Pilih Kategori Artikel

Mengenal Prosesi Midodareni dalam Pernikahan Adat Jawa Beserta Tata Caranya
Diskon dan Penawaran Eksklusif Menantimu!
Kunjungi WeddingMarket Fair 26-27 Oktober 2024
di Balai Kartini (Exhibition & Covention Center)

Masyarakat Jawa merupakan salah satu suku di Indonesia yang memiliki berbagai tradisi dalam pelaksanaan prosesi pernikahan. Pada pernikahan adat Jawa, rangkaian upacara adat ini bahkan sudah dimulai beberapa hari sebelum akad nikah atau pemberkatan dilangsungkan, pun masih menyisakan serangkaian ritual adat setelah resepsi digelar. Mulai dari lamaran, akad nikah hingga prosesi panggih, banyak ritual-ritual adat yang harus dilewati oleh kedua mempelai. Salah satunya yaitu prosesi midodareni. 

Dalam budaya masyarakat Jawa, setiap prosesi pernikahan yang dilalui oleh kedua mempelai pengantin tersebut bersifat sakral dan sarat akan makna. Prosesi midodareni pun demikian. Tradisi yang dilakukan pada malam menjelang akad nikah atau pemberkatan pernikahan ini mengandung berbagai makna filosofi yang menjadi pembelajaran kehidupan atau harapan bagi calon pengantin. Tak heran banyak pasangan calon pengantin Jawa yang menjalankannya. Sebut saja penyanyi dangdut Via Vallen dan Chevra Yolandi, Putri Tanjung dan Guinandra Jatikusumo, Vicky Shu dan masih banyak lagi.

Nah, bagi kamu yang mungkin berminat menikah dengan adat Jawa, dalam ulasan kali ini WeddingMarket akan mengupas tuntas serba-serbi prosesi midodareni untukmu. Yuk, kita mulai! 

Apa yang dimaksud dengan midodareni?

wm_article_imgwm_article_img

Fotografi: Moire Photography

Sebelum melihat lebih jauh bagaimana tata cara prosesi midodareni, ada baiknya kamu kenali dulu pengertiannya. Midodareni berasal dari kata dalam bahasa Jawa ‘widodari’ yang berarti 'bidadari'. Prosesi ini dilangsungkan pada malam hari, tepatnya setelah prosesi siraman dan sebelum akad nikah atau pemberkatan akan digelar keesokan harinya. Oleh sebab itu, midodareni disebut juga malam Midodareni 'pangarip-arip' atau malam terakhir kedua mempelai menyandang status lajang. 

Secara turun-temurun masyarakat Jawa tradisional mempercayai bahwa tradisi midodareni dipercaya berasal dari legenda Jaka Tarub dan Nawangwulan. Konon katanya, pada malam midodareni para bidadari akan turun dari kayangan ke bumi, menyambangi kediaman mempelai wanita untuk mempercantik dan menyempurnakan penampilan sang calon pengantin. Pada malam menjelang pernikahan ini, calon mempelai wanita tidak tidur. Ia akan didampingi oleh sanak keluarga serta sesepuh dan diberikan nasihat-nasihat tentang cara menjalani kehidupan berumah tangga kelak. 

Pada malam midodareni ini, calon mempelai wanita 'dipingit' di dalam kamar pengantin, hanya saudara atau kerabat perempuan saja yang boleh menemuinya. Bahkan, ia tidak diperkenankan bertemu dengan calon pengantin pria. Sementara itu, calon pengantin pria akan datang bersama keluarganya ke kediaman calon mempelai wanita, untuk menghantarkan seserahan sekaligus berkunjung untuk mempererat tali silaturahmi. Termasuk pula didoakan agar kedua calon mempelai selalu diberi berkah, rahmat, serta kebahagiaan dalam pernikahannya.  

Tata Cara Pelaksanaan Midodareni

Prosesi midodareni berlangsung cukup panjang, umumnya dilaksanakan mulai dari pukul 6 sore hingga jam 12 malam. Selama prosesi tersebut calon pengantin harus tetap terjaga dan tidak diperbolehkan untuk tidur. Adapun susunan acara midodareni sebagai berikut:

1. Jonggolan

Acara midodareni dimulai sejak calon mempelai pria datang ke kediaman calon mempelai wanita. Acara yang menandai awal prosesi ini dinamakan 'jonggolan' atau disebut juga 'nyantari' yang berarti menampakkan diri. Dalam tahapan ini, calon mempelai pria datang 'menampakkan diri' ke rumah calon mempelai wanita untuk bertemu orangtuanya. Kedatangannya tersebut bertujuan untuk menunjukkan bahwa ia layak untuk menikahi putri mereka.

wm_article_img
Fotografi: Moire Photography

Dengan didampingi oleh perwakilan keluarga besarnya, calon mempelai pria datang sembari membawa berbagai seserahan untuk calon mempelai wanita. Isi seserahan adalah barang-barang keperluan sehari-hari mulai dari kue-kue tradisional, pakaian, peralatan make up, tas, sepatu, hingga pakaian dalam. Seserahan yang diberikan juga harus berjumlah ganjil, karena konon masyarakat Jawa tradisional percaya bahwa bilangan ganjil tersebut melambangkan keindahan. Sang calon mempelai pria kemudian menunggu di beranda dan hanya disuguhi air putih oleh calon ibu mertuanya.

wm_article_img
Fotografi: Moire Photography

2. Tantingan

Proses selanjutnya setelah calon mempelai pria datang dan menunjukkan kemantapan hatinya untuk menikahi calon mempelai wanita, kini giliran calon mempelai wanita yang ditanyakan kembali apakah sudah yakin dan mantap menerima pinangan kekasihnya tersebut. Karena sang calon pengantin wanita sudah mulai menjalani masa pingitan, maka kedua orangtuanya yang akan mendatanginya di dalam kamar dan menanyakan pertanyaan perihal kesiapannya untuk membina rumah tangga. Setelah itu, ia akan menyatakan ikhlas dan menyerahkan sepenuh keputusannya kepada orangtua.

wm_article_img
Fotografi: Moire Photography

3. Penyerahan Catur Wedha

Seperti namanya Catur Wedha, empat pedoman hidup yang berisi nasihat atau wejangan. Nasihat ini disampaikan oleh ayah dari calon mempelai wanita kepada calon mempelai pria sebagai bekal untuk mereka menjalani kehidupan berumah tangga kelak. Adapun isi dari 4 pedoman hidup tersebut, yaitu:

  • Hangayomi (mengayomi), sebagai pria harus mengayomi dan melindungi istri dengan sepenuh hati sebagaimana orang tua melindungi anaknya tanpa pamrih.
  • Hangayani (menyejahterakan), sudah sepatutnya seorang pria bertanggung jawab sebagai kepala keluarga dengan mencukupi segala kebutuhan istri. 
  • Hangayemi (memberi rasa aman), hanya kenyamananlah yang dapat membuat pasangan memiliki rasa cinta yang tiada habisnya.
  • Hanganthi (memimpin)pria harus bisa menjadi pemimpin bagi keluarganya, yang nantinya akan menyetir semua perjalanan rumah tangga bersama istri dan anak-anaknya.

wm_article_imgwm_article_img

Fotografi: Moire Photography

4. Wilujengan Majemukan

Terakhir, seusai pembacaan Catur Wedha, malam midodareni akan ditutup dengan acara wilujeng majemukan, yakni silaturahmi antara keluarga calon pengantin pria dan wanita untuk merelakan anak mereka membangun rumah tangga bersama. Kemudian, dari pihak keluarga calon mempelai wanita akan menyerahkan angsul-angsulan (oleh-oleh) yang berisi makanan, kancing gelung atau pakaian, serta sebuah pusaka berbentuk dhuwung (keris) yang bermakna sebagai harapan bahwa mempelai pria dapat melindungi keluarganya kelak.

wm_article_img
Seserahan pernikahan by Atehouse

Nah, itulah hal-hal yang perlu diketahui tentang midodareni. Dimana dalam setiap prosesinya tersirat makna dan harapan yang mendalam, ya! Cari tahu juga tentang ritual pernikahan dengan adat Jawa lainnya mulai dari siraman jelang pernikahan hingga  panggih, agar kamu makin siap menjalani seluruh rangkaian prosesinya. Sementara itu, untuk mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan pernikahanmu bisa cek di sini. Semoga bermanfaat!

Diskon dan Penawaran Eksklusif Menantimu!
Kunjungi WeddingMarket Fair 26-27 Oktober 2024
di Balai Kartini (Exhibition & Covention Center)

Article Terkait

Loading...

Article Terbaru

Loading...

Media Sosial

Temukan inspirasi dan vendor pernikahan terbaik di Sosial Media Kami

Loading...