Your Smart Wedding Platform

Alasan Menikah setelah Lama Menjalin Hubungan, Apakah Otomatis Siap?

21 May 2025 | By Nurma Arum Wedding Market | 18

Sudah terlalu sering bersama, kesana-kemari berdua, hingga bertahun-tahun menjalin hubungan cinta. Karena alasan ini, rasanya tak ada alasan lagi untuk menghindari melangkahkan hubungan ke jenjang yang lebih serius. Namun, pemikiran ini seringnya bukan hanya dari pasangan sendiri, tapi justru dari orang-orang sekitar yang merasa menjadi saksi. 

Banyak orang yang menganggap bahwa  jika pasangan telah bertahun-tahun bersama, mereka sudah pasti sudah saling mengenal luar dalam dan otomatis siap untuk menjalani kehidupan pernikahan. Namun, apakah benar begitu? Apakah lamanya waktu pacaran menjadi jaminan bahwa seseorang sudah benar-benar siap untuk menikah?

Jika kamu dan pasangan sedang di fase yang sama, berikut ini penjelasan yang mungkin bisa membantumu mempertimbangkan apakah hubungan kalian sudah siap naik ke kelas selanjutnya. Simak sampai habis, ya!

Alasan memutuskan menikah setelah menjalin hubungan lama

Fotografi: Hibiki Wedding

Ada beberapa alasan dari dalam diri sendiri atau justru tekanan dari luar yang membuat pasangan kekasih berpikir mengenai pernikahan setelah menjalin hubungan lama terlepas dari siap atau tidaknya. Berikut ini beberapa di antaranya:

1. Merasa waktu yang dihabiskan selama pacaran sudah cukup

Pasangan yang sudah bersama selama bertahun-tahun sering merasa bahwa sudah waktunya untuk melangkah ke tahap selanjutnya. Mereka merasa sudah melewati banyak fase dari fase PDKT, mengalami konflik, rekonsiliasi, hingga fase nyaman bersama sehingga wajar bila berpikir bahwa pernikahan adalah tahap selanjutnya yang sudah pasti terjadi dari kisah mereka.

2. Tekanan sosial dan lingkungan

Semakin lama sebuah hubungan berjalan, tekanan dari lingkungan juga semakin besar. Pertanyaan seperti "Kapan nikah?" atau "Masa pacaran terus?" sering menjadi alasan seseorang untuk akhirnya menikah walaupun belum tentu berasal dari kesiapan pribadi.

3. Takut kehilangan

Ketika sudah sangat lama bersama, muncul rasa takut kehilangan pasangan jika tidak segera melangkah ke jenjang yang lebih serius. Menikah bisa menjadi cara untuk ‘mengamankan’ hubungan dari ancaman orang ketiga atau perpisahan di usia yang sudah matang.

4. Sudah terbiasa dan nyaman

Kebiasaan dan rasa nyaman yang terbentuk selama bertahun-tahun membuat pasangan merasa sayang untuk melepaskan. Kadang, keputusan menikah muncul bukan dari kesiapan emosional atau visi masa depan, tetapi karena merasa sudah terlalu lama bersama untuk memulai dari awal dengan orang lain.

5. Ingin mewujudkan impian bersama

Setelah melewati banyak suka dan duka, pasangan mungkin merasa ingin melanjutkan hidup bersama dalam ikatan yang lebih resmi. Pernikahan dipandang sebagai bentuk komitmen untuk menjalani masa depan yang telah dirancang selama menjalin hubungan.

Apakah lamanya hubungan otomatis berarti siap menikah

Fotografi: Iluminen

Menjalin hubungan dalam jangka waktu yang lama tidak selalu berarti seseorang siap untuk menikah. Berikut ini adalah beberapa alasannya.

1. Kesiapan mental dan emosional terpisah dari durasi

Seseorang bisa bersama dengan pasangannya selama 10 tahun, tapi tidak pernah membahas hal-hal penting seperti cara menyelesaikan konflik jangka panjang, rencana finansial, atau keinginan memiliki anak. Tanpa pemahaman yang matang tentang hal-hal krusial ini, hubungan yang lama pun tetap bisa goyah saat menghadapi realitas pernikahan.

2. Pacaran dan pernikahan itu dua hal yang berbeda

Dalam pacaran, kita masih punya ruang untuk ‘kabur’ saat bertengkar hebat atau saat merasa tidak puas. Dalam pernikahan, ada tanggung jawab hukum, sosial, dan moral yang membuat penyelesaian konflik jadi lebih kompleks. Jika pasangan belum pernah mencoba menyelesaikan konflik secara dewasa, kalian mungkin belum siap menikah walaupun sudah lama bersama.

3. Banyak yang selama ini bertahan karena kebiasaan alih-alih kecocokan

Kadang-kadang pasangan yang sudah lama bersama merasa “terjebak” karena takut memulai dari nol dengan orang lain. Namun, bertahan karena takut sendirian atau sekadar terbiasa bukanlah dasar yang sehat untuk menikah. Hal ini bisa memicu penyesalan dan konflik setelah pernikahan.

4. Ketidaksesuaian nilai baru terbongkar setelah menikah

Selama pacaran, banyak pasangan belum menghadapi tekanan nyata seperti mengelola keuangan bersama, peran dalam rumah tangga, tanggung jawab terhadap keluarga besar, atau rencana memiliki anak. Ketika menikah, semua nilai dan tujuan hidup akan diuji secara nyata. Kalau pasangan tidak sejalan, hal ini bisa menjadi sumber konflik serius.

5. Tekanan untuk harus menikah justru bisa jadi alasan yang berbahaya

Banyak pasangan menikah karena merasa sudah terlanjur lama bersama sehingga tertekan untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya oleh orang-orang sekitar. Hal ini berbahaya karena menikah seharusnya adalah keputusan sadar, bukan pelarian dari tekanan atau rasa bersalah.

Tanda-tanda bahwa sebenarnya kamu sudah siap menikah

Fotografi: Kairos Works

Terlepas dari sebentar atau lamanya kamu menjalin hubungan pacaran, ada tanda-tanda yang bisa kamu gunakan untuk mengetahui apakah sebenarnya kamu dan pasangan sudah benar-benar siap untuk menikah. Berikut ini beberapa di antaranya:

1. Mandiri secara emosional

Mandiri secara emosional berarti kamu tidak bergantung sepenuhnya pada pasangan untuk merasa bahagia atau lengkap. Kamu bisa menghadapi stres, kekecewaan, dan konflik dengan tenang, tidak meledak-ledak atau menghindar.

Pernikahan akan menghadirkan banyak tekanan, seperti masalah keuangan, perbedaan pendapat, bahkan masalah keluarga besar. Jika kamu belum bisa mengendalikan emosi, pernikahan bisa menjadi ladang pertengkaran, bukan rumah yang nyaman.

2. Mengelola konflik tanpa merusak hubungan

Setiap pasangan pasti pernah bertengkar. Namun, yang membedakan pasangan siap menikah dengan yang belum siap adalah cara menyelesaikan masalah. Apakah kamu dan pasangan bisa saling mendengar tanpa saling menyerang? Apakah kalian bisa melakukan kompromi?

Tanda positifnya yaitu ketika kamu tidak menyimpan dendam setelah konflik, bisa meminta maaf dan memaafkan dengan tulus, dan mampu bersama-sama mencari solusi alih-alih ingin menang sendiri.

3. Saling mengenal secara mendalam

Mengenal pasangan bukan cuma tahu makanan favorit atau hobinya, tapi juga bagaimana dia mengelola stres, apa nilai hidupnya, bagaimana dia memperlakukan keluarganya, hingga apa pendapatnya tentang uang, anak, peran gender. Banyak konflik rumah tangga muncul karena "ternyata pasangan tidak seperti yang saya kira." Maka, semakin dalam kamu mengenal pasanganmu, semakin besar kemungkinan kalian siap menjalani hidup bersama.

4. Sudah membahas topik penting seputar kehidupan rumah tangga

Pasangan yang siap menikah sudah membicarakan atau setidaknya mau membicarakan hal-hal berikut secara terbuka dan jujur:

  • Apakah ingin punya anak atau tidak?
  • Berapa jumlah anak ideal?
  • Bagaimana cara mendidik anak, apakah keras, santai, atau demokratis?
  • Bagaimana cara mengelola keuangan keluarga, digabung atau masing-masing?
  • Siapa yang akan tinggal di rumah mertua jika ada?
  • Apakah istri boleh bekerja?
  • Bagaimana menghadapi keluarga besar?

Topik-topik ini sering dihindari saat pacaran padahal sangat penting setelah menikah. Tidak membahasnya lebih awal bisa menimbulkan konflik besar di kemudian hari.

5. Mandiri secara finansial

Mandiri secara finansial tidak berarti harus kaya raya. Namun, kamu dan pasangan sudah punya penghasilan stabil, tahu cara mengatur keuangan, tidak bergantung penuh pada orang tua, tidak punya utang konsumtif yang membebani atau sudah punya rencana menyelesaikannya.

Banyak perceraian terjadi karena masalah uang. Jika kamu dan pasangan belum mampu mengelola keuangan dengan bijak, pernikahan bisa jadi ladang stres.

6. Mampu berkomitmen dalam jangka panjang

Menikah itu tak hanya tentang mencintai pasangan hari ini, tapi kalian juga harus siap berkomitmen ketika cinta sedang tidak sekuat dulu. Kesiapan ini tampak dari konsistensi ketika menunjukkan tanggung jawab dalam hubungan, tidak mudah menyerah saat ada masalah, dan bisa memprioritaskan pasangan tanpa merasa dikekang.

Jika setelah menjalin hubungan hingga sekarang kamu masih merasa tidak siap menghadapi pasangan saat sedang emosi atau masih sering menghilang saat ada masalah, mungkin kamu belum siap menikah.

7. Berhubungan baik dengan keluarga dan mendapat restu

Menikah memang bukan hanya soal menyenangkan orang tua. Namun, pernikahan di Indonesia erat kaitannya dengan budaya keluarga. Jika kamu dan pasangan punya hubungan sehat dengan keluarga masing-masing atau setidaknya bisa saling menghormati, ini adalah pertanda yang baik.

Ingat, kamu tidak hanya menikahi pasanganmu, tapi juga menjalin hubungan jangka panjang dengan keluarganya. Hubungan yang buruk bisa menjadi sumber masalah tersendiri.

8. Bisa menjalani rutinitas tanpa drama

Cinta itu penting, tapi pernikahan lebih banyak berisi rutinitas, seperti bangun pagi, bekerja, membayar tagihan, mengantar anak sekolah, dan sebagainya. Kalau kamu dan pasangan bisa saling bekerja sama dalam kegiatan sehari-hari dengan nyaman artinya kamu mungkin sudah memiliki kesiapan yang bagus. 

9. Punya visi dan nilai hidup yang sejalan

Visi hidup bukan hanya soal karier atau tempat tinggal, tapi juga prinsip dalam hidup, pandangan tentang peran suami-istri, gaya hidup yang diinginkan apakah sederhana, ambisius, petualang, religius, dsb.

Bukan usia atau durasi hubungan yang jadi kunci pernikahan, melainkan kesiapan secara mental, emosional, dan spiritual. Pasangan yang siap menikah biasanya sudah mampu membedakan antara cinta yang emosional dengan komitmen jangka panjang.

Pernikahan akan membawamu dan pasangan ke dunia yang lebih kompleks, tapi juga penuh keindahan jika dijalani dengan kesiapan yang matang. Jadi, daripada bertanya “Sudah berapa lama pacaran?” akan lebih baik jika kamu bertanya, "Sudah sejauh mana kami siap menjalani hidup bersama dengan segala tantangan yang akan datang?"


Cover | Foto: pexels/Gerzon Piñata


Artikel Terkait



Artikel Terbaru