Your Smart Wedding Platform

Rancak Bana! Ini Dia Ragam Suntiang Minang dari Berbagai Ukuran hingga Fungsinya

18 Mar 2024 | By Intan Vandini Wedding Market | 178
Foto: Gallery Etnik Minang

Salah satu ciri khas yang tak terpisahkan dari perayaan pernikahan di tanah Minangkabau adalah penggunaan suntiang. Suntiang yang merupakan sebuah hiasan kepala ini menjadi simbol keanggunan dan kebanggaan bagi para pengantin perempuan Minang atau dikenal juga dengan sebutan Anak Daro. Dikenal dengan ukurannya yang besar dan warnanya yang berkilau dalam balutan emas atau perak, suntiang menjadi elemen yang sangat mencolok dalam tradisi pernikahan suku Minangkabau.

Bentuknya yang elegan dan mewah seringkali diibaratkan sebagai mahkota bagi wanita-wanita Minang yang sedang memasuki ikatan pernikahan. Namun, sebenarnya, suntiang tidak hanya sekadar sebuah hiasan kepala semata. Lebih dari itu, perhiasan ini menjadi simbol yang sarat akan makna dan filosofi yang mendalam yang erat terkait dengan warisan budaya Minang. Dalam tradisi pernikahan suku Minangkabau, terdapat beberapa jenis suntiang yang umum digunakan, yang dibagi menjadi berbagai kategori berdasarkan ukuran, bentuk, dan ikatnya. Dan artikel berikut akan membahas lebih jauh tentang ragam suntiang yang kerap digunakan oleh pengantin wanita dalam pesta pernikahan suku Minangkabau.

Tentang Suntiang


Suntiang merupakan hasil akulturasi budaya antara Indonesia dan Tiongkok. Namun, dalam perkembangannya, suntiang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya masyarakat Minangkabau, terutama di daerah Padang Pariaman. 

Ragam ornamen hiasan pada suntiang ini terinspirasi dari keindahan berbagai elemen di alam, baik dari darat, laut maupun udara. Dalam setiap motifnya, bisa ditemukan jejak-jejak kehidupan yang indah dan beragam, seperti motif burung, ikan, kupu-kupu hingga macam-macam bunga. Melalui ornamen-ornamen alam yang menghiasi suntiang, masyarakat Minangkabau tidak hanya menampilkan keindahan alamnya, tapi juga mengungkapkan kekayaan nilai-nilai dan kearifan lokal mereka. 

Penggunaan elemen alam tersebut sesuai dengan filosofi hidup masyarakat Minangkabau, yakni "Alam Takambang Jadi Guru", yang secara harfiah berarti bahwa alam merupakan guru yang tak tergantikan. Filosofi ini mencerminkan keyakinan bahwa alam memiliki banyak pelajaran dan contoh yang berharga bagi manusia untuk dipelajari dan dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan memahami filosofi ini, masyarakat Minangkabau menunjukkan bahwa mereka menghargai alam sebagai sumber kearifan dan inspirasi kehidupan. Mereka memandang alam bukan hanya sebagai sumber kehidupan fisik, tetapi juga sebagai guru yang memberikan arahan dan pelajaran berharga dalam menjalani kehidupan secara harmonis dan seimbang dengan lingkungan sekitar. Sehingga, penggunaan ornamen-ornamen alam dalam suntiang bukan hanya sekadar penampilan fisik, tetapi juga menyiratkan kedalaman makna dan nilai-nilai yang diwariskan oleh alam bagi kehidupan manusia.

Selain itu, ukuran yang besar dan berat dari suntiang mencerminkan beban tanggung jawab yang akan diemban oleh seorang anak daro setelah menikah, sebagaimana ia memasuki fase peralihan dari remaja menjadi perempuan dewasa yang memiliki keluarga.

Suntiang yang besar dan berat melambangkan beratnya tanggung jawab yang akan dipikul seorang perempuan setelah menikah. Ia harus berperan sebagai istri dan ibu bagi keluarganya, menjaga keutuhan rumah tangga, serta bertanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, suntiang bukan hanya menjadi aksesori pernikahan, tetapi juga menjadi simbol dari peran dan tanggung jawab yang diemban oleh seorang perempuan dalam membangun dan menjaga keutuhan keluarga serta masyarakatnya.

Jenis Suntiang Berdasarkan Ukuran


Ada dua jenis suntiang jika dilihat berdasarkan ukurannya, yakni suntiang gadang dan suntiang ketek. Apa saja perbedaan keduanya?

  • Suntiang Gadang

    • Suntiang gadang memiliki ukuran yang relatif lebih besar daripada suntiang ketek. Ukuran yang lebih besar ini menjadikan suntiang gadang menjadi lebih mencolok dan menonjol saat dipakai oleh pengantin perempuan dalam upacara pernikahan adat Minangkabau.

    • Dipakai oleh pengantin perempuan pada saat pelaksanaan akad nikah atau upacara pernikahan adat Minangkabau. Suntiang gadang menjadi salah satu elemen penting dalam penampilan pengantin perempuan, menghiasi kepala dengan keanggunan dan kemegahan yang khas dari tradisi pernikahan Minangkabau. 

    • Ornamen dan hiasan pada suntiang gadang memang lebih rumit dan berdetail, dan menambah kesan mewah pada penampilan pengantin perempuan Minangkabau. Setiap bagian dari suntiang gadang dirancang dengan teliti, baik itu motif-motif flora maupun fauna, ukiran-ukiran halus, maupun hiasan berbahan emas atau perak.

    • Keberadaan ornamen yang rumit dan berdetail ini tidak hanya memperkaya estetika dari suntiang gadang itu sendiri, tetapi juga menjadi cerminan dari kekayaan seni dan kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau. Melalui hiasan-hiasan yang dipilih dengan cermat, suntiang gadang menjadi sebuah karya seni yang mempesona, mencerminkan keindahan alam, kekayaan budaya, dan nilai-nilai tradisional yang dijunjung tinggi dalam budaya Minangkabau.

  • Suntiang Ketek

    • Suntiang ketek memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan suntiang gadang. Perbedaan ukuran ini merupakan salah satu ciri khas yang membedakan keduanya dalam tradisi pernikahan Minangkabau. Suntiang ketek biasanya dipilih untuk acara-acara pernikahan yang bersifat lebih santai atau informal, seperti resepsi pernikahan atau pertemuan dengan keluarga besar.

    • Seringkali memiliki desain yang lebih sederhana dibandingkan dengan suntiang gadang. Desain yang lebih sederhana ini mencakup penggunaan ornamen yang lebih minimalis dibanding suntiang gadang. Suntiang ketek cenderung memiliki bentuk yang lebih ringkas dan tidak sekompleks suntiang gadang.

    • Berbeda dengan suntiang gadang yang digunakan oleh pengantin wanita, suntiang ketek biasanya dipakai oleh pendamping pengantin wanita atau penari tradisional dalam acara pernikahan adat Minangkabau. 

    Jenis Suntiang Berdasarkan Bentuknya

    Tak hanya memiliki ukuran yang berbeda, suntiang di beberapa daerah di Sumatera Barat juga memiliki bentuk yang berbeda dan sangat beragam, dan menunjukkan kearifan lokal daerah masing-masing. Berikut beberapa jenis suntiang yang dibedakan berdasarkan bentuknya, dan juga asal daerahnya:

  • Suntiang Bungo Pudieng


  • Suntiang Bungo Pudieng merupakan salah satu jenis suntiang yang digunakan oleh perempuan di Batipuah, Tanah Datar, dalam acara pernikahan. Suntiang ini memiliki bentuk yang unik dan berbeda dari suntiang pada umumnya. 

    Suntiang ini terbentuk dari berbagai unsur, termasuk susunan bungo pudieng, yang mungkin mengacu pada motif atau bentuk bunga cempaka. Di tengah-tengahnya, terdapat bentuk logam yang berpola trapesium sama kaki terbalik, pipih, dan berwarna keemasan. Kemungkinan ini adalah bagian utama yang menjadi fokus dari suntiang ini, menonjolkan keindahan dan kekayaan budaya Minangkabau.

    Selain itu, pada bagian kanan dan kiri suntiang, terdapat kote-kote yang memiliki bentuk segitiga sama sisi. Unsur-unsur ini menambahkan detail dan keunikan pada suntiang Bungo Pudieng, menciptakan sebuah karya seni yang megah dan mempesona dalam tradisi pernikahan Minangkabau.

  • Suntiang Pisang Saparak

  • Suntiang Pisang Saparak adalah salah satu jenis suntiang yang memiliki bentuk yang unik dan berasal dari daerah Solok. Berbeda dengan suntiang pada umumnya, suntiang Pisang Saparak tidak berbentuk setengah lingkaran, melainkan lebih pipih dan bertingkat ke belakang.

    Suntiang ini memiliki ciri khas dengan warna emas yang mencolok serta aksesoris berbentuk bunga yang memperindah penampilannya. Keunikan desain ini mencerminkan keindahan dan kekayaan budaya Minangkabau yang khas.

    Tersedia dalam dua ukuran, yaitu ukuran besar dan kecil, suntiang Pisang Saparak memiliki peran yang berbeda dalam tradisi pernikahan Minangkabau. Suntiang berukuran besar digunakan khusus untuk pengantin perempuan, sementara yang berukuran kecil digunakan untuk pendamping mempelai dan penari tradisional Minangkabau.

  • Suntiang Matua


  • Suntiang Matua adalah salah satu jenis suntiang yang berasal dari daerah Matua, Kabupaten Agam. Suntiang ini digunakan oleh pengantin perempuan dalam tradisi pernikahan Minangkabau, serta dipakai saat acara karnaval dan sebagai hiasan kepala bagi penari tradisional Minangkabau yang menampilkan tari galambong dan pasambahan.

    Suntiang Matua memiliki makna yang dalam dalam konteks budaya Minangkabau. Melambangkan bahwa wanita Matua, atau wanita yang sudah menikah dan memiliki kedudukan sosial yang matang, tetap berpegang teguh pada adat dan nilai-nilai tradisional, namun juga memiliki wawasan yang luas dan tidak meninggalkan nilai keindahan dan keanggunan.

    Desain suntiang Matua menggabungkan elemen-elemen yang khas dari tradisi pernikahan Minangkabau. Suntiang ini menggunakan suntiang pisang saparak pada bagian atasnya, yang melambangkan kesuburan dan kelimpahan rezeki. Selain itu, terdapat hiasan kote-kote pada bagian kiri dan kanan, serta motif akar pohon beringin pada bagian depan, yang menggambarkan bahwa wanita Matua merupakan tempat sandaran utama bagi anak-anak dan keluarganya dalam kehidupan sehari-hari.

  • Suntiang Kambang

  • Suntiang Kambang, yang menyerupai bentuk bunga dan mencerminkan keanggunan dan keindahan, merupakan salah satu warisan budaya dari daerah Padang Pariaman, Sumatera Barat. Daerah ini terkenal dengan keelokan alamnya dan tradisi pernikahan yang khas, di mana suntiang Kambang menjadi salah satu elemen yang penting.

    Suntiang Kambang memiliki bentuk setengah lingkaran dengan hiasan di bagian depan berupa bunga yang dapat bergoyang. Karena adanya hiasan yang bergerak ini, suntiang ini sering disebut sebagai "suntiang kembang loyang". Suntiang dengan ciri khas seperti ini biasanya banyak digunakan oleh masyarakat Sumatera Barat dalam berbagai acara adat, terutama dalam upacara pernikahan.

    Keberadaan suntiang Kambang, dengan keanggunan desainnya yang menyerupai bunga, tidak hanya menjadi simbol dari keindahan alam dan kekayaan budaya Sumatera Barat, tetapi juga menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas dan warisan budaya masyarakat setempat. Dengan demikian, suntiang Kambang tidak hanya menjadi aksesori pernikahan, tetapi juga sebuah simbol yang memperkuat ikatan budaya dan tradisi di Sumatera Barat.

  • Suntiang Pisang Saikek

  • Suntiang pisang saikek adalah jenis suntiang yang biasanya digunakan oleh masyarakat Pesisir Selatan. Meskipun memiliki bentuk yang hampir menyerupai suntiang pada umumnya, suntiang ini memiliki ciri khas tersendiri. Salah satu ciri khasnya adalah adanya hiasan kecil-kecil yang terletak di bagian belakangnya, disertai dengan hiasan lainnya.

    Jenis suntiang ini biasanya digunakan dalam berbagai acara adat, terutama dalam tradisi pernikahan di masyarakat Pesisir Selatan. Tidak hanya sebagai hiasan kepala semata, tetapi juga sebagai simbol dari keindahan dan kekayaan budaya mereka. Dengan perpaduan antara desain yang elegan dan tambahan hiasan-hiasan yang khas, suntiang Pisang Saikek menjadi bagian penting dalam memperkuat identitas budaya dan tradisi masyarakat Pesisir Selatan.

  • Suntiang Pinang Bararak (Suntiang Taram)


  • Suntiang Pinang Bararak, yang memiliki bentuk yang menyerupai buah pinang, menjadi simbol persatuan dan keharmonisan dalam tradisi pernikahan di daerah Koto Nan Gadang, Payakumbuh. Tradisi pernikahan di daerah ini terkenal dengan keunikan dan kemegahannya.

    Bentuk suntiang yang menyerupai buah pinang memiliki makna filosofis yang mendalam. Buah pinang secara tradisional dianggap sebagai simbol persatuan dan keharmonisan dalam budaya Minangkabau. Dengan demikian, penggunaan suntiang Pinang Bararak dalam tradisi pernikahan menjadi sebuah simbol yang kuat dari kesatuan dan kedamaian dalam hubungan pernikahan.

  • Suntiang Mangkuto


  • Suntiang Mangkuto, yang memiliki bentuk mirip dengan mangkuk atau cawan, menjadi simbol dari kesuburan dan kelimpahan dalam budaya Minangkabau. Bentuknya yang menyerupai mangkuk atau cawan memiliki makna adanya kelimpahan rezeki dan kesuburan karena sifatnya yang dapat menampung berbagai hal melambangkan kemurahan dan kemakmuran. Dengan demikian, penggunaan suntiang dengan bentuk seperti ini dalam tradisi pernikahan menjadi simbol dari harapan akan kehidupan yang sejahtera dan penuh berkah bagi pasangan yang menikah.

  • Suntiang Kipeh Limo Jurai (Kurai)


  • Suntiang Kurai adalah hiasan kepala khas perempuan Minangkabau di kota Bukittinggi. Nama "Kurai" merujuk pada daerah di Bukittinggi yang dulu dikenal sebagai Padang Kurai dan sekarang dikenal sebagai Kanagarian Kurai atau lebih populer disebut sebagai Rang Kurai, yang merupakan julukan untuk penduduk asli daerah tersebut.

    Suntiang Kurai memiliki bentuk yang menyerupai kipas, dengan hiasan yang menyerupai jamur yang dihiasi dengan motif daun pigago atau pegagan. Suntiang Kurai melambangkan perempuan Minangkabau yang akan memasuki kehidupan berumah tangga. Diharapkan bahwa perempuan yang menggunakan suntiang Kurai mampu menempatkan segala sesuatu pada tempatnya dengan bijaksana. Suntiang Kurai biasanya digunakan oleh perempuan Kurai dalam acara pernikahan dan festival budaya sebagai simbol dari identitas budaya dan nilai-nilai tradisional yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Minangkabau.

  • Suntiang Sariantan 


  • Suntiang Sariantan, dengan bentuknya yang menyerupai buah siri, menjadi simbol dari keharuman dan keindahan dalam budaya Minangkabau. Buah siri seringkali diasosiasikan dengan aroma yang harum dan keindahan yang memikat, sehingga penggunaan suntiang ini melambangkan harapan akan keharuman dan keindahan dalam kehidupan pernikahan. Penggunaannya tidak hanya sebagai hiasan kepala semata, tetapi juga sebagai simbol dari nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam budaya Minangkabau, seperti keharmonisan, keindahan, dan kebahagiaan.

    Jenis Suntiang Berdasarkan Ikatnya


    Suntiang yang dibedakan berdasarkan ikatnya menunjukkan variasi dalam desain dan gaya yang menggambarkan keunikan dan kekayaan budaya setiap daerah. Setiap suntiang ini mencerminkan identitas budaya dari daerah asalnya, dengan desain yang khas dan motif yang unik, menggambarkan keindahan dan keberagaman budaya Minangkabau.

    Berikut adalah daftar suntiang berdasarkan ikatnya:

  • Suntiang Ikek Pasisia

  • Suntiang Ikek Kurai

  • Suntiang Ikek Solok Selayo

  • Suntiang Ikek Banuhampu Sungai Puar

  • Suntiang Ikek Lima Puluh Kota

  • Suntiang Ikek Sijunjung Koto Tujuh

  • Suntiang Ikek Batipuh X Koto

  • Suntiang Ikek Sungayang

  • Suntiang Ikek Lintau Buo

  • Ragam suntiang dalam budaya Minangkabau tidak hanya menunjukkan keindahan seni dan kerajinan lokal, tetapi juga mengandung makna filosofis yang mendalam. Setiap jenis suntiang memiliki cerita dan nilai-nilai budaya yang terkait dengan asal daerahnya serta adat istiadat yang dianut oleh masyarakat setempat.

    Penggunaan suntiang dalam berbagai acara adat, terutama dalam tradisi pernikahan, tidak hanya sebagai hiasan kepala semata, tetapi juga sebagai simbol dari identitas budaya, nilai-nilai tradisional, dan harapan akan masa depan yang cerah bagi pasangan yang menikah. Melalui beragam jenis suntiang ini, kita dapat melihat kekayaan budaya Minangkabau yang beraneka ragam dan tetap lestari dalam menjaga warisan nenek moyang mereka. Rancak bana!


    Artikel Terkait



    Artikel Terbaru