Your Smart Wedding Platform

15 Nasihat Pernikahan dari Buku Paling Populer “Things I Wish I’d Known Before We Got Married”

21 Nov 2025 | By Afifah Lania Wedding Market | 164

Pernikahan sering digambarkan sebagai perjalanan indah dua insan yang saling mencintai. Namun, dibalik kehangatan dan janji sehidup semati, ada banyak hal yang baru bisa benar-benar dipahami ketika seseorang sudah menjalaninya.

Dalam buku paling populer karya Dr. Gary D. Chapman, “Things I Wish I’d Known Before We Got Married,” pembaca diajak melihat pernikahan dari kacamata yang lebih jujur dan manusiawi.

Buku best seller ini lahir dari pengalaman pribadi dan puluhan tahun pendampingan pasangan, menghadirkan 15 nasihat berharga yang menggugah kesadaran tentang cinta, komitmen, dan kesiapan emosional sebelum menikah.

Khusus untuk kamu yang sedang di tahap mempersiapkan pernikahan atau baru memutuskan untuk menikah, nasihat ini wajib dibaca sampai habis!

1. Cinta Romantis Hanyalah Awal dari Perjalanan Panjang

Fotografi: Imagenic

Dalam bab pertama bukunya, “I Wish I Had Known That Being in Love Is Not an Adequate Foundation for Building a Successful Marriage,” Dr. Gary Chapman menulis bahwa perasaan jatuh cinta hanyalah fase awal dari hubungan, bukan fondasi utamanya.

Ia menjelaskan bahwa euforia cinta biasanya bertahan sekitar dua tahun sebelum perlahan memudar. Setelah masa itu, cinta sejati justru mulai tumbuh melalui pilihan sadar untuk tetap peduli, bahkan tanpa dorongan perasaan kuat. 

Chapman mengajak pasangan untuk menemukan makna cinta lebih dalam, yang hidup dalam perhatian kecil, kesabaran, dan kesetiaan. Cinta yang dewasa tidak selalu berapi-api, tetapi tetap hangat bahkan saat dunia terasa berat. 

2. Cinta Sejati adalah Keputusan yang Diperbarui Setiap Hari

Masih dalam pembahasan awal buku, Chapman menekankan bahwa cinta sejati adalah pilihan sadar yang diperbarui setiap hari. Ia menuliskan bahwa, ”love is a choice you make everyday”, sebuah kalimat sederhana yang menggambarkan bahwa hubungan bahagia dibangun bukan dari keberuntungan, melainkan keputusan dua orang untuk tetap saling memilih. 

Setiap hari seseorang dihadapkan pada banyak kesempatan untuk mengabaikan, marah, atau menyerah, tetapi juga ada ruang memilih tetap tinggal dan berusaha memahami. Chapman menegaskan bahwa pernikahan akan tumbuh subur ketika kedua pihak sama-sama memelihara kehangatan dengan tindakan kecil konsisten. Keputusan untuk terus mencintai, bahkan tanpa alasan besar adalah kekuatan yang menjaga hubungan tetap hidup.

3. Pasangan Tidak Diciptakan untuk Diubah, Melainkan Diterima

Foto via Davikah

Dalam bab berjudul “That Romantic Love Has Two Stages,” Chapman mengungkap bahwa banyak orang salah kaprah ketika mengira pernikahan akan mengubah pasangan. Ia menyebut bahwa ekspektasi semacam itu sudah pasti akan menimbulkan kekecewaan.

Penerimaan, menurutnya, adalah fondasi dari kedekatan sejati. Saat seseorang merasa diterima apa adanya, ia lebih mudah tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik tanpa tekanan. Chapman menulis bahwa hubungan yang sehat dibangun dari kemauan untuk saling memahami dan beradaptasi.

4. Bahasa Cinta Setiap Orang Berbeda dan Perlu Dipahami

Dalam salah satu bagian paling terkenal, Chapman kembali mengangkat konsep Five Love Languages yang pertama kali diperkenalkan pada 1992. Di sini, ia menjelaskan bahwa setiap orang memiliki cara berbeda untuk merasakan cinta.

Dalam bukunya, Chapman menuliskan bahwa kesalahpahaman sering muncul karena seseorang mengekspresikan cinta dalam bahasa yang tidak dimengerti pasangannya. Ia mengajak setiap orang untuk belajar mengenali dan berbicara dalam bahasa cinta pasangan. Banyak orang merasa tidak dicintai hanya karena memiliki love language berbeda, meskipun mereka sudah menjalin hubungan selama bertahun-tahun.

5. Latar Belakang Keluarga Membentuk Cara Seseorang Mencintai

Foto via Sashfir

Chapman menyinggung dalam bab “How to Solve Disagreements” bahwa cara seseorang berkomunikasi dan merespons konflik sering kali dipengaruhi oleh pola yang ia pelajari dari keluarganya.

Orang yang dibesarkan di lingkungan penuh kehangatan mungkin terbiasa terbuka, sementara jika tumbuh di rumah penuh kritik cenderung berhati-hati atau defensif. Menurut Chapman, menyadari hal ini penting agar pasangan tidak saling mengulang pola lama yang merusak. 

6. Bicarakan Soal Uang Sebelum Terlambat

Dalam bab “I Wish I Had Known That We Needed a Plan for Handling Our Money,” Chapman menjelaskan bahwa keuangan kerap menjadi sumber konflik tersembunyi dalam rumah tangga. 

Setiap orang membawa kebiasaan finansial dari keluarganya. Ketika dua kebiasaan ini bertemu tanpa komunikasi terbuka, gesekan mudah terjadi. Chapman mendorong pasangan membicarakan hal-hal sensitif seperti pengeluaran, utang, tabungan, dan prioritas hidup sejak sebelum menikah. Uang, bagi Chapman, bukan sekadar alat ukur, ia juga cermin dari nilai dan komitmen yang dipegang bersama.

7. Konflik Tidak Menghancurkan, Asal Dihadapi Dengan Dewasa

Foto via Selena Gomez

Chapman mengingatkan bahwa pertengkaran bukan berarti cinta pasangan memudar, melainkan dua manusia sedang belajar memahami perbedaan. Hal ini ia ungkapkan dalam bab “How to Solve Disagreements.”

Ia menulis bahwa setiap pasangan pasti membawa cara berpikir dan kebiasaan unik. Oleh karena itu, benturan adalah hal alami. Kunci utamanya bukan menghindari konflik, tetapi mengelolanya dengan kedewasaan.

Melalui bab ini, Chapman ingin setiap pasangan bisa menahan diri ketika marah, memberi waktu untuk tenang, dan berbicara kembali dengan nada penuh penghargaan. 

8. Belajar Meminta Maaf dengan Tulus dan Rendah Hati

Chapman menuliskan, bukti kedewasaan dan keberanian seseorang adalah ketika ia bisa meminta maaf dengan tulus. Banyak hubungan bertahan karena kedua pihak mampu memulihkan hati dengan kejujuran.

Ia menjelaskan dalam bab “That Apologies Are a Sign of Strength,” bahwa setiap orang memiliki cara berbeda dalam menerima permintaan maaf. Beberapa orang membutuhkan pengakuan verbal dan tidak sedikit harus melihat tindakan nyata.

Dengan keberanian untuk berkata ”aku salah”, seseorang menunjukkan kasih yang lebih besar daripada egonya. Sederhana, tetapi tidak semua orang bisa mengakui kesalahannya. Coba lihat pasanganmu sekarang, apakah ia sudah bisa mengakui kesalahan dengan tulus?

9. Tetapkan Batas Sehat dengan Keluarga Besar

Fotografi: Ruang Photoworks

Melalui bab “That We Needed Boundaries with Our Families,” Chapman membahas bagaimana pengaruh keluarga besar dapat menjadi tantangan dalam pernikahan. Setelah menikah, banyak pasangan masih berusaha menyeimbangkan antara menghormati orang tua dan membangun identitas baru sebagai keluarga sendiri.

Menurut Chapman, tanpa batasan jelas, keputusan rumah tangga bisa dengan mudah tercampur oleh opini keluarga besar. Setiap pasangan harus bersatu sebagai satu suara untuk setiap keputusan penting. Dengan begitu, mereka belajar menjadi tim yang kuat tanpa harus memutus hubungan dengan keluarga. 

10. Seks adalah Ekspresi Kasih, Bukan Hanya Kebutuhan

Chapman mengingatkan bahwa hubungan fisik dalam pernikahan adalah cara paling tulus untuk mengekspresikan kasih dan rasa aman. Di bukunya dijelaskan bahwa setiap pasangan memiliki kebutuhan, batas, dan kenyamanan berbeda. Sehingga, keterbukaan akan hal tersebut menjadi kuncinya. Keintiman sesungguhnya hadir ketika cinta emosional dan kasih spiritual menyatu dalam rasa saling menghormati.

11. Belajar Memberi tanpa Menghitung Balasan

Fotografi: Akasa Foto

Chapman menulis dalam bab “Serving Each Other Is the Heart of Marriage,” pernikahan akan berjalan langgeng jika kedua orang dalam hubungan tersebut berkeinginan untuk sama-sama melayani, bukan menuntut.

Ia melihat banyak pasangan bahagia karena terbiasa melakukan hal-hal kecil untuk satu sama lain. Menyeduhkan kopi di pagi hari, membantu pekerjaan rumah, atau sekadar mendengarkan cerita panjang. Semua aktivitas sepele ini bisa menjadi bentuk cinta paling nyata. Chapman menulis dan kita semua pasti setuju, ketika dua orang saling memberi tanpa menghitung siapa yang lebih banyak berkorban, hubungan akan terasa lebih ringan.

12. Pernikahan tidak Menyembuhkan Kesepian

Dalam bagian reflektif bukunya, Chapman menegaskan bahwa pernikahan tidak akan menyembuhkan kesepian batin seseorang jika belum berdamai dengan dirinya sendiri. Ia mengingatkan bahwa cinta paling sehat hanya bisa tumbuh dari individu yang utuh. 

Banyak orang berharap pasangan akan mengisi kekosongan dalam dirinya, padahal kebahagiaan sejati muncul dari keseimbangan antara kebersamaan dan keutuhan pribadi. Melalui bukunya, Chapman mengajak setiap orang untuk membangun hubungan yang kuat dengan diri sendiri dan Tuhan sebelum menikah. Ketika dua jiwa yang tenang bertemu, mereka tidak saling menuntut untuk membuat hidup bersama, tetapi berjalan berdampingan menciptakan kedamaian bagi satu sama lain.

13. Komunikasi Terbuka adalah Napas Pernikahan

Fotografi: Iluminen

Di dalam buku ini, ada bab “That Honest Communication Builds Intimacy.” Di sini, Chapman membuka wawasan kepada pembaca tentang bagaimana pentingnya komunikasi di dalam pernikahan. Banyak hubungan retak bukan karena kurang cinta, tetapi tidak ada ruang aman untuk saling bercerita. Kejujuran dalam pernikahan berarti mengungkapkan pikiran, kekhawatiran, dan perasan tanpa menyembunyikan diri. 

14. Menjadikan Iman sebagai Pegangan Bersama

Melalui bukunya, Chapman ingin membawa pasangan untuk memandang pernikahan sebagai perjalanan spiritual. Dua orang yang saling mencintai akan lebih mudah bertahan jika pusat nilai mereka sama – iman, kasih, dan rasa syukur.

Dalam refleksi pribadinya, Chapman menjelaskan bahwa cinta manusia itu terbatas, tetapi kasih ilahi memberi kekuatan untuk memaafkan dan bertahan. Kedewasaan rohani di dalam hubungan pernikahan memberi arah ketika badai datang dan sumber kedamaian saat dunia terasa berat. Dalam pandangannya juga pernikahan adalah tempat di mana seseorang belajar mengasihi dengan cara yang lebih suci. Dan ini akan menuntunnya memberi arti pada hidup orang lain.

15. Pernikahan adalah Awal dari Pekerjaan Seumur Hidup

Pada penutup bukunya, Chapman sepakat bahwa pernikahan bukan akhir dari kisah cinta. Justru, pernikahan adalah awal dari perjalanan panjang untuk tumbuh bersama. Setiap tahap kehidupan pernikahan membawa tantangan dan pelajaran baru. Cinta sejati sebagai pilihan yang diulang setiap hari, bahkan ketika keadaan tidak sempurna. 

Setelah menelusuri bab demi bab buku Things I Wish I’d Known Before We Got Married, kamu mungkin jadi sadar bahwa pernikahan adalah awal dari perjalanan yang lebih nyata. Dr. Gary Chapman tidak menawarkan dongeng, ia membuka mata kita tentang dunia pernikahan.

Jadi, sebelum mengucap janji sehidup semati, kamu tidak perlu lagi menanyakan ”Kamu cinta aku, nggak?” Ganti pertanyaannya dengan ”Apakah kamu sudah yakin memilih aku untuk diajak terus belajar mencintai seumur hidup?”

Gimana, siap melangkah lebih mantap menuju pernikahan? Biar persiapan makin terarah, kamu bisa mulai cari vendor terpercaya hanya di WeddingMarket. Cek inspirasi dan rekomendasi vendor di sini, ya!


Cover | Foto via JWP Wedding


Artikel Terkait



Artikel Terbaru