Suku Betawi merupakan salah satu etnis yang terkenal dengan tradisi pernikahannya yang unik dan sarat makna. Salah satu ciri khasnya yakni adanya prosesi buka palang pintu yang dilakukan sebagai pembuka sebelum memasuki acara inti, akad nikah. Dapat dikatakan, tradisi palang pintu ini merupakan identitas masyarakat Betawi, yang mana sudah dilaksanakan secara turun-temurun oleh generasi-generasi terdahulu. Hingga kini, prosesi adat yang identik dengan silat dan berbalas pantun ini masih tetap dilestarikan.
Apa itu tradisi palang pintu?
Secara harfiah dalam bahasa Betawi 'palang' berarti penghalang, sementara itu 'pintu' berarti akses atau jalan masuk ke suatu tempat. Palang pintu adalah penghalang agar seseorang tidak dapat masuk atau melewati sebuah pintu. Dengan kata lain, tradisi buka palang pintu disini bermakna agar sang calon pengantin pria berupaya untuk membuka pintu restu agar bisa mempersunting wanita yang dicintainya, yang mana ia harus melewati serangkaian ujian yang diberikan oleh pihak mempelai wanita.
Pada dasarnya, tradisi palang pintu adalah sebuah bentuk kesenian yang merupakan gabungan dari bela diri silat dan pantun khas Betawi untuk mengawali prosesi pernikahan dalam adat Betawi. Sebagai permulaan dari rangkaian prosesi pernikahan, kedatangan rombongan mempelai pria ke kediaman mempelai wanita atau lokasi acara pernikahan dilangsungkan akan menandakan dimulainya palang pintu. Pihak mempelai wanita tidak akan langsung menerima pihak mempelai pria, melainkan mereka mengujinya terlebih dahulu melalui keterampilan berbalas pantun, adu bela diri pencak silat hingga kepiawaian dalam mengaji.
Sejarah Palang Pintu
Tradisi palang pintu sudah ada sejak dahulu, namun tak ada catatan resmi yang menyebutkan sejak kapan dimulainya. Konon sejarah menyebutkan, palang pintu mulai dikenal sejak zaman si Pitung (1874-1903), ia adalah seorang jawara legendaris bagi masyarakat Betawi. Pada zamannya, si Pitung pernah ingin mempersunting seorang wanita bernama Aisyah, putri dari seorang yang terkenal sebagai jawara bergelar 'Macan Kemayoran', bernama Murtadho.
Namun, lamaran si Pitung tak langsung diterima begitu saja oleh pihak keluarga Aisyah. Untuk mempersunting wanita pujaanya, si Pitung harus berhasil membuka palang pintu terlebih dahulu dengan melawan ayah dari sang mempelai wanita, Murtadho. Dengan kepiawaiannya berbalas pantun serta beradu keterampilan silat, si Pitung pun berhasil menaklukkan sang ayah sehingga ia diperbolehkan untuk menikahi putrinya.
Dari muasalnya, konon katanya tradisi pernikahan unik ini berasal dari Betawi Tengah dan Betawi Kota. Sementara itu, di Betawi Pinggiran, masyarakat menyebut Palang Pintu dengan istilah rebut dandang. Tradisi palang pintu ini adalah bagian dari rangkaian prosesi pernikahan adat Betawi yang panjang, yakni dilakukan sebelum akad nikah. Adapun rangkaian prosesi pernikahan adat Betawi lengkap meliputi prosesi ngedelengin, nglamar, bawa tande putus, buka palang pintu, akad nikah, acare negor, dan pulang tige ari.
Seiring dengan berkembangnya zaman, tradisi buka palang pintu menjadi bagian tak terpisahkan dari prosesi pernikahan adat Betawi. Buka palang pintu ini adalah penanda dibukanya pintu mahligai pernikahan, serta menjadi simbol ketaatan atas norma-norma dan adat istiadat yang berlaku. Oleh karena itu, tak sedikit para calon pengantin Betawi di era modern ini tetap melaksanakannya. Karena keunikannya, kesenian ini pun tak jarang disuguhkan juga untuk momentum lai di luar pernikahan, seperti acara penyambutan tamu hingga peresmian sebuah kantor.
Proses tradisi palang pintu
Dalam tradisi pernikahan Betawi, ada beberapa tahapan dalam prosesi palang pintu, yakni salawat dustur, berbalas pantun, beklai, dan lantun sike. Keempat tahapan ini harus dilaksanakan oleh pengantin pria sebagai syarat pelaksanaan buka palang pintu. Secara runut prosesi buka palang pintu adalah sebagai berikut:
- Salawat dustur adalah proses pelantunan adzan sebelum mempelai pengantin pria berangkat menuju rumah pengantin wanita.
- Berbalas pantun sebelum melaksanakan adu silat. Jawara atau perwakilan dari pihak pengantin pria akan menyampaikan maksud dan tujuan kedatangannya untuk mempersunting pengantin wanita. Komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan pantun. Begitu pula dari pihak mempelai wanita juga akan menunjuk seorang jawara untuk menimpali dan menguji kelayakan sang mempelai pria untuk menjadi menantunya dengan pantun khas Betawi.
- Beklai (berkelahi) merupakan unjuk kemampuan silat. Setelah melalui perdebatan sengit yang dilakukan dengan berbalas pantun antara kedua belah keluarga, selanjutnya pihak wanita akan menantang jawara dari pihak pria untuk unjuk kemampuan silat. Jika jawara dari pihak mempelai pria menang, barulah pengantin pria dianggap layak untuk masuk ke rumah mempelai wanita. Meskipun awalnya tampak menegangkan, adegan beklai ini hanyalah sebagai hiburan semata. Hasil akhirnya pun sudah dipastikan jawara dari mempelai pria yang akan memenangkannya. Jenis silat yang digunakan pada palang pintu adalah silat cingkrik.
- Lantun sike, proses pembacaan Al-Quran dan sholawat dengan nada sikkah atau sike. Sebagai ujian terakhir, jawara dari pihak mempelai pria ditantang untuk mengaji. Sebab, menurut kebudayaan Betawi ada istilah yang menyebutkan “buat apa jago kelahi tapi gak bisa mengaji.” Oleh sebab itu, apabila seluruh ujian telah berhasil diselesaikan dengan baik, barulah palang pintu dibukakan, yang berarti restu untuk menikah telah diberikan.
Adapun tradisi palang pintu ini biasanya diwakilkan oleh tiga jawara (jagoan silat), dua orang dari pihak mempelai wanita dan satu dari pihak mempelai pria; dua orang juru pantun dari masing-masing pihak; tiga orang pemukul rebana ketimpring; tiga orang pembaca salawat; dan satu orang pembaca Al-Quran atau lantun sike.
Makna di Balik Tradisi Palang Pintu
Dalam prosesi buka palang pintu, ada tiga pertunjukkan yang ditampilkan sebelum akhirnya kedua mempelai dapat melakukan akad nikah dan bersanding di pelaminan. Ketiga hal tersebut menyimbolkan tiap-tiap ujian yang harus dilalui oleh calon pengantin pria agar memperoleh restu untuk menikahi calon pengantin wanitanya. Mulai dari adu pantun, laga pencak silat hingga pembacaan ayat suci Al-Quran dan sholawat, ketiga hal tersebut tersebut menjadi simbol yang sarat akan makna bagi kehidupan berumah tangga kedua mempelai.
Adu silat yang ditampilkan, tak hanya sekedar aksi unjuk kebolehan bela diri, akan tetapi dimaksudkan untuk menguji kemampuan calon mempelai laki-laki dalam melindungi keluarganya kelak. Adu silat dalam palang pintu ini menyimbolkan, sebagai calon kepala keluarga, sang mempelai pria haruslah memiliki keterampilan untuk menjaga dan melindungi keluarganya dari berbagai ancaman dan marabahaya.
Selanjutnya, kepiawaian berpantun dilakukan untuk menguji kecakapan pihak mempelai pria dalam melakukan diplomasi untuk mencapai kesepakatan dengan pihak keluarga mempelai wanita. Selain itu, juga menunjukkan makna bahwa seorang pria harus dapat membawa keceriaan, bisa menghibur dan membuat bahagia keluarganya. Yang terakhir, pembacaan Al-Quran dan salawat menyiratkan makna bahwa pihak calon pengantin pria harus memiliki pengetahuan agama, seorang imam yang mampu menuntun anak dan istrinya kelak dalam kebaikan.
Secara filosofis, tradisi unik palang pintu ini memiliki tujuan untuk memperoleh penerimaan dari keluarga mempelai wanita, dengan syarat jawara dari pihak mempelai pria harus bisa mengalahkan jawara dari pihak wanita terlebih dahulu. Di luar itu, dengan kemeriahan dan keseruan tradisi Palang Pintu ini, secara tidak langsung juga berfungsi sebagai sarana mendekatkan hubungan baik antar keluarga dan antar kampung karena menjadi hiburan tersendiri yang sangat berkesan.
Barang Bawaan pada Prosesi Palang Pintu
Pada saat pelaksanaan tradisi palang pintu, biasanya pengantin pria bersama para rombongan juga membawa beberapa perlengkapan atau seserahan. Barang-barang pelengkap yang dibawa antara lain kue-kue tradisional seperti roti buaya, pakaian, kembang kelapa, hingga ondel-ondel.
Benda-benda yang dibawa tersebut memiliki makna simbolik, misalnya roti buaya sebagai lambang kesetiaan dan keberanian sang pengantin pria untuk melindungi keluarganya kelak. Kembang kelapa sebagai wujud harapan agar kehidupan kedua mempelai berguna selayaknya pohon kelapa seluruh bagiannya bermanfaat. Termasuk ondel-ondel yang mengiringi rombongan pun memiliki makna simbolis untuk penolak balak.
Nah, itulah informasi terkait tradisi palang pintu dalam pernikahan adat Betawi yang sarat akan makna. Selain seru dan sangat menghibur, sebagai salah satu khazanah bangsa, tentunya tradisi unik ini perlu dipertahankan agar generasi mendatang tetap bisa melestarikannya. Bagaimana, tertarik untuk menggunakan tradisi buka palang pintu di pernikahanmu nanti?