Pilih Kategori Artikel

Tradisi Pernikahan Agama Buddha: Ragam Keunikan, Simbol Harmoni dan Ketenangan
Diskon dan Penawaran Eksklusif Menantimu!
Kunjungi WeddingMarket Fair 10-12 Januari 2025
di Balai Kartini (Exhibition & Covention Center)

Di dalam ajaran agama Buddha, pernikahan merupakan sebuah pilihan bukan kewajiban bagi masing-masing orang. Pernikahan merupakan upacara yang menciptakan hubungan kemitraan dengan landasan kasih sayang (karuna), rasa sepenanggungan (mudita), dan cinta kasih (metta).

Sebagai sebuah ikatan batin antara suami istri, keberhasilan dalam pernikahaan diukur dengan melihat bagaimana mereka membangun keluarga dengan tujuan menciptakan kebersamaan dan kebahagiaan bagi orang-orang disekelilingnya, tidak hanya di dunia tetapi juga di kehidupan berikutnya.

Azas pernikahan umat Buddha tertuang di dalam Anguttara Nikaya 11.57, “Perkawinan yang dipuji oleh Sang Buddha adalah perkawinan antara seorang laki-laki yang baik (dewa) dengan seseorang perempuan yang baik (dewi).”

wm_article_img
Foto via Flo Organizer

Pernikahan agama Buddha acapkali menggabungkan elemen modern dengan tradisi yang diturunkan dari masa ke masa. Selain itu, tradisi pernikahan agama Buddha juga memasukkan unsur budaya masyarakat setempat, seperti ritual minum tiga cangkir rice wine di Jepang, menyematkan gelang tali pada pergelangan tangan di Kamboja, dan tradisi lainnya.

Berkenaan dengan banyaknya ragam keunikan dari tradisi pernikahan agama Buddha, WeddingMarket telah merangkum bagaimana gambaran umum upacara suci ini dilakukan.

1. Kesamaan calon pengantin

wm_article_img
Fotografi: Alura Photography

Dalam tradisi pernikahan agama Buddha, calon pengantin harus memiliki empat kesamaan dalam Dhamma agar kehidupan mereka nanti dilimpahkan kebahagiaan. Berikut empat kesamaan yang telah diatur di dalam Dhamma:

  • Samma Sadha (sama keyakinannya)

Dalam hal ini, Dhamma menafsirkan keyakinan sebagai kepercayaan yang muncul dari pikiran dan pandangan. Keyakinan inilah yang akan membantu kedua calon pengantin mendapatkan pola hidup baik di dalam pernikahannya.

  • Samma Sila (sama kemoralannya)

Keluarga kedua pengantin harus memiliki kepribadian luhur dan keharmonisan dalam kehidupannya sehari-hari atau dalam hubungannya dengan masyarakat.

  • Samma Cagga (sama kedermawanannya)

Dermawan dalam Dhamma dimaksudkan sebagai pengorbanan seseorang untuk memberikan kebahagian kepada orang yang ia cintai dengan ikhlas dan tidak bersyarat.

  • Samma Panna (sama kebijaksanaannya)

Dalam mengatasi segala masalah yang akan muncul di kehidupan setelah pernikahan, kedua pasangan harus memiliki pandangan, wawasan, dan kebijaksanaan yang sama.

2. Dekorasi dan keperluan ritual

wm_article_img
Foto via JIV Wedding Organizer

Secara umum, dekorasi pernikahan di tempat pelaksaan tidak jauh berbeda dengan desain internasional yang sering kita lihat. Penggunaan bunga, warna putih, dan dekorasi umum lainnya juga digunakan ketika pernikahan Buddha dilakukan. Namun, terdapat beberapa tambahan keperluan ritual yang harus dipersiapkan, diantaranya:

wm_article_img
Foto via Flo Organizer

    Secara umum, dekorasi pernikahan di tempat pelaksaan tidak jauh berbeda dengan desain internasional yang sering kita lihat. Penggunaan bunga, warna putih, dan dekorasi umum lainnya juga digunakan ketika pernikahan Buddha dilakukan. Namun, terdapat beberapa tambahan keperluan ritual yang harus dipersiapkan, diantaranya:

    • Altar dengan Buddha Rupang,
    • Tempat dan sembilan batang dupa wangi
    • Dua vas bunga dan piring buah-buahan untuk dipersembahkan oleh kedua calon pengantin
    • Lilin dengan lima warna (kuning, jingga, merah, biru, dan putih). Kelima lilin ini akan dinyalakan di tengah pernikahan dengan peletakan sebagai berikut:

    1. Lilin kuning: Diletakkan di baris kedua sebelah kiri dan dinyalakan oleh ibu dari mempelai wanita. Lilin kuning sebagai simbol kebijaksanaan dan harapan bagi kedua mempelai. Ini merupakan doa agar keduanya menjalani kehidupan rumah tangga dengan bijaksana serta berpengetahuan tinggi.

    2. Lilin jingga: Diletakkan di paling kanan dan dinyalakan oleh ayah dari mempelai pria. Lilin kedua ini menjadi harapan agar kedua pengantin memasuki kehidupan setelah pernikahan dengan penuh semangat.

    3. Lilin merah: Diletakkan di bagian tengah dan tugas panitia untuk menyalakannya. Warna merah merupakan lambang cinta yang menjadi doa agar kedua pengantin menjalani kehidupan mereka dengan mencintai semua makhluk hidup.

    4. Lilin biru: Lilin ini dinyalakan oleh ibu dari mempelai pria sebagai harapan kedua mempelai dapat berbakti kepada Tritana, orang tua, guru, bangsa, serta negara dan diletakkan di sebelah kiri.

    5. Lilin putih: Sebagai simbol kesucian, lilin putih diletakkan di baris kedua sebelah kanan dengan harapan kedua mempelai akan menjalani kehidupan mereka dengan segala perilaku baik, mulai dari tindakan, pikiran, hingga ucapan.

    • Mangkuk kecil atau gelas berisi air putih dan bunga,

    • Cincin pernikahan,

    • Pita kuning sepanjang 100 cm,

    • Kain kuning dengan ukuran 90 x 125 cm,

    • Surat ikrar pernikahan,

    • Persembahan dana untuk bhikkhu yang berupa dupa, lilin, bunga, dan lain-lain,

    • Tempat duduk atau alas duduk untuk pandita, pasangan pengantin, dan bhikkhu.


    wm_article_img

    Foto via Flo Organizer

    3. Koordinator acara

    Tradisi pernikahan agama Buddha tidak mengharuskan peresmian janji suci mereka mendapatkan pemberkatan dari biksu atau biksuni. Keberadaan koordinator acara sangat krusial dan tidak jarang mereka meminta bantuan petugas sipil atau seorang teman untuk menjadi pemimpin persidangan.

    4. Melakukan meditasi

    Terdapat ritual meditasi di dalam upacara peresmian pernikahan agama Buddha. Hal ini dilakukan dengan pikiran bersih dan cinta kasih. Meditasi mengawali momen penting pernikahan.

    5. Meminta berkat dan mengucap janji

    wm_article_img
    Fotografi: Hello Elleanor

    Kehadiran biksu atau biksuni di dalam upacara pernikahan bukanlah suatu hal wajib. Kedua mempelai memintanya hadir untuk mendapatkan berkat dan doa.

    Kedua mempelai juga bisa mengunjungi biksu atau biksuni secara langsung ke vihara tempat mereka membina umat. Selain memberikan doa kepada kedua pengantin, para biksu atau biksuni ini juga bisa menghadiahi mereka dengan kalimat suci yang akan menjadi janji pernikahan.

    Banyak pasangan Buddha tidak langsung meresmikan pernikahannya di catatan sipil dan lebih memilih mengunjungi vihara untuk mendapatkan kalimat pemberkatan tersebut. Karena, janji pernikahan yang dituliskan oleh biksu atau biksuni menunjukkan bagaimana kualitas hubungan mereka.

    6. Ritual kebersamaan

    Terdapat ritual pemberian penghormatan kepada Buddha melalui persembahan di altar yang dilakukan oleh kedua pengantin. Umumnya, ritual ini dilakukan dengan menyalakan lilin atau dupa serta memberikan persembahan paket makanan dan bunga kepada Sang Buddha.

    Selain persembahan oleh kedua pengantin, para biksu atau biksuni juga akan melakukan ritual untuk memberkati pernikahan. Mereka akan membawa air suci untuk kedua pengantin. Air suci dibawa menggunakan kendi dan akan dituangkan ke dalam mangkuk perak. 

    Namun, tradisi kebersamaan ini cukup beragam, seperti para biksu Thailand yang melakukan pemberkatan dengan meletakkan air pada telapak tangan kedua pengantin atau umat Buddha di Kamboja yang mengikat tali merah pada pergelangan tangan.

    7. Pakaian pengantin

    wm_article_imgwm_article_img

    Foto via JIV Wedding Organizer

    Unsur tradisi pernikahan agama Budha dapat terlihat dengan jelas lewat pakaian pengantin yang dikenakan. Di Thailand, pengantin akan mengenakan gaun siwalai dengan kain yang disampirkan di bahu. Berbeda dengan Jepang, mereka akan memilih motif burung Tsuru atau bunga sebagai pakaian pengantin.

    8. Perayaan para tamu

    Sebagai perayaan pernikahan yang telah berjalan dengan lancar, para tamu undangan akan duduk bersila di depan sajian makanan. Pada tradisi pernikahan agama Buddha, tidak ada kue yang disajikan selama acara tetapi sebagai penggantinya, pengantin akan menyediakan berbagai macam makanan manis.

    9. Menari

    Kedua pengantin juga merayakan upacara pernikahan mereka dengan meriah melalui tarian dan nyanyian. 

    10. Susunan acara

    wm_article_imgwm_article_img

    Foto: Alura Fotografi

    Setelah membahas tradisi yang kerap dijumpai dan menjadi kebanggaan pernikahan agama Buddha, beginilah gambaran susunan acaranya secara umum:

    • Kedua mempelai memasuki vihara bersama kedua orang tua menuju altar pernikahan,

    • Acara pemberkatan dibuka terlebih dahulu oleh Romo Pandita dengan bertanya apakah pernikahan diadakan secara sukarela dan tanpa paksaan,

    • Ritual penyalaan lilin,

    • Persembahan bunga dan buah oleh kedua pengantin ke depan altar,

    • Pembacaan Namkara Patha oleh Romo Pandita dan diikuti kedua pengantin. Dilanjutkan dengan pengucapan Vandana,

    • Pengucapan ikrar pernikahan,

    • Pemasangan cincin pernikahan,

    • Pengikatan pita kuning dan dilanjutkan dengan pemakaian kain kuning,

    • Pemberian berkat oleh Romo Pandita dengan memercikkan air suci,

    • Pelepasan kain dan pita kuning,

    • Pemberian nasihat pernikahan oleh Romo Pandita,

    • Penandatanganan surat ikrar perkawinan,

    • dan ditutup dengan Namaskara oleh Romo Pandita.

    Begitulah tradisi dan gambaran bagaimana upacara pernikahan agama Buddha dilakukan. Semua tradisi yang penuh makna tersebut dilakukan untuk membentuk ketenangan dan keharmonisan dalam pernikahan kedua pengantinnya. Demikianlah, semoga bermanfaat!

    Diskon dan Penawaran Eksklusif Menantimu!
    Kunjungi WeddingMarket Fair 10-12 Januari 2025
    di Balai Kartini (Exhibition & Covention Center)

    Article Terkait

    Loading...

    Article Terbaru

    Loading...

    Media Sosial

    Temukan inspirasi dan vendor pernikahan terbaik di Sosial Media Kami

    Loading...