Your Smart Wedding Platform

Mengulik Pakaian Pengantin Wanita Padang Pariaman dari Ujung Kepala hingga Ujung Kaki

15 Mar 2024 | By Intan Vandini Wedding Market | 308

Jika membicarakan tentang "suntiang", tidak bisa dipungkiri bahwa yang pertama kali terlintas dalam pikiran adalah kekayaan budaya di suku Minangkabau. Keberagaman budaya ini tercermin dalam ragam jenis suntiang yang ada di beberapa daerah di Sumatera Barat. Meskipun mungkin nampak serupa, namun sebenarnya terdapat perbedaan mendasar di antara suntiang, baik dari segi bentuk, ukuran, maupun teknik pengikatannya.

Tidak hanya suntiang yang menjadi ciri khas dalam perhelatan pernikahan suku Minangkabau. Pengantin wanita dari suku ini juga memakai baju kurung, sebuah busana adat yang telah diwariskan secara turun-temurun kepada para anak daro. Tradisi ini juga tetap dijaga dengan konsisten di daerah Padang Pariaman, di mana pengantin wanitanya mengenakan baju kurung sebagai bagian dari tradisi pernikahan mereka. Selain 

Meski begitu, suntiang dan baju kurung hanyalah satu dari sekian banyak elemen yang menjadi bagian dari perlengkapan dan aksesori pelengkap pakaian pengantin wanita di daerah Padang Pariaman. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai ragam kelengkapan pakaian dan aksesoris yang turut memeriahkan perhelatan pernikahan di daerah ini, simak artikel berikut, ya!

Tentang Pakaian Pengantin Wanita Padang Pariaman


Pengaruh budaya Tiongkok sangat kental terasa dalam pakaian pengantin wanita di Padang Pariaman, terutama terlihat pada perhiasan bagian kepalanya yang disebut Sunting atau Suntiang, yang menambah sentuhan elegan dan kemegahan pada penampilan pengantin wanita suku Minangkabau. Selain itu, baju kurung yang dipilih juga mengusung warna merah cerah yang melambangkan keberuntungan dalam budaya Tionghoa. Baju kurung ini dihiasi dengan sulaman motif bunga dan burung yang kental dengan gaya seni tradisional Tionghoa, menambahkan unsur keindahan dan keanggunan pada busana pengantin tersebut.

Sebagai bawahan, pengantin wanita mengenakan sarung atau kodek yang merupakan hasil tenunan khas oleh masyarakat Sumatera Barat, seperti tenunan Pandai Sikek dan Silungkang. Tenunan ini tidak hanya menambahkan unsur keindahan pada penampilan pengantin, tetapi juga menggambarkan kekayaan warisan budaya lokal yang tetap dijunjung tinggi dalam perayaan pernikahan. Dengan demikian, perpaduan antara pengaruh budaya Tionghoa dan warisan budaya Sumatera Barat dalam pakaian pengantin wanita menciptakan sebuah harmoni yang memukau dan unik dalam tradisi pernikahan di daerah tersebut.

Pakaian Pengantin Wanita Padang Pariaman

Keindahan dan kemegahan benar-benar terpancar saat pengantin wanita dari masyarakat Padang Pariaman mengenakan pakaian pengantin khas daerah mereka. Setiap helai pakaian dan aksesoris yang dipilih tidak hanya menunjukkan kecantikan, tetapi juga menggambarkan kekayaan budaya suku Minangkabau yang mendalam. Berikut adalah beberapa pakaian dan aksesoris yang dikenakan oleh para anak daro Padang Pariaman:

Pakaian


1. Baju Kurung

Baju kurung yang dipakai oleh pengantin wanita ini dikenal dengan sebutan baju kurung bajaik. Terbuat dari kain satin atau beludru merah, baju ini memiliki ciri khas dengan penambahan siba dan daun bodi di kedua sisinya, sehingga menciptakan kesan longgar dan elegan. Nama "bajaik" sendiri berasal dari penghiasan sulaman tangan yang diterapkan pada baju tersebut, yang terdiri dari benang emas dan jahitan kepala peniti (kapalo samek) dengan motif bunga, binatang, serta burung bagerai (hong), yang merupakan sulaman khas Minangkabau.

Pemakaian baju kurung merah ini melambangkan kegembiraan pengantin wanita dalam memasuki babak baru kehidupannya yakni biduk rumah tangga, dan sekaligus meninggalkan masa mudanya. Sulaman yang memiliki beragam motif ini dijahit dengan penuh kesabaran dan keuletan para pengrajinnya, mencerminkan sifat-sifat yang melekat pada pengantin wanita suku Minangkabau.

Tak hanya itu, ada juga pengaruh dari budaya Tionghoa yang tercermin dalam baju kurung ini, terutama dari segi warna merah terang yang berani, melambangkan kegembiraan, dan motif burung hong yang memiliki ekor panjang nan indah. Perpaduan dari beragam unsur budaya ini menciptakan sebuah pakaian yang tidak hanya memesona secara visual, tetapi juga sarat dengan makna-makna yang mendalam, menggambarkan kekayaan budaya dan tradisi yang ada dalam masyarakat Padang Pariaman.

2. Kodek atau Sarung


Kodek atau sarung yang dipakai dalam busana pengantin wanita masyarakat Padang Pariaman terbuat dari kain songket dengan warna dasar merah, yang dihiasi dengan hiasan songket benang makau atau emas dalam berbagai motif. Umumnya, kain songket yang digunakan berasal dari Pandai Sikek, sebuah daerah di Kabupaten Tanah Datar yang terkenal dengan masyarakat dengan keahlian menenunnya.

Bagian dalam kain songket ini dilapisi dengan kain tetoron yang memiliki warna yang sama dengan dasar kain sarung, kemudian kain tersebut dilebihkan ke atas untuk memudahkan pemakaian sarung. Pemasangan kodek atau sarung dilakukan dengan melilitkan di bagian pinggang, sementara untuk mempermudah gerakan pengantin wanita saat berjalan, atau saat menaiki jenjang rumah, maka dibuatlah belahan lipatan kain berada di bagian depan 

Pemakaian baju kurung yang longgar bersamaan dengan kain sarung atau kodek yang panjang hingga mata kaki ini sangat sesuai dengan ajaran Islam dalam kaidah menutupi aurat. Kain sarung atau kodek ini merupakan hasil tenunan khas Minangkabau, yang dibuat oleh kaum wanita Minangkabau dengan memerlukan kesabaran dan ketekunan yang ekstra dalam proses pembuatan corak motif songket tersebut.

Warna yang cerah dan hiasan benang emas pada sarung atau kodek melambangkan kegembiraan dan keanggunan bagi si pemakainya. Dengan demikian, penggunaan kodek ini tidak hanya sebagai pelengkap busana, tetapi juga sebagai wujud dari kekayaan budaya dan tradisi Minangkabau, serta sebagai simbol dari keanggunan dan kegembiraan dalam perayaan pernikahan.

3. Tokah atau Selendang


Tokah adalah sebuah elemen busana pengantin wanita Padang Pariaman yang berupa selendang, dan terbuat dari kain satin hijau atau merah. Tokah melingkari tubuh pengantin wanita dari bagian pinggang belakang, melalui ketiak, dan bersilang di dada sebelum melanjutkan perjalanan ke atas bahu. Ujung-ujungnya yang elegan berada di bagian belakang, diperindah dengan sulaman taburan loyang berwarna emas yang membentuk motif bunga dan kupu-kupu. Renda benang emas membingkai pinggir tokah, menambah kemewahan pada keseluruhan desainnya.

Bagian tengah tokah sengaja dibiarkan polos tanpa hiasan, menandakan bahwa ada sesuatu yang tersirat, sebuah rahasia yang hanya dimengerti oleh wanita itu sendiri. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada bagian tubuh yang diperlihatkan, tetap ada aspek dari dirinya yang tetap dirahasiaka. Di atas tokah ini, perhiasan dada yang berharga seperti kalung pinyaram dan kalung kudo-kudo dipajang dengan anggun.

Penggunaan tokah juga berfungsi sebagai simbol kuat bahwa pengantin wanita telah diikat dalam ikatan perkawinan yang suci dan tak terpisahkan. Dengan demikian, tokah tidak hanya menjadi bagian dari busana, tetapi juga sebuah simbol keindahan, keanggunan, dan komitmen dalam pernikahan tradisional Padang Pariaman.


Aksesoris

1. Sunting atau Suntiang 


Perhiasan kepala yang disebut dengan Sunting atau Suntiang menjadi salah satu unsur penting dalam busana pengantin wanita di daerah Padang Pariaman. Suntiang ini memiliki beragam bentuk dan variasi yang menarik, di antaranya dikenal dengan nama-nama seperti Suntiang Pisang Saparak, Suntiang Bungo Pudiang, dan Suntiang Pisang Sasikek. Di daerah Pesisir, ada juga yang dikenal dengan sebutan Suntiang Kambang Goyang, yang terinspirasi dari keindahan bunga-bunga yang tumbuh di sekitar kita dan kemudian diatur secara artistik di atas kepala pengantin.

Bunga-bunga yang menghiasi Suntiang terdiri dari berbagai jenis, seperti bunga ros, serai, melati, dan bahkan ikan seperti mansi-mansi, memberikan sentuhan alami yang memesona pada penampilan pengantin. Seiring perkembangan zaman, hiasan Suntiang telah diperkaya dengan tambahan sepasang burung merak, yang menambahkan keanggunan dan keindahan pada perhiasan tersebut. Motif flora dan fauna ini kemudian diabadikan dalam berbagai jenis logam mulia seperti perak, emas, loyang, dan tembaga, memberikan nilai estetika dan keindahan pada Suntiang pengantin wanita Padang Pariaman.

Setelah pengantin wanita disanggul, suntiang akan dipasang satu persatu dengan urutan tertentu, yang diawali dengan:

  • Baris Pertama: Di atas rambut, disusun bunga ros melingkar sebanyak 5 kuntum. Awalnya menggunakan bunga ros hidup, namun sekarang digantikan dengan bunga kertas atau bahan sintetis lainnya.
  • Baris Kedua: Terdiri dari bunga logam, umumnya dari loyang, dengan jenis serunai kecil sebanyak 7 tingkat. Perinciannya adalah sebagai berikut: 2 tingkat serunai merah, masing-masing berjumlah 13 buah. 1 tingkat serunai putih, masing-masing berjumlah 17 buah. 3 tingkat serunai kuning, masing-masing berjumlah 19 buah.
  • Baris Ketiga: Terdiri dari serunai besar sebanyak 21 buah.
  • Baris Keempat: Suntiang gadang dipasang sebanyak 19 buah.
  • Baris Kelima/Terakhir: Terdiri dari mansi-mansi atau serai serumpun sebanyak 21 buah.

Di bagian pinggir bawah, sejajar dengan telinga, dipasangkan kote-kote sebanyak 5 pasang. Terdiri dari 3 pasang untaian dari loyang atau perak, serta 2 pasang untaian melati dan cimpago. Di bagian depan, di sela-sela serunai dan mansi-mansi, dipasangkan sinar blong atau kembang yang memiliki permata. Ini bertujuan untuk menambah cahaya pada susunan sunting dan menonjolkan keindahannya.

Setelah suntiang lengkap terpasang, dipasangkan juga anting-anting yang beruntai untuk menambah semarak dan keanggunan penampilan pengantin wanita. Dengan berbagai hiasan dan detail yang indah, anting-anting yang beruntai memberikan sentuhan elegan yang sempurna untuk melengkapi keseluruhan tatanan busana tradisional Padang Pariaman. 

2. Perhiasan Dada

Perhiasan leher atau dada, yang sering juga disebut sebagai kalung atau dukuh, merupakan salah satu elemen penting dalam busana tradisional di daerah Padang Pariaman. Perhiasan ini terdiri dari beberapa macam yang disusun bertingkat, dimulai dari bagian atas, di antaranya:

  • Kalung Cakiak/Laca: Kalung yang dipasang pas di pangkal leher ini memiliki butiran-butiran padi yang indah sebagai hiasan utama. Bagian bawahnya dihiasi dengan mainan yang menambah pesona.
  • Kalung Bintang: Lebih panjang dari kalung cakiak, kalung ini memiliki motif bintang yang dibuat dengan teknik bakarang, menambahkan keanggunan pada penampilan pengantin wanita.
  • Kalung Rago-rago: Manik-manik berbentuk bulat kecil-kecil dirangkai menjadi sebuah kalung yang elegan. Keunikan bentuknya menambah nilai estetika pada busana pengantin.
  • Kalung Pinyaram: Memiliki ukuran yang lebih panjang dan bentuk yang bundar, kalung ini memiliki bagian tengah yang menonjol, biasanya dihias dengan motif yang rumit menggunakan teknik bakarang. Seuntai kalung pinyaram terdiri dari dua tingkat dengan susunan yang besar di tengahnya, memberikan kesan megah dan anggun pada pemakainya.
  • Kalung Gadang: Kalung ini memiliki ukuran lebih besar dan panjang. Biasanya, kalung ini dipakai bersamaan dengan kalung kudo-kudo atau pada saat mengenakan pakaian adat. Semua jenis kalung tersebut, kecuali kalung cakiak, disusun di atas tokah yang tersusun bertingkat, dimulai dari yang pendek hingga yang paling panjang.

Pemakaian kalung tidak hanya berfungsi sebagai elemen keindahan semata, tetapi juga memiliki makna simbolis yang mendalam. Kalung ini melambangkan kemakmuran dan kekayaan pemakainya.

3. Perhiasan Tangan


Perhiasan tangan dalam tradisi Padang Pariaman terdiri dari beberapa jenis, di antaranya adalah gelang gadang yang juga dikenal sebagai gelang induk, serta gelang ular atau gelang permata. Penggunaan gelang tidak hanya untuk menambah keindahan dan melambangkan kemakmuran, tetapi juga memiliki makna mendalam yang terkait dengan kedisiplinan adat Minangkabau.

Gelang, dalam konteks ini, juga melambangkan konsep bahwa tangan memiliki batas-batasnya. Ini mencerminkan prinsip bahwa dalam berbuat dan bertindak, seseorang harus mengenali batas kemampuan dan memiliki disiplin dalam mengerjakan sesuatu sesuai dengan kemampuannya. Dengan demikian, penggunaan gelang tidak hanya menjadi simbol keindahan dan kemakmuran, tetapi juga sebagai pengingat akan pentingnya menghormati batas-batas dalam kehidupan serta menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan penuh kesadaran akan kemampuan dan keterbatasan.

4. Selop atau Sepatu


Selop adalah jenis alas kaki yang terbuat dari kain atau bludru merah. Bagian depan selop tertutup dan sedikit bertumit di bagian belakang. Bagian depannya dihiasi dengan sulaman yang indah, menambah keindahan pada penampilan pengantin wanita Padang Pariaman.

Fungsi utama selop adalah sebagai pelindung kaki dari debu, kotoran, dan elemen-elemen lainnya, namun selain itu juga berperan dalam meningkatkan keindahan busana. Dengan demikian, selop tidak hanya merupakan alas kaki biasa, tetapi juga merupakan bagian yang penting dalam menyempurnakan penampilan secara keseluruhan.

Menarik sekali, ya, melihat detail lengkap dari pakaian pengantin wanita dalam tradisi masyarakat Padang Pariaman. Dari ujung kaki hingga ujung kepala, setiap elemen busana dipilih dengan cermat untuk menciptakan kesan yang memukau. Warna-warni yang kontras dan menawan tidak hanya memancarkan keindahan, tetapi juga menambahkan nuansa kemewahan pada penampilan pengantin wanita.

Selain kekayaan budaya yang tercermin dalam setiap aksesoris yang dikenakan, penting juga untuk mengakui nilai moral yang tersemat dalam tradisi ini. Setiap bagian pakaian dan aksesoris tidak hanya menjadi bagian dari penampilan, tetapi juga menyampaikan pesan-pesan tentang kehormatan, keanggunan, dan komitmen dalam pernikahan.

Semoga setelah membaca artikel ini, kamu akan merasa lebih bangga dan terinspirasi untuk mengenakan pakaian adat pengantin Padang Pariaman di hari bahagia kamu, ya!


Artikel Terkait



Artikel Terbaru