka hadapi bisa jauh berbeda.
Jika kamu salah satu yang masih menganggap bahwa kehidupan pernikahan akan selalu berisi dengan hal-hal yang menyenangkan, berikut ini adalah beberapa perbedaan antara ekspektasi dan realita dalam kehidupan setelah pernikahan yang mungkin akan kamu temui serta cara menghadapinya. Simak sampai habis, ya!
1. Kehidupan romantis ala film vs rutinitas sehari-hari
Setelah menikah, banyak pasangan berekspektasi menjalani kehidupan yang selalu penuh dengan romantisme dan momen manis. Kamu mungkin berharap pasangan selalu memahami perasaan tanpa perlu dijelaskan. Kencan romantis, kejutan manis, dan liburan bersama mungkin tampak seperti akan sering dilakukan.
Realitanya romantisme tetap ada, tetapi tidak bisa terjadi setiap saat karena adanya kesibukan dan tanggung jawab masing-masing. Pasangan tidak selalu bisa membaca pikiran kita sehingga komunikasi yang baik tetap harus dilakukan. Rutinitas seperti pekerjaan, mengurus rumah, dan kewajiban lain biasanya akan menggeser prioritas waktu bersama.
Jangan hanya menunggu pasangan untuk menciptakan momen romantis, tetapi kamu bisa secara aktif untuk menjaga kehangatan hubungan. Jadwalkan waktu berkualitas bersama meski di tengah kesibukan, seperti memasak bersama atau sekadar berbincang sebelum tidur.
2. Selalu hidup nyaman vs realitas finansial
Kamu mungkin membayangkan bahwa setelah menikah, kondisi finansial akan lebih stabil karena dua orang bekerja sama. Rasanya membeli rumah, mobil, dan memenuhi kebutuhan keluarga akan mudah dilakukan. Kamu juga mungkin berpikir bahwa kamu akan tetap memiliki gaya hidup seperti sebelum menikah.
Pada kenyataannya, banyak pasangan menghadapi tekanan finansial, terutama di awal pernikahan saat harus mengatur keuangan bersama. Pengeluaran bertambah, bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk kebutuhan rumah tangga dan mungkin keluarga besar. Adanya perbedaan dalam cara mengatur keuangan juga bisa memicu konflik.
Buka komunikasi tentang keuangan sejak awal dan buat perencanaan yang jelas. Tentukan anggaran, tabungan, dan prioritas bersama agar tidak terjadi kesalahpahaman. Hindari gaya hidup boros dan utamakan kebutuhan dibanding keinginan.
3. Hubungan dengan keluarga pasangan yang harmonis vs dinamika hubungan keluarga
Banyak yang berharap hubungan dengan keluarga pasangan akan berjalan lancar dan menyenangkan, semua orang akan menerima kita dengan tangan terbuka, dan tidak akan ada campur tangan keluarga dalam rumah tangga.
Nyatanya, tidak semua keluarga mertua mudah menerima kehadiran menantu. Ada proses adaptasi yang memerlukan waktu. Konflik bisa terjadi akibat perbedaan budaya, kebiasaan, atau ekspektasi dari keluarga masing-masing. Beberapa pasangan juga menghadapi tekanan dari keluarga besar dalam pengambilan keputusan rumah tangga.
Untuk mengatasi hal ini, jalin hubungan yang baik dengan keluarga pasangan tanpa harus kehilangan identitas sendiri. Tetaplah sopan, tetapi juga tegas dalam menetapkan batasan agar rumah tangga tidak terlalu terpengaruh oleh pihak luar.
4. Pasangan yang selalu bisa diandalkan vs kesibukan yang yang tak terduga
Beberapa orang memiliki ekspektasi bahwa setelah menikah, pasangan akan selalu ada di saat dibutuhkan, baik secara emosional maupun fisik. Semua masalah akan dihadapi bersama-sama tanpa ada yang merasa sendirian. Beban tanggung jawab juga akan selalu dibagi rata.
Meskipun begitu, pasangan juga akan memiliki kesibukan dan tantangan sendiri yang membuatnya tidak bisa selalu ada ketika dibutuhkan. Ada saat-saat di mana salah satu pihak mungkin masih akan merasa sendirian dalam menghadapi masalah. Pembagian tanggung jawab terkadang juga tidak seimbang, terutama jika ada perbedaan dalam pola pikir atau kebiasaan.
Komunikasi adalah kunci. Jika merasa terbebani atau tidak mendapat cukup dukungan, sampaikan dengan jelas kepada pasangan. Buat kesepakatan dalam pembagian tugas dan teruslah berusaha untuk mendukung satu sama lain.
5. Kehidupan sosial yang tetap sama vs perubahan prioritas
Setelah menikah, kamu mungkin berpikir masih bisa sering bertemu teman seperti sebelumnya. Pasangan juga mungkin memberi tahu bahwa ia akan selalu mendukung hubungan pertemananmu bahkan tanpa adanya batasan.
Namun, tak bisa dihindari bahwa waktu bersama teman akan berkurang karena kalian harus membagi perhatian dengan keluarga dan tanggung jawab rumah tangga. Beberapa pertemanan bisa berubah karena prioritas yang berbeda. Ada juga pasangan yang merasa tidak nyaman dengan beberapa hubungan pertemanan tertentu.
Tetaplah menjaga hubungan dengan teman, tetapi pahami bahwa prioritas kini sudah berbeda. Komunikasikan dengan pasangan tentang batasan yang nyaman bagi kalian berdua.
6. Tidak ada konflik besar vs perbedaan yang tidak terduga
Apakah saat ini kamu berpikir bahwa jika sudah saling mencintai, maka konflik besar tidak akan terjadi? Kemudian, semua perbedaan akan bisa diselesaikan dengan mudah? Kamu mungkin juga beranggapan bahwa pasangan akan selalu berpikir dengan cara yang sama selama kamu mengenalnya.
Ekspektasi tersebut mungkin perlu kamu turunkan karena perbedaan pendapat pasti akan ada, bahkan dalam hal-hal kecil. Konflik juga bisa terjadi karena pola pikir, kebiasaan, atau latar belakang yang berbeda. Beberapa pasangan bahkan menghadapi krisis besar yang menguji hubungan.
Jangan takut menghadapi konflik, tetapi belajarlah untuk menyelesaikannya dengan sehat. Hindari emosi berlebihan dan fokus pada solusi daripada menyalahkan pasangan.
7. Semua keputusan diambil bersama vs tidak bisa selalu sejalan
Ekspektasi sebelum menikah, kamu mungkin berpikir akan selalu mengambil semua keputusan bersama-sama secara adil. Selama proses itu juga tidak akan ada perbedaan yang berarti. Setiap keputusan pun akan mudah disepakati karena sudah saling mengenal.
Realitanya, ada keputusan yang harus diambil secara cepat tanpa sempat berdiskusi. Perbedaan pendapat dalam pengambilan keputusan bisa terjadi, terutama dalam hal keuangan, karier, atau pengasuhan anak. Salah satu pasangan juga mungkin lebih dominan dalam mengambil keputusan yang bisa menimbulkan ketidakseimbangan.
Sepakati sejak awal bahwa setiap keputusan penting harus dibahas bersama. Namun, dalam kondisi tertentu yang membuat keputusan harus lekas diambil, berikan kepercayaan kepada pasangan untuk mengambil keputusan terbaik. Yang terpenting, tetap terbuka untuk mendiskusikan segala hal agar tidak menimbulkan ketidakpuasan.
8. Rumah akan selalu rapi dan bersih vs kenyataan yang berbeda
Ketika membayangkan tinggal bersama, kamu mungkin bersemangat membayangkan juga untuk selalu membersihkan rumah sehingga lebih rapi dan nyaman untuk ditinggali bersama. Pembagian tugas rumah tangga akan berjalan lancar. Tidak akan ada perdebatan tentang siapa yang harus melakukan pekerjaan rumah.
Ternyata kebersihan rumah bisa saja terganggu karena kesibukan kerja atau kebiasaan yang berbeda. Tidak semua pasangan memiliki standar kerapihan yang sama. Salah satu pasangan mungkin merasa lebih banyak mengurus rumah dibanding yang lain.
Buat kesepakatan tentang pembagian tugas rumah tangga. Jika memungkinkan, gunakan bantuan asisten rumah tangga atau jasa kebersihan agar tidak terlalu membebani salah satu pihak. Yang terpenting, jangan biarkan masalah kecil ini menjadi pemicu konflik besar.
9. Lebih sering menghabiskan waktu bersama vs kesepian yang tetap ada
Setelah menikah tentunya pasangan terlihat akan selalu bisa menghabiskan waktu bersama. Waktu luang pun bisa diisi dengan aktivitas yang menyenangkan setiap hari. Dengan melakukan hal tersebut, harapannya pasangan tidak akan merasa kesepian karena sudah hidup bersama pasangan.
Sayangnya, kesibukan seputar pekerjaan dan tanggung jawab lain akan membuat waktu bersama menjadi terbatas. Ada saat di mana salah satu pasangan ingin menikmati waktu sendiri tanpa gangguan. Meskipun sudah menikah, rasa kesepian tetap bisa muncul jika komunikasi kurang terjalin.
Prioritaskan waktu berkualitas bersama meskipun hanya sebentar setiap hari. Manfaatkan akhir pekan untuk mempererat hubungan dengan melakukan aktivitas bersama. Selain itu, hormati kebutuhan pasangan untuk memiliki waktu sendiri agar kehidupan masing-masing tetap seimbang.
Kehidupan pernikahan mungkin tampak menyenangkan karena semua hal akan dihadapi berduaan. Namun, akan tetap ada waktu di mana berbagai permasalahan muncul dan harus diselesaikan. Meskipun begitu, kehidupan pernikahan yang seru tetap bisa kamu dapatkan asal masing-masing bisa berkomunikasi dengan baik untuk berkompromi. Jadi, tidak perlu khawatir bahwa marriage is scary jika kamu menemukan pasangan yang tepat.
Cover | Foto: Pexels/SAN Wedding