Your Smart Wedding Platform

Bak Bangsawan Eropa, Begini Tampilan Pengantin Pria adat Padang Pariaman

12 Mar 2024 | By Intan Vandini Wedding Market | 272
Busana oleh Svarna By Ikat Indonesia

Pernikahan adalah suatu peristiwa yang sakral, dimana pria dan wanita pihak bersatu dalam kebahagiaan dan dirayakan dengan penuh tradisi dan kebanggaan. Di Minangkabau, terutama di daerah Padang Pariaman, pernikahan dihiasi dengan berbagai ragam budaya yang kaya akan tradisi, dengan nuansa yang unik dan memukau. Salah satu aspek yang menarik adalah pakaian pengantin adat yang tidak hanya menjadi simbol dari pernikahan itu sendiri, tetapi juga mengandung makna mendalam yang melambangkan nilai-nilai dan warisan budaya yang turun-temurun.

Lebih dari sekedar baju adat, busana adat Padang Pariaman menjadi jembatan yang menghubungkan antara dimensi sosial, agama, dan juga budaya. Setiap motif yang dihadirkan, setiap warna yang dipilih, bahkan setiap aksesori yang digunakan, semuanya menyimpan makna dan kearifan yang mendalam. Dari busana adat ini, tercerminlah nilai-nilai adat adat budaya, keagamaan, kebersamaan, dan kesetiaan yang teguh dalam hubungan pernikahan.

Setiap detail pada busana pengantin adat Padang Pariaman bukan hanya sebagai tanda pengenal dari budaya Minangkabau, tapi juga sebagai penunjuk kekayaan tradisi dan warisan budaya. Penasaran apa filosofi dari baju pengantin Padang Pariaman yang indah ini? Mari cari tau lebih dalam!

Tentang Pakaian Adat Padang Pariaman

Fotografi: Morden

Ungkapan falsafah “Alam Takambang Jadi Guru memang mencerminkan konsep bahwa alam merupakan sumber pengetahuan dan inspirasi yang utama bagi manusia. Dalam konteks ragam pakaian adat Minangkabau, ungkapan ini memainkan peran penting dalam pembentukan dan pengembangan berbagai corak pakaian adat yang kaya akan nuansa dan keunikannya.

Pengaruh lingkungan alam setempat di Sumatera Barat, yang terdiri dari pegunungan, lembah, dan sungai-sungai yang mengalir, turut membentuk pola dan desain pakaian adat Minangkabau. Bahan-bahan alami seperti kain tenun tradisional dan warna-warna yang terinspirasi dari alam sekitar sering digunakan dalam pembuatan pakaian adat ini.

Selain itu, pengaruh budaya asing seperti dari China, Islam, Eropa, dan budaya lainnya juga memberikan warna dan corak tersendiri dalam ragam pakaian adat Minangkabau. Misalnya, adopsi motif-motif hiasan dari budaya Tionghoa atau desain-desain yang dipengaruhi oleh kehadiran agama Islam atau pengaruh dari era kolonial Eropa.

Pengantin di wilayah pesisir Sumatera Barat, dari Pasaman sampai Pesisir Selatan, sering mengenakan pakaian pengantin yang memiliki banyak kesamaan dalam bentuk dan desainnya. Meskipun demikian, perbedaan-perbedaan tertentu dapat terlihat pada beberapa bagian dari perangkat pakaian adat pengantin, terutama pada hiasan atau tutup kepalanya.

Meskipun mungkin memiliki bentuk dan fungsi yang sama sebagai penutup kepala pengantin, tetapi corak, ukuran, atau jenis bahan yang digunakan dalam pembuatan tutup kepala tersebut dapat bervariasi antara daerah satu dengan yang lainnya.

Pakaian pengantin pria dalam budaya Minangkabau sering disebut sebagai "roki", yang merupakan sejenis pakaian yang memiliki gaya yang mirip dengan pakaian Eropa. Sementara pakaian pengantin wanita cenderung lebih dipengaruhi oleh budaya Tionghoa. Gabungan kedua gaya ini menunjukkan paduan yang unik dan menarik dalam tradisi pernikahan Minangkabau, khususnya pengantin yang tinggal dan besar di daerah Padang Pariaman. 

Pakaian Pengantin Pria Padang Pariaman


Akulturasi budaya telah memberikan identitas yang unik pada pakaian pengantin pria di Padang Pariaman, mulai dari desain baju hingga aksesori pelengkapnya. Mari kita bahas filosofi di balik setiap bagian dari pakaian pengantin pria tersebut.

1. Pakaian

Pakaian pengantin laki-laki Padang Pariaman merupakan sebuah busana yang menggabungkan unsur-unsur gaya Eropa dengan nuansa yang mencerminkan kemewahan seorang bangsawan atau pejabat tinggi Eropa pada masa lalu. Selain itu, terdapat juga sentuhan yang mengingatkan pada kostum tradisional matador dari Portugal, yang terkenal dengan keberaniannya dalam menghadapi hewan banteng. Apa saja yang menjadi bagian dari pakaian pengantin ini?

2. Kemeja 


Untuk atasan, pengantin pria menggunakan kemeja berwarna putih, biasanya berlengan panjang, dengan kerah dan bagian depan yang berbelah. Pada bagian depannya, terdapat kancing-kancing untuk menutup baju, biasanya sekitar 6 buah kancing.

Baju kemeja ini seringkali dipadukan dengan celana panjang atau celana pendek yang serasi, tergantung pada preferensi dan tradisi masing-masing daerah di Minangkabau. Selain itu, pengantin pria juga biasanya memakai kain sarung sebagai bagian dari busana pengantin mereka.

3. Rompi 

Pengantin pria dari Padang Pariaman juga mengenakan baju rompi sebagai bagian dari busana pengantin mereka. Baju rompi yang terbuat dari bahan satin atau beludru berwarna hijau ini biasanya berukuran pendek, hanya sebatas pinggang, tidak memiliki lengan, dan dibelah bagian belakang untuk memudahkan pemakaian. Pada bagian depan atau dada, rompi ini sering dihiasi dengan renda kecil berwarna keemasan untuk menambahkan sentuhan elegan dan mewah.

Biasanya, pengantin pria akan mengenakan kemeja putih terlebih dahulu sebelum memakai rompi ini. Kombinasi antara kemeja putih dengan rompi berwarna hijau dan hiasan renda emas menciptakan kesan yang anggun dan berkelas dalam busana pengantin pria Padang Pariaman.

4. Baju Roki


Baju roki terbuat dari bahan beludru merah yang memberikan kesan mewah dan anggun. Berlengan panjang dan berbelah di muka, baju roki memiliki potongan yang khas dengan bagian sisi bawah yang diperlebar dalam bentuk segitiga dan tebal, sehingga menciptakan kesan mengembang pada bagian bawahnya.

Hiasan renda putih di bagian leher dan ujung lengan menambahkan sentuhan elegan pada pakaian ini. Selain itu, permukaan baju roki dihiasi dengan tanti atau taburan manik-manik berwarna keemasan, dengan motif bunga, kupu-kupu, dan binatang. Sebelumnya, tanti biasanya terbuat dari emas, tetapi saat ini ada yang dibuat dari plastik berwarna keemasan atau kain lame yang dijahit ke dalam baju.

Pengembangan pakaian tradisional seperti baju roki memang terus berlangsung seiring dengan perkembangan zaman dan karya seni pencipta pakaian pengantin di daerah tersebut. Variasi dalam bahan dasar dan hiasan menambah kekayaan dan keindahan dalam busana pengantin Minangkabau, mencerminkan adaptasi budaya yang dinamis dan kreativitas dalam mempertahankan tradisi.

5. Celana Roki

Celana roki terbuat dari bahan yang sama dengan baju rompi, yaitu kain beludru atau satin berwarna hijau, yang sering kali dipilih untuk memberikan kesan mewah dan serasi dengan baju rompi.

Celana roki ini memiliki potongan yang khas, dimana bagian lutut hingga bagian bawah biasanya lebih ketat, dengan lingkaran kaki agak kecil. Hal ini memberikan siluet yang elegan dan teratur pada pemakaian celana roki. Bagian ujung kaki celana roki ini diberi hiasan renda benang emas yang sama dengan renda yang ada pada baju rompi.

6. Sisamping (Kain di Celana Roki)

Sisamping terbuat dari kain songket yang berbentuk empat persegi panjang, dengan warna dasar umumnya merah, mencerminkan keanggunan dan kemewahan dalam tradisi pernikahan Minangkabau. Proses pemasangannya juga memiliki makna yang dalam. Sisamping dililitkan di pinggang, dan sudut kain sisamping yang mengarah ke empu kaki dengan posisi agak miring menunjukkan simbol kehati-hatian dalam bergaul di tengah masyarakat. Sikap agak miring ini juga menghindarkan kesan datar yang mungkin terjadi.

Selain itu, bagian dalam sisamping yang hanya sebatas lutut memiliki makna bahwa setiap tindakan dan pekerjaan harus memiliki batas yang jelas sesuai dengan aturan adat yang berlaku. Hal ini mencerminkan pentingnya memiliki ukuran dan batasan dalam segala hal yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Aksesoris


Sama seperti pengantin wanita, pengantin pria dari Padang Pariaman juga mengenakan beberapa aksesoris yang memperindah penampilannya di hari pernikahannya yang bahagia. Beberapa aksesoris yang sering digunakan oleh pengantin pria Padang Pariaman antara lain: 

1. Ikek 


Ikek adalah tutup kepala tradisional yang dikenakan marapulai atau pengantin laki-laki. Aksesori ini memiliki dua bagian utama yaitu kopiah, yang menutupi kepala, serta lingka atau ikek, yang melingkari kopiah tersebut. Kopiah terbuat dari kain songket dengan warna dasar merah yang dihiasi dengan benang emas. Bentuknya bulat seperti kopiah pada umumnya, sehingga dapat menutupi kepala dengan baik.

Sementara itu, lingka atau ikek terbuat dari kayu yang ditekuk melingkar. Pada pertemuan kedua ujungnya, satu ujung menghadap ke atas dan satu lagi menghadap ke bawah. Lingka dilapisi dengan lapisan berwarna keemasan dan dihiasi dengan ukiran. Di masa lalu, lingka dilapisi dengan emas, namun saat ini, biasanya dilapisi dengan lapisan berwarna keemasan.

Lingka atau ikek dipasang setelah mengenakan kopiah dan juga dikenal dengan sebutan “ikek santuang jo kapalo”, yang merujuk pada lingka sesuai dengan bentuk kepala sehingga posisinya terlihat baik dan pas di kepala. Pada pertemuan kedua ujung lingka, akan dipasangkan untaian bunga melati atau cempaka yang harum.

Saat ini, bentuk ikek telah beragam. Kopiah pun tidak hanya terbuat dari kain songket, tetapi juga dari kain buludru merah atau kain lame yang mirip dengan kain berwarna keemasan. Ikek sendiri biasanya dibuat dari karet, busa, atau bahan lain yang dibalut dengan kain beludru merah atau kain lame berwarna keemasan. Untaian bunga melati atau cempaka saat ini sering digantikan dengan kote-kote yang terbuat dari loyang atau bahan lain yang lebih tahan lama.

2. Ikek Pinggang


Ikek pinggang, yang terbuat dari bahan logam seperti perak, emas, loyang, dan sejenisnya, adalah bagian penting dari busana tradisional pengantin pria masyarakat Padang Pariaman. Ikat pinggang ini sering disebut juga dengan “ikek pinggang patah sembilan” karena terdiri dari sembilan buah patahan yang berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran sekitar 6x4 sentimeter, dan setiap patahan dihubungkan dengan engsel. Di bagian ujung ikek pinggang atau ikat pinggang ini, ada bagian kepala ikek pinggang atau disebut juga dengan pending yang ukurannya lebih besar serta berbentuk oval.

Ikek Pinggang didekorasi dengan seni ukir, di mana para pengrajin menggambarkan keindahan alam dengan motif flora, fauna, dan pola geometris yang indah. Mereka mengaplikasikan keahlian mereka melalui teknik pahat serta teknik bakarang yang memberikan sentuhan yang khas pada setiap goresan. Ikek pinggang digunakan setelah memakai sisamping, sehingga sisamping dapat terpasang erat di pinggang. Memakai ikek pinggang atau pending memiliki makna simbolis yang dalam, yakni melambangkan pertahanan atau penangkis terhadap serangan musuh yang mungkin datang menghadang.

3. Sakin atau Keris


Sakin atau keris adalah senjata dengan ukuran yang agak pendek dan biasanya disisipkan di pinggang dengan posisi miring ke kiri. Simbolisasi dari posisi ini adalah untuk mengingatkan si pemakai agar lebih hati-hati, serta untuk merangsang pemikiran dan pertimbangan sebelum bertindak.

Prinsipnya adalah “dikesong dahulu sebelum dicabut”, yang berarti bahwa dalam situasi apapun, seseorang harus mempertimbangkan tindakan mereka sebelum benar-benar melakukannya. Memakai sakin atau keris tidak hanya melambangkan keberanian dalam menghadapi situasi, tetapi juga melambangkan perdamaian, karena pemakaiannya yang bijaksana dapat mencegah pertumpahan darah dan mengedepankan penyelesaian konflik secara damai.

4. Donsi

Donsi adalah wadah tradisional yang terbuat dari perak atau loyang, berbentuk mangkuk kecil yang tertutup. Donsi terdiri dari dua buah mangkuk, yang satu berikuran besar dan yang satu kecil, serta keduanya dilengkapi dengan penutup. Mangkuk yang besar berfungsi sebagai tempat untuk menaruh tembakau, sementara yang kecil berfungsi sebagai tempat kapur atau sadah. Kedua mangkuk ini dihubungkan dengan rantai dan biasanya dipasangkan di pinggang berdekatan dengan sakin atau keris.

Fungsi donsi tidak hanya sebagai wadah untuk tembakau dan kapur, tetapi juga memiliki makna sosial dan budaya. Donsi digunakan sebagai alat untuk berbasa-basi dan penghormatan kepada tamu yang datang. Penggunaannya mencerminkan nilai-nilai keramahan, kesopanan, dan kehangatan dalam menyambut tamu, serta sebagai simbol kerendahan hati dan penghargaan terhadap kesempatan untuk berbagi saat-saat bersama.

5. Kalung 

Kalung yang terbuat dari loyang dan disepuh warna keemasan ini memiliki keindahan dan maknanya tersendiri. Kalung tersebut terdiri dari tiga tingkat yang masing-masing dihiasi dengan motif “pacet kenyang”. Sesuai dengan namanya, pacet merupakan sejenis binatang yang tidak bertulang dan berwarna kehitaman, yang dikenal karena kebiasaannya memakan darah manusia. Ketika pacet telah kenyang, perutnya membesar sehingga bagian mulut dan ekornya mengecil atau menjadi lebih runcing.

Setiap tingkat kalung memiliki ukuran yang berbeda, dan bagian bawahnya dihiasi dengan untaian mainan. Tiga tingkat kalung ini dihubungkan dengan rantai sehingga membentuk sebuah kalung utuh. Penggunaannya adalah setelah memakai baju rompi, namun sebelum memakai baju roki.

6. Saputangan Merah Bajaik

Saputangan merah bajaik terbuat dari kain satin merah berbentuk empat persegi, bagian belakangnya dilapisi dengan tetoron merah untuk memberikan kekuatan dan ketahanan. Permukaan saputangan dihiasi dengan sulaman benang dan jahit peniti (kapalo samek) yang membentuk motif bunga, sementara pinggirannya dihiasi dengan renda benang emas untuk menambah sentuhan kemewahan.

Pada masa lalu, saputangan ini dijahit sendiri oleh calon anak daro atau calon pengantin wanita, yang kemudian diberikan kepada calon marapulai atau calon pengantin pria. Tindakan ini memiliki makna yang dalam, menandakan bahwa mempelai telah berkomitmen dan siap untuk selalu menjaga dan mempertahankan hubungan tersebut. Saputangan merah bajaik bukan hanya sekadar aksesoris, tetapi juga merupakan simbol dari cinta, kesetiaan, dan komitmen dalam sebuah hubungan pernikahan.

7. Kampia Rokok

Kampia rokok adalah sebuah wadah tradisional berbentuk empat persegi panjang dan terbuat dari kain satin merah. Bagian dalam kampia rokok berongga dan dilapisi dengan tetoron merah, memberikan perlindungan ekstra untuk rokok yang disimpan di dalamnya. Bagian luar kampia juga dihiasi dengan sulaman dan renda benang emas, menambahkan sentuhan kemewahan pada penampilannya.

Fungsi utama dari kampia rokok adalah sebagai tempat untuk menyimpan rokok. Namun, selain itu, kampia juga memiliki makna sosial dan budaya yang penting. Penggunaannya dalam basa-basi dan penghormatan kepada tamu adalah praktik yang umum dalam budaya yang menghargai keramahan dan kehangatan dalam menyambut tamu. Dengan menyuguhkan rokok dari kampia, tuan rumah menunjukkan rasa sopan santun dan perhatian terhadap tamu yang datang berkunjung.

8. Alas Kaki


Sepatu dan kaus kaki yang digunakan oleh pengantin pria Padang Pariaman banyak terpengaruh budaya Eropa. Sepatu ini biasanya terbuat dari kulit berwarna hitam atau gelap, agak mengkilat, dan dengan tumit yang sedikit menunjukkan gaya yang khas dari sepatu formal atau semi-formal yang, khas tradisi Eropa. Sebelum memakai sepatu, pengantin menggunakan dulu kaus kaki putih yang panjangnya hingga lutut. Kombinasi ini bukan hanya untuk memenuhi fungsi pelindung kaki, tetapi juga sebagai bagian dari estetika atau keindahan dalam berpakaian.

Pemakaian sepatu dan kaus kaki jenis ini tidak hanya mencerminkan pengaruh budaya Eropa dalam mode dan gaya berpakaian, tetapi juga menunjukkan kesadaran akan kenyamanan dan fungsionalitas dalam penampilan. Meskipun gaya ini memiliki akar dalam tradisi Eropa, namun penggunaannya telah menyebar luas dan menjadi populer di berbagai budaya di seluruh dunia, termasuk di masyarakat Padang Pariaman.

Wah, ternyata banyak sekali ya busana dan aksesoris yang digunakan oleh pengantin pria masyarakat Padang Pariaman! Semuanya begitu sarat dengan makna dan simbolisme didalamnya. Setiap elemen yang dipilih memiliki nilai budaya yang tinggi dan merupakan bagian penting dari tradisi Minangkabau yang kaya dan beragam. Dari hiasan kepala hingga sepatu, semuanya dipilih dengan cermat untuk mencerminkan identitas dan kebanggaan akan warisan budaya mereka.

Tradisi pernikahan di masyarakat Padang Pariaman tidak hanya menjadi ajang perayaan kebersamaan antara dua keluarga, tetapi juga memperkuat ikatan kekerabatan dan kepercayaan dalam masyarakat Minangkabau. Melalui penggunaan busana dan aksesoris yang kaya akan simbolisme, pernikahan menjadi momen yang sarat dengan makna dan keindahan dalam budaya Minangkabau. Rancak bana!



Artikel Terkait



Artikel Terbaru