Pernikahan merupakan acara spesial yang harus digelar sesuai dengan keinginan kedua calon pasangan, bahkan kadang juga sesuai keinginan orang tua. Ketika menyiapkan pernikahan bersama pasangan, sering kali masing-masing memiliki pendapat sendiri. Wajar saja hal ini terjadi karena ada dua kepala yang memiliki latar belakang serta kesukaan berbeda. Sayangnya, perbedaan ini juga bisa menimbulkan masalah selama persiapan.
Acara pernikahan yang seharusnya menjadi ajang penuh cinta, malah penuh dengan tantangan jika perbedaan-perbedaan ini tak kunjung diselesaikan. Oleh sebab itu, kamu bisa melakukan beberapa hal berikut ini jika mengalami hal tersebut dengan pasangan. Simak sampai habis, ya!
Cara menyelesaikan masalah
Alih-alih langsung marah dan tidak mau mengalah, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membuat permasalahan bisa sedikit mereda dan jalan keluar lebih mudah ditemukan. Berikut ini beberapa di antaranya.
1. Mulai dengan komunikasi yang tenang
Saat terjadi perbedaan pendapat, langkah pertama yang paling penting adalah memastikan komunikasi agar tetap berlangsung dalam suasana tenang. Jangan langsung bereaksi defensif atau menyalahkan karena hal ini justru membuat konflik berkembang. Ajak pasangan bicara saat tidak terburu-buru, misalnya di malam hari setelah aktivitas selesai atau di akhir pekan saat kalian berdua lebih rileks. Gunakan kalimat “Aku merasa…” daripada “Kamu selalu…”, sehingga fokus tetap pada perasaan dan kebutuhan, bukan menyalahkan individu.
Dalam kondisi seperti ini, kalian bisa lebih mudah memahami apa sebenarnya alasan di balik keinginan masing-masing karena sering kali perbedaan pendapat muncul bukan karena “hal besar”, melainkan karena masing-masing memiliki cara pandang, kebiasaan keluarga, atau standar yang berbeda. Komunikasi yang tenang memungkinkan kalian menemukan titik temu tanpa merusak suasana hati.
2. Dengarkan kekhawatiran pasangan secara utuh
Banyak konflik persiapan pernikahan terjadi karena setiap pihak hanya fokus pada sudut pandangnya sendiri, padahal mendengarkan pasangan secara utuh dapat mengungkap apa alasan emosional atau praktis di balik pilihannya. Misalnya, pasangan ingin venue tertentu bukan sekadar karena “lebih bagus”, tetapi mungkin ia ingin menghargai keluarganya, merasa lebih nyaman, atau lokasi tersebut memiliki kenangan spesial.
Dengarkan tanpa memotong pembicaraannya, beri respons empatik seperti “Aku mengerti kenapa hal ini penting buat kamu”, lalu baru sampaikan pandanganmu. Ketika seseorang merasa didengarkan, mereka menjadi jauh lebih terbuka untuk kompromi. Selain itu, mendengarkan secara penuh biasanya membantu kita menyadari bahwa tujuan akhirnya sama, yaitu membuat hari pernikahan berjalan lancar dan membahagiakan.
3. Bedakan antara hal yang penting dengan preferensi
Tidak semua perbedaan pendapat harus dilawan atau dimenangkan. Ada hal-hal yang sifatnya “kritis”, seperti budget, kapasitas tamu, atau lokasi, tetapi ada juga hal-hal yang hanya sekadar preferensi, misalnya warna dekorasi, bentuk undangan, atau jenis suvenir. Dengan membedakan dua kategori ini, kalian bisa memutuskan mana yang perlu diprioritaskan untuk dibahas serius dan mana yang bisa dilepas atau diberikan pada pasangan sebagai bentuk kompromi.
Pendekatan ini membantu mengurangi beban mental dan konflik berlarut. Jika masing-masing memiliki daftar hal yang paling penting, kalian bisa saling menghormati prioritas tersebut. Misalnya, kamu fokus di dekorasi dan pasangan fokus di musik, maka kalian bisa saling memberi ruang untuk memutuskan detail pada aspek yang dianggap utama bagi masing-masing.
4. Tetapkan budget dan batasan sejak awal
Budget adalah salah satu sumber perbedaan pendapat paling besar dalam persiapan pernikahan. Menetapkan budget dan batasan sejak awal akan menjadi landasan yang membantu kalian menilai apakah suatu pilihan realistis atau tidak. Diskusikan kemampuan finansial kalian berdua, kontribusi keluarga, dan apa saja yang dianggap layak untuk dikeluarkan dan tidak.
Jika ada pertanyaan seperti “Boleh nggak tambah Rp 5 juta untuk dekor?” kalian bisa mengacu pada batasan yang sudah disepakati, jadi keputusan tidak lagi berdasarkan emosi saat itu. Dengan demikian, kalian tidak terjebak dalam drama “maunya siapa yang lebih dominan”, melainkan kalian menilai berdasarkan kesepakatan yang objektif. Pendekatan ini membuat diskusi lebih produktif dan meminimalkan gesekan.
5. Cari jalan tengah yang adil bagi kedua belah pihak
Ketika perbedaan pendapat terasa sulit disatukan, solusinya bisa jadi bukan memilih “punyaku” atau “punyamu”, tetapi mencari opsi ketiga atau jalan tengah. Misalnya, jika kamu ingin konsep rustic dan pasanganmu ingin konsep modern, kalian bisa memilih rustic-modern minimalis.
Jika kamu ingin menikah di venue outdoor, tetapi pasangan khawatir hujan, pilih venue semi-outdoor dengan kanopi. Alternatif solusi ini memberi ruang bagi kedua pihak untuk tetap merasa dihargai dan terlibat. Mencari kompromi juga mengasah kemampuan kalian sebagai tim karena pada akhirnya kehidupan pernikahan pun berisi banyak situasi di mana kompromi diperlukan.
6. Ingat tujuan untuk membangun kehidupan bersama
Menghadapi perbedaan pendapat sering membuat orang lupa bahwa persiapan pernikahan hanyalah awal perjalanan, bukan panggung untuk membuktikan siapa yang lebih benar. Mengingat tujuan utama, yaitu membangun kehidupan bersama akan membuat kalian lebih mudah melepas ego dan lebih fokus pada kebahagiaan jangka panjang.
Ketika ada konflik kecil tentang bunga dekorasi atau warna kain pelaminan, tanyakan pada diri sendiri, “Apakah hal ini akan penting dalam 5 tahun ke depan?” Biasanya, jawaban itu membuat kepala jadi lebih dingin dan hati lebih ringan. Menyadari bahwa kalian adalah partner, bukan lawan, membuat perbedaan pendapat terasa jauh lebih mudah untuk diselesaikan.
7. Beri jeda jika suasana panas
Ketika diskusi mulai mengarah ke pertengkaran, jeda adalah pilihan terbaik. Bukan berarti lari dari masalah, tetapi memberi ruang pada emosi untuk turun dulu agar diskusi bisa lebih rasional. Sepakati sinyal atau kata kunci seperti “break dulu 10 menit ya”, lalu gunakan waktu itu untuk minum, mandi, atau sekadar tarik napas panjang. Setelah jeda, lanjutkan diskusi dengan pikiran jernih. Langkah sederhana ini bisa sangat efektif mencegah konflik kecil berubah menjadi pertengkaran besar yang merusak mood persiapan pernikahan.
8. Dokumentasikan keputusan
Mencatat hasil diskusi di Google Docs atau aplikasi wedding planning membantu mencegah konflik berulang akibat keputusan yang berubah. Kadang pasangan sudah sepakat, tetapi karena lupa atau informasi tidak tersampaikan dengan jelas, muncul perbedaan pendapat kembali. Dengan membuat catatan yang dapat diakses bersama, semua orang tetap memegang solusi sesuai keputusan. Hal ini juga membantu kalian menilai progres persiapan dan merasa lebih terkontrol.
Contoh kasus yang biasa terjadi
Untuk memberikanmu gambaran yang lebih nyata, serta cara penyelesaian yang lebih masuk logika, berikut ini adalah beberapa kasus yang biasanya terjadi saat pasangan menyiapkan pernikahan.
1. Berbeda pendapat soal jumlah tamu
Kamu ingin pesta intimate maksimal 150 tamu agar suasana lebih hangat dan budget tetap terkontrol, sedangkan pasangan menginginkan 500 tamu karena merasa banyak keluarga dan relasi kantor yang wajib diundang. Perbedaan ini sering menimbulkan konflik karena masing-masing memiliki alasan kuat. Kamu mengutamakan kenyamanan, sedangkan pasangan takut mengecewakan keluarga. Solusinya adalah membuat dua daftar, tamu inti dan tamu tambahan, lalu melihat mana yang benar-benar prioritas. Alternatifnya, pilih venue yang tetap terasa intimate meski kapasitasnya besar sehingga kedua kebutuhan bisa terakomodasi.
2. Perbedaan selera dekorasi
Misalnya kamu suka dekor rustic bernuansa kayu dan warna hangat, sementara pasangan lebih suka konsep modern minimalis dengan warna hitam-putih dan bentuk geometris. Ketika dua gaya ini berbenturan, meeting dengan vendor jadi berjalan lama dan berakhir buntu. Cara menyelesaikannya adalah mencari elemen yang bisa dipadukan, seperti dekor modern dengan aksen rustic atau floral warm tone. Kamu juga bisa membagi area dekorasi, misalnya pelaminan mengikuti konsep satu pihak dan photobooth atau lounge area mengikuti konsep yang lain sehingga keduanya tetap terwakili.
3. Berdebat soal vendor tertentu
Kamu lebih nyaman dengan MC yang elegan, rapi, dan tidak terlalu banyak bercanda, sementara pasangan ingin MC yang energik dan humoris agar suasana tidak kaku. Hal serupa juga sering terjadi pada fotografer karena tone foto sangat subjektif. Solusi realistisnya adalah membuat sesi meeting atau video call bersama dengan beberapa kandidat vendor. Setelah melihat gaya bicara, profesionalisme, dan chemistry mereka langsung, biasanya perbedaan pendapat mencair karena kalian bisa sama-sama merasakan siapa yang paling cocok mendampingi kalian di hari penting.
4. Perbedaan keinginan soal tradisi atau adat
Kamu mungkin menginginkan acara yang simple tanpa rangkaian adat panjang, tetapi pasangan atau keluarganya menginginkan prosesi tradisional lengkap seperti siraman, midodareni, atau panggih. Konflik ini lebih sensitif karena tidak hanya menyangkut preferensi pribadi, tetapi juga nilai budaya dan harapan keluarga. Pendekatan yang paling aman dilakukan adalah mengambil beberapa prosesi inti saja sebagai simbol, misalnya hanya panggih dan sungkeman tanpa rangkaian panjang lain. Dengan cara ini, keluarga merasa dihormati, tetapi kamu tetap tidak terbebani dengan prosesi yang terlalu banyak.
5. Perbedaan selera mengenai outfit pernikahan
Kamu membayangkan gaun yang minimalis, simple, dan nyaman, tetapi pasangan ingin kamu tampil lebih glamour dengan gaun besar dan detail mewah atau pasangan ingin tampil kasual tanpa dasi, sementara kamu ingin foto-foto pernikahan terlihat lebih formal. Untuk menyelesaikannya, lakukan sesi fitting bersama agar pasangan bisa melihat langsung bagaimana outfit tersebut terlihat dan apakah sesuai dengan konsep venue. Biasanya, setelah mencoba beberapa model dan melihat hasil visualnya, kalian bisa menemukan gaya yang sama-sama membuat nyaman.
6. Perbedaan cara mengelola budget
Kamu merasa dekorasi venue terlihat kosong dan ingin menambah beberapa elemen, tetapi pasangan sudah sangat ketat menjaga pengeluaran karena takut budget melonjak. Situasi ini memunculkan perasaan tidak dimengerti oleh satu pihak dan rasa khawatir berlebih dari pihak lain. Penyelesaiannya adalah kembali ke rencana budget awal dan membuat kategori prioritas, mana yang wajib, mana yang bisa dinegosiasi, dan mana yang bisa dilepas. Dengan pembagian ini, kalian bisa berdiskusi secara lebih objektif dan menghindari pemborosan atau perasaan “tidak dihargai”.
7. Perbedaan gaya komunikasi selama persiapan
Kamu tipe perencana yang ingin semua detail dibahas jauh-jauh hari, sedangkan pasangan tipe yang santai dan lebih nyaman membahas hal penting menjelang hari-H. Hal ini membuatmu sering merasa mengurus semuanya sendiri, sedangkan pasangan merasa kamu terlalu menekan. Solusinya adalah membuat jadwal “meeting persiapan pernikahan” mingguan yang jelas, misalnya setiap Sabtu sore. Dengan cara ini, kamu tidak perlu mengulang-ulang topik setiap hari dan pasangan tidak merasa keteteran karena ada waktu khusus untuk fokus pada persiapan.
Persiapan pernikahan akan menjadi momen yang melelahkan dan menguras emosi. Makanya, alih-alih melihat pasanganmu sebagai sumber masalah karena sering terjadi perbedaan pendapat, sebaiknya cari solusi bersama agar kedua belah pihak bisa sama-sama merasa nyaman. Jika kalian berdua adalah pasangan yang sama-sama sibuk, bantuan dari wedding organizer bisa dipertimbangkan. Daftar rekomendasinya bisa kamu lihat di sini.
Cover | Foto: Pexels/Ivan S