Sebagai salah satu warisan budaya yang tetap lestari hingga saat ini, beskap memiliki peranan penting dalam berbagai acara resmi dan sakral di masyarakat. Beskap tidak hanya dikenakan oleh pria dalam upacara adat, tetapi juga menjadi pilihan utama dalam acara pernikahan. Keberadaannya yang melintasi batas geografis menunjukkan penerimaan dan adaptasi beskap di berbagai daerah, tidak terbatas pada Jawa Tengah saja tetapi juga di wilayah Jawa Barat. Di kedua daerah ini, beskap merupakan simbol tradisi yang kaya akan nilai budaya dan sejarah.
Di Jawa Tengah, beskap sering kali dipakai dalam upacara-upacara resmi yang berkaitan dengan keraton dan tradisi lokal, sementara di Jawa Barat, beskap menjadi busana yang mencerminkan keanggunan dan nilai-nilai luhur budaya setempat. Dengan desain yang elegan dan nilai simbolis yang mendalam, beskap terus menjadi pilihan utama bagi banyak pengantin pria yang ingin mempertahankan dan menghormati tradisi mereka.
Adakah perbedaan antara beskap sebagai pakaian pengantin di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat? Cari tau lebih jauh di artikel berikut, ya!
Asal-Usul Beskap
Kata "beskap" ternyata berasal dari bahasa Belanda, dari istilah "beschaafd," yang berarti "civilized" atau "berkebudayaan". Beskap juga mengandung makna yang berkaitan erat dengan cara berpakaian yang mencerminkan kesan formalitas, perawatan diri yang baik, keberbudayaan, keanggunan, dan tata krama yang baik.
Dalam konteks budaya Jawa atau Indonesia, kata "beskap" diadopsi untuk merujuk pada jenis busana formal tertentu. Busana ini biasanya dikenakan pada acara-acara resmi dan upacara adat, sehingga tetap mencerminkan nilai-nilai dan norma-norma budaya yang tinggi serta menjaga citra yang terhormat dan elegan dalam masyarakat. Penggunaan beskap dalam konteks upacara atau perayaan adat mencerminkan penghormatan terhadap tradisi serta identitas kebudayaan yang berakar dalam sejarah panjang interaksi antara budaya lokal dan pengaruh asing.
Beskap atau jas tutup sendiri merupakan pakaian resmi tradisional pria dalam tradisi Jawa Mataraman yang dikenakan pada acara-acara penting dan resmi. Busana atasan ini diperkenalkan pada akhir abad ke-18 oleh kalangan kerajaan di wilayah Vorstenlanden, seperti Keraton Yogyakarta dan Surakarta, namun kemudian menyebar ke berbagai wilayah yang dipengaruhi budayanya.
Jenis pakaian khas Jawa Tengah ini memiliki makna yang sarat dengan kehidupan piwulang sinandhi, yakni ajaran tersirat dalam filosofi Jawa. Beskap tidak hanya dipandang sebagai pakaian formal atau busana tradisional semata, tetapi juga sebagai simbol yang memuat nilai-nilai filosofis dan spiritual dari kebudayaan Jawa. Penggunaan beskap dalam acara-acara adat atau keagamaan tidak hanya sekadar penampilan, tetapi juga ekspresi dari pemahaman akan ajaran-ajaran kehidupan yang terkandung di dalamnya.
Karakteristik Beskap Jawa Tengah
Beskap merupakan sejenis kemeja tebal yang tidak memiliki kerah lipat, biasanya berwarna gelap, dan hampir selalu tak memiliki motif atau polos. Ciri khas lainnya adalah bagian depan beskap yang berbentuk tidak simetris dengan pola kancing yang menyamping, tidak tegak lurus. Desain ini memberikan tampilan yang unik dan elegan, yang mencerminkan keanggunan dan keagungan budaya Jawa.
Selain desain asimetris dan pola kancing menyamping, beskap juga dirancang dengan memperhatikan kenyamanan namun tetap fungsional. Bagian belakang beskap dibuat lebih pendek dibandingkan bagian depan yang digunakan untuk tempat penyimpanan keris, senjata tradisional yang melambangkan keberanian dan kehormatan pada budaya Jawa. Keris seringkali diselipkan di bagian pinggang, sehingga desain beskap yang lebih pendek di bagian belakang tidak akan mengganggu atau menyulitkan gerakan pemakainya.
Untuk bawahannya, beskap selalu dikombinasikan dengan jarik, yaitu kain panjang yang dililitkan di pinggang untuk menutupi kaki. Kain jarik ini biasanya memiliki motif batik yang indah dan rumit, untuk menambah keanggunan dan keindahan keseluruhan penampilan pemakainya. Sementara untuk bahannya, beskap biasanya dibuat dari kain beludru atau sutera hitam yang menonjolkan kemewahan dan memberikan tampilan yang elegan. Penggunaan bahan-bahan mewah ini tidak hanya untuk keindahan visual, tetapi juga untuk mengangkat martabat dan status sosial penggunanya, terutama dalam konteks pernikahan.
Jenis Beskap Jawa Tengah
Beskap memiliki variasi model dan juga fungsinya masing-masing yang mencerminkan status sosial, acara, dan tradisi tertentu. Dikutip dari beberapa sumber, berikut beberapa jenis dan variasi beskap yang ada di Jawa Tengah:
Beskap kembang
Jenis beskap ini seringkali digunakan oleh para pangeran atau tokoh berstatus tinggi. Beskap ini khas dengan adanya hiasan bunga-bunga atau kembang yang menghiasi bagian depannya. Selain itu, beskap kembang sering dilengkapi dengan dhestar biru, yang merupakan jenis sorban berwarna biru, serta ikat pinggang yang serasi.
Biasanya, busana ini dipilih untuk acara-acara penting seperti pasowanan, sebuah upacara yang sering diadakan pada malam hari sebagai bagian dari tradisi adat Jawa. Penampilan beskap kembang ini mencerminkan kemewahan, keanggunan, dan status yang tinggi dalam masyarakat Jawa tradisional.
Beskap Landung
Beskap Landung merupakan salah satu jenis pakaian tradisional Jawa yang memiliki ciri khas tertentu. Perbedaannya terletak pada desainnya yang tidak dilengkapi dengan rongga di bagian belakang kemeja beskapnya. Jenis beskap ini biasanya dipilih untuk acara midodareni, sebuah ritual yang dilakukan pada malam sehari sebelum pelaksanaan pernikahan oleh pengantin laki-laki.
Midodareni sendiri adalah momen di mana keluarga dan kerabat dari kedua belah pihak berkumpul untuk merayakan dan memberi restu kepada pengantin. Penggunaan beskap landung dalam acara ini mencerminkan keanggunan dan kesederhanaan yang sesuai dengan tradisi adat Jawa.
Beskap Jawi Jangkep
Beskap Jawi Jangkep adalah model klasik dari beskap yang memiliki ciri khas tertentu. Salah satu fitur yang membedakannya adalah adanya rongga di bagian belakangnya. Jenis beskap ini juga dikenal dengan sebutan beskap krowokan, yang dalam bahasa Jawa, "krowokan" berarti berlubang.
Lubang atau krowokan ini sengaja dibuat di bagian belakang beskap untuk memudahkan penggunanya dalam menggunakan aksesoris tambahan, yakni keris. Dengan adanya lubang tersebut, pengguna bisa menyelipkan keris ke dalam beskap tanpa mengganggu penampilan busana secara keseluruhan. Beskap Jawi Jangkep tidak hanya menjadi simbol dari tradisi dan keanggunan busana Jawa, tetapi juga memperlihatkan fungsi praktisnya dalam menyelaraskan aksesori tradisional seperti keris dengan penampilan yang tetap rapi dan elegan.
Beskap Sikepan
Beskap Sikepan adalah model beskap yang menampilkan sentuhan modern dengan tambahan rompi di bagian dalamnya. Desain ini membedakannya dari beskap tradisional lainnya. Beskap sikepan memiliki konstruksi yang menyerupai luaran, dengan rompi yang dipakai di bawahnya. Salah satu ciri khasnya adalah kancingnya yang biasanya tidak dikancingkan, sehingga rompi di dalamnya bisa terlihat jelas.
Penambahan rompi memberikan nuansa baru pada penampilan beskap, menciptakan kesan yang lebih modern dan elegan. Meskipun terinspirasi oleh tradisi busana Jawa, beskap sikepan mampu menggabungkan unsur-unsur tradisional dengan sentuhan inovatif yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Beskap Langenharjan
Beskap Langenharjan memiliki sejarah yang menarik di balik namanya. Menurut catatan sejarah, jenis beskap ini diciptakan oleh Mangkunegara VII saat menghadap Sri Susuhunan Pakubuwana IX di Pesanggrahan Langenharjan. Nama "Langenharjan" diberikan oleh Sri Susuhunan Pakubuwana IX untuk menghormati busana yang diciptakan oleh Sri Paduka Mangkunegara.
Beskap jenis ini tidak hanya menjadi pakaian resmi untuk acara penting seperti menghadap Sri Susuhunan Pakubuwana IX, tetapi juga digunakan oleh pengantin pria selama upacara sengkeran. Penggunaan Beskap Langenharjan dalam berbagai konteks ini menunjukkan nilai historis, kebudayaan, dan simbolisme yang tinggi dalam budaya Jawa tradisional.
Selain variasi gaya, beskap juga memiliki perbedaan berdasarkan wilayah seperti beskap gaya Jogja dan beskap gaya Solo, ada juga jenis beskap lainnya seperti beskap gaya Kulon dan beskap Landung. Beskap gaya Kulon sering digunakan di daerah Purwokerto, Tegal, dan Banyumas, serta daerah-daerah lain yang dekat dengan Jawa Barat. Setiap jenis beskap memiliki ciri khas dan aturan tertentu yang memperkaya variasi dan keunikan pakaian adat ini. Dalam upacara pernikahan adat Jawa, beskap tidak hanya berfungsi sebagai pakaian resmi tetapi juga sebagai simbol status sosial dan identitas budaya yang kaya.
Karakteristik Beskap Sunda
Beskap Sunda, sebuah simbol yang kaya akan sejarah dan tradisi, menampilkan keindahan budaya Sunda yang beragam. Dikenal dengan ciri khasnya yang elegan dan megah, beskap telah menjadi pilihan utama dalam berbagai acara adat dan perayaan di Jawa Barat dan sekitarnya. Dalam setiap jahitannya, beskap ini membawa cerita panjang tentang kebanggaan akan warisan budaya Sunda yang mendalam.
Tidak hanya sekadar pakaian, Beskap Sunda juga mencerminkan kedalaman spiritual dan nilai-nilai tradisional yang dijunjung tinggi dalam masyarakat Sunda. Setiap hiasan dan aksen yang dipilih dengan cermat memiliki makna mendalam, mencerminkan kepercayaan dan filosofi hidup yang dianut oleh orang-orang Sunda. Dengan keistimewaannya, beskap menjadi simbol kebanggaan bagi orang-orang Sunda dan memperkaya keberagaman budaya Indonesia secara keseluruhan.
Beskap Jawa maupun Sunda memiliki karakteristik yang mempesona dan mencerminkan kearifan budaya masing-masing daerah. Namun, di antara keistimewaan keduanya, terdapat perbedaan mendasar yang menandai keunikan Beskap Sunda dibandingkan dengan Beskap khas Jawa Tengah. Beberapa perbedaan esensial tersebut terutama dapat ditemukan pada bagian:
Boro-Boro atau Sabuk Boro
Pada beskap Sunda, terdapat elemen yang dikenal sebagai boro-boro yang ditempatkan di bagian luar pakaian. Aksesoris sejenis sabuk ini berfungsi sebagai tempat untuk menaruh keris pengantin pria adat Sunda. Berbeda dengan beskap Jawa yang menaruh keris di bagian dalam potongan melengkung di belakang, beskap Sunda menampilkan boro ini secara lebih terlihat. Penempatan keris pada bagian luar ini dapat memberikan aksen yang menambah keindahan penampilan pengantin pria.
Sabuk boro pada beskap Sunda tidak hanya berfungsi sebagai tempat keris, tetapi juga sebagai elemen dekoratif yang menambah keindahan pakaian adat tersebut. Penggunaan bahan dan teknik khusus dalam pembuatan boro mencerminkan keahlian para perajin dan memperkaya detail artistik beskap. Dengan boro yang terlihat, beskap Sunda menonjolkan keterampilan dan keindahan budaya Sunda yang khas.
Bendo atau Blangkon
Blangkon adalah penutup kepala tradisional yang dikenakan oleh pria dalam budaya Jawa dan Sunda, masing-masing dengan ciri khas yang membedakannya. Blangkon Jawa memiliki ciri khas yang dikenal sebagai "mendolan" di bagian belakang kepala. Mendolan ini adalah tonjolan kain yang melingkar dan memberikan bentuk khas pada blangkon Jawa. Fungsi mendolan bukan hanya sebagai hiasan, tetapi juga sebagai simbolik dan penanda status sosial dalam masyarakat Jawa.
Sementara itu, penutup kepala tradisional dalam budaya Sunda, yang disebut "bendo" atau sering juga disebut blangkon Sunda, tidak memiliki mendolan. Bendo Sunda cenderung lebih sederhana dalam desainnya, tanpa tonjolan kain di bagian belakang. Desain yang lebih minimalis ini mencerminkan estetika dan nilai-nilai budaya Sunda yang menjunjung kesederhanaan. Bendo biasanya dikenakan bersama beskap Sunda, menciptakan keselarasan antara penampilan kepala dan tubuh yang sesuai dengan adat istiadat Sunda.
Kain Sogan
Beskap Jawa terkenal dengan kain berwarna sogan, yaitu kombinasi antara coklat dan keemasan. Warna sogan ini berasal dari pewarnaan batik tradisional yang menggunakan pewarna alami, memberikan kesan elegan dan mewah. Warna sogan memiliki makna yang mendalam, yakni melambangkan kebijaksanaan, kekuatan, dan kemuliaan, yang sangat dihormati dalam budaya Jawa.
Di sisi lain, beskap adat Sunda menawarkan pilihan warna yang lebih beragam. Beskap Sunda tidak terbatas pada warna coklat, tetapi mencakup berbagai warna yang mencerminkan kekayaan budaya Sunda yang penuh warna. Penggunaan warna-warna yang lebih bervariasi seperti putih, biru, hijau, dan bahkan merah dalam beskap Sunda memberikan fleksibilitas dan kebebasan dalam mengekspresikan identitas budaya. Warna-warna ini dipilih sesuai dengan tema acara dan preferensi pribadi, memungkinkan penampilan yang lebih personal dan dinamis.
Sama halnya dengan beskap Jawa, beskap Sunda pun sering dikenakan menjadi pakaian adat bagi pengantin pria. Penggunaan beskap dalam upacara pernikahan, khususnya adat Sunda, tidak hanya sekadar mengikuti tradisi, tapi juga membawa makna yang dalam. Beskap dianggap sebagai simbol yang menggambarkan kejantanan, keagungan, dan keharmonisan. Beskap juga menjadi penanda identitas serta kecintaan akan warisan budaya yang dimiliki.
Saat seorang pengantin pria mengenakan beskap pada hari pernikahannya, hal ini tidak hanya menunjukkan keindahan tampilan fisik saja, tapi juga memperlihatkan kesiapan secara fisik dan mental untuk memasuki fase baru sebagai kepala keluarga. Selain mempertahankan tradisi dan mewarisi nilai-nilai budaya, penggunaan beskap dalam upacara pernikahan Sunda juga menjadi ekspresi dari rasa bangga terhadap warisan budaya yang kaya. Beskap bukan hanya sekadar busana, melainkan juga merupakan manifestasi dari keindahan dan kearifan lokal yang menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas masyarakat Sunda.
Jadi bagaimana, sudah siap tampil menawan dengan menggunakan beskap Jawa atau Sunda di hari bahagiamu nanti?