Your Smart Wedding Platform

Pantangan dalam Pernikahan Budaya Tionghoa yang Harus Dihindari. Mitos atau Fakta?

03 Jan 2025 | By Intan Vandini Wedding Market | 70
Fotografi: Sekisah Sangjit

Pernikahan dalam budaya Tionghoa bukan hanya momen penting untuk menyatukan dua orang dalam ikatan pernikahan, tapi juga acara yang penuh dengan simbol dan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi. Di balik kemeriahannya, ada berbagai larangan dan kepercayaan yang diyakini bisa mempengaruhi keharmonisan dan kelanggengan rumah tangga.

Misalnya, ada larangan menikah di tahun tertentu atau pemilihan tanggal pernikahan yang harus disesuaikan dengan shio pasangan. Setiap hal ini dipercaya bisa membawa keberuntungan atau sebaliknya, mendatangkan kesialan. Tapi, apakah larangan-larangan ini masih relevan, dan benar-benar bisa berdampak buruk pada pernikahan? Atau apakah itu hanya mitos yang bertahan karena tradisi? 

Artikel ini akan membahas berbagai larangan dalam pernikahan Tionghoa, dan mengungkap makna filosofis dibaliknya. Dengan pemahaman yang lebih dalam, harapannya kamu dan pasangan bisa memutuskan sendiri apakah larangan tersebut perlu dipatuhi sepenuhnya atau cukup dianggap sebagai bagian dari kekayaan tradisi dalam perjalanan menuju pernikahan.

Kenapa Sebaiknya Menghindari Pantangan Pernikahan?

Fotografi: Cesar Picture

Ada beberapa alasan penting mengapa pantangan dalam pernikahan budaya Tionghoa dianjurkan untuk dihindari. Setiap alasan memiliki maknanya tersendiri, yang tidak hanya berakar pada kepercayaan dan tradisi, tapi juga berdampak pada keharmonisan dan keberlangsungan hubungan pasangan. Berikut beberapa alasan kenapa kamu sebaiknya menghindari pantangan pernikahan:

1. Melindungi Keharmonisan dan Kebahagiaan Rumah Tangga

Pantangan-pantangan tertentu diyakini sebagai bentuk perlindungan terhadap hal-hal yang bisa membawa nasib buruk dalam kehidupan pernikahan. Kepercayaan ini berfungsi sebagai cara untuk menjaga hubungan tetap harmonis dan terhindar dari konflik atau peristiwa yang tidak diinginkan. Dengan menghindari pantangan yang ada, diharapkan kamu dan pasangan akan merasa lebih aman dan nyaman, sehingga hubungan yang dijalani bisa berlangsung dengan lebih damai dan penuh kebahagiaan.

2. Menghormati dan Menjaga Warisan Leluhur

Fotografi: Axioo

Mengikuti pantangan bukan hanya sekadar menjalankan aturan, tapi juga merupakan bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai dan kebiasaan yang telah diwariskan secara turun temurun oleh para leluhur. Tradisi yang telah berlangsung selama bertahun-tahun ini menjadi bagian dari identitas budaya dan sejarah keluarga. Dengan menjaga dan menghormati pantangan tersebut, kamu dan pasangan bisa menunjukkan rasa cinta dan penghargaan terhadap akar budaya kalian, sehingga mempererat hubungan dengan keluarga besar dan komunitas.

3. Menciptakan Energi Positif dalam Pernikahan

Pantangan sering dikaitkan dengan menjaga keseimbangan energi dalam kehidupan pasangan. Diyakini bahwa dengan mematuhi pantangan, energi positif akan lebih mudah mengalir, membawa keberkahan, dan mendatangkan rezeki yang melimpah. Keharmonisan ini tidak hanya dirasakan dalam hubungan antara pasangan, tapi juga dalam hubungan dengan orang-orang di sekitar kalian. Energi positif yang terjaga akan menciptakan suasana rumah tangga yang nyaman, damai, dan penuh cinta kasih.

4. Meningkatkan Keyakinan Pasangan

Fotografi: Sekisah Sangjit 

Dengan mengikuti pantangan yang telah menjadi bagian dari tradisi, kamu dan pasangan akan merasa lebih percaya diri dalam memulai kehidupan pernikahan. Kalian merasa telah menjalani proses persiapan dengan penuh kesungguhan dan restu dari orang tua serta masyarakat. Keyakinan ini berperan penting dalam membangun pondasi hubungan yang kuat, di mana kalian merasa optimis bahwa pernikahan yang akan dijalani akan berjalan dengan lancar dan penuh keberkahan.

Menghindari pantangan dalam pernikahan bukan hanya tentang mengikuti aturan-aturan tertentu, tapi juga merupakan bagian dari upaya menjaga keharmonisan, menghormati tradisi, menciptakan energi positif, dan memperkuat keyakinan pasangan dalam menjalani kehidupan bersama. Jadi, kalau pantangannya memang membawa dampak baik, tidak ada salahnya untuk diikuti, kan?

Pantangan atau Mitos Pernikahan dalam Budaya Tionghoa

Fotografi: Toto Fotografio

1.Tidak Boleh Memakai Baju Pengantin sebelum Pernikahan

Dalam tradisi Tionghoa, ada kepercayaan kuat mengenai larangan mengenakan baju pengantin sebelum hari pernikahan. Menggunakannya sebelum waktunya dianggap sebagai bentuk ketidakhormatan terhadap makna sakral pernikahan dan dipercaya bisa mengurangi keberuntungan serta kebahagiaan yang seharusnya hadir dalam prosesi tersebut. Menurut kepercayaan ini, jika seseorang yang belum menikah, baik pria maupun wanita, mengenakan baju pengantin sebelum waktunya, itu bisa berdampak buruk pada kehidupan asmara mereka.

Konon, hal tersebut bisa menghalangi mereka untuk menemukan pasangan hidup atau membuat mereka kesulitan mencari jodoh. Kepercayaan ini juga berlaku bagi pasangan calon pengantin, yang disarankan untuk tidak mengenakan baju pengantin sebelum hari pernikahan. Oleh karena itu, bagi mereka yang mengikuti adat Tionghoa, menjaga tradisi ini sangat penting agar perjalanan hidup asmara berjalan lancar dan sesuai dengan takdir yang telah ditentukan.

2. Pasangan Tidak Memberi Angpao, Bisa Sial

Foto: via Sangjit Couture

Dalam tradisi yang berkembang di beberapa kalangan masyarakat, terdapat kepercayaan yang menganggap bahwa tidak menerima angpao pada acara pernikahan bisa membawa kesialan. Bagi banyak orang, menerima angpao pada pernikahan bukan hanya sekadar mendapatkan hadiah uang, tapi lebih kepada sebuah ritual yang penuh makna. Bagi keluarga atau siapa saja yang turut serta membantu dalam mempersiapkan dan menyelenggarakan acara pernikahan, mereka diyakini berhak untuk menerima angpao dari pasangan pengantin sebagai tanda terima kasih dan penghargaan.

Kepercayaan ini menekankan bahwa jika seseorang yang berkontribusi dalam kelancaran acara pernikahan tidak mendapatkan angpao, maka akan ada dampak buruk dalam hidup mereka. Menurut mitos tersebut, kesialan akan mengikuti mereka, entah dalam bentuk kesulitan finansial atau keberuntungan yang buruk. Oleh karena itu, bagi masyarakat yang memegang teguh tradisi ini, pemberian angpao menjadi bagian penting dalam memastikan keberuntungan dan kesejahteraan bagi semua pihak yang terlibat dalam perayaan pernikahan.

3. Jarak Umur Tidak Boleh Ganjil

Fotografi: FCG Sangjit

Dalam tradisi budaya Tionghoa, jarak usia pasangan sering dianggap sebagai faktor penting yang bisa mempengaruhi nasib pernikahan mereka. Ada keyakinan yang cukup kuat di kalangan keluarga Tionghoa yang menentang pernikahan pasangan dengan selisih usia 3, 5, atau 9 tahun. Mereka percaya bahwa angka-angka tersebut akan membawa kesialan dan kesulitan dalam kehidupan pernikahan pasangan tersebut. 

Angka 3 dalam budaya Tionghoa sering dianggap sebagai simbol ketidakstabilan dan ketidakharmonisan. Hal ini mungkin dikaitkan dengan kesulitan dalam mencapai keseimbangan antara dua individu yang memiliki jarak umur tersebut. Angka 5 sering dikaitkan dengan ketidakpastian atau perpecahan dalam budaya Tionghoa. Menurut pandangan budaya, jarak usia 5 tahun bisa menimbulkan ketegangan atau perbedaan pandangan yang signifikan antara pasangan.

Sementara itu, angka 9 sering dihubungkan dengan berakhirnya sesuatu atau hubungan yang tidak langgeng. Dalam tradisi Tionghoa, angka ini dianggap membawa energi yang kurang stabil, yang bisa mengarah pada kesulitan dalam menjaga kebahagiaan rumah tangga. Lalu, angka atau berapa selisih umur yang dinilai cocok bagi pasangan Tionghoa?

Pasangan dengan jarak usia 4 tahun dianggap lebih beruntung dan lebih cocok untuk menikah. Angka 4 dianggap sebagai simbol kekokohan, kestabilan, dan keseimbangan. Angka ini mencerminkan pondasi yang kuat bagi kehidupan rumah tangga, menciptakan hubungan yang lebih stabil, dan mendatangkan keberuntungan yang berkelanjutan bagi pasangan. 

4. Tidak Boleh Lebih dari 3 Kali Jadi Pengapit Pengantin 

Fotografi: FCG Sangjit

Dalam tradisi pernikahan, terutama dalam budaya Tionghoa dan beberapa kebudayaan lainnya, terdapat sebuah pantangan yang berkaitan dengan peran sebagai pengapit pengantin. Pengapit pengantin, seperti bridesmaid yaitu pengiring pengantin wanita dan groomsmen yaitu pengiring pengantin pria, memiliki tugas yang sangat penting dalam membantu mempelai pada hari pernikahan, mulai dari mendampingi mereka dalam berbagai upacara hingga memastikan kelancaran acara. Mereka biasanya akan didandani dengan pakaian yang serupa dengan pengantin, meskipun tetap dengan ciri khas masing-masing.

Menurut kepercayaan yang ada, seseorang yang telah menjadi pengapit pengantin lebih dari tiga kali dipercaya akan kesulitan menemukan jodoh. Hal ini dianggap sebagai bentuk "berat jodoh," yang bisa menunda atau menghalangi seseorang untuk menemukan pasangan hidup. Kepercayaan ini berasal dari filosofi bahwa seseorang yang terlalu sering membantu orang lain menikah, atau berperan sebagai pengapit, akan memiliki energi atau keberuntungan yang "terbuang" dalam pencarian jodoh mereka sendiri.

5. Makan Kue dari Pengantin Bisa Mendekatkan Jodoh

Fotografi: FCG Sangjit

Dalam tradisi pernikahan adat Tionghoa, ada kepercayaan unik yang melibatkan tamu undangan, terutama yang masih lajang. Konon, bagi mereka yang belum punya pasangan, ada ritual yang dipercaya bisa mendekatkan mereka dengan jodoh. Ritual ini adalah dengan memakan kue yang diberikan oleh pengantin.

Kue tersebut dibagikan kepada tamu sebagai simbol keberuntungan. Bagi yang masih mencari pasangan, dipercaya bahwa memakan kue ini bisa membawa perubahan dalam kehidupan asmara. Mitos yang berkembang mengatakan kue itu punya kekuatan untuk menarik jodoh bagi yang memakannya. Selain itu, kue tersebut juga dianggap sebagai simbol kebahagiaan dan kelancaran dalam hidup berkeluarga, yang diharapkan bisa segera dirasakan oleh yang masih lajang.

Karena itu, dalam beberapa pernikahan adat China, tamu yang belum menikah sering berusaha makan kue pemberian pengantin dengan harapan agar keberuntungan dan jodoh segera datang. Meskipun ini cuma mitos, tradisi ini tetap menjadi bagian menyenangkan dalam perayaan pernikahan, memberikan keceriaan dan harapan baru bagi setiap tamu yang hadir.

6. Tidak Boleh Mendatangi Pemakaman dan Mengunjungi Orang yang Baru Melahirkan

Fotografi: Sangjit Couture

Dalam beberapa tradisi pernikahan, khususnya dalam budaya Tionghoa, ada aturan penting yang harus diikuti oleh calon pengantin selama tiga bulan menjelang pernikahan. Salah satunya adalah larangan mengunjungi pemakaman atau menemui orang yang baru melahirkan. Kepercayaan ini muncul karena dianggap bahwa kedua peristiwa tersebut, yakni kematian dan kelahiran, memiliki energi atau perasaan yang bertolak belakang dengan kebahagiaan yang seharusnya ada dalam persiapan pernikahan.

Jika salah satu orang tua pasangan pengantin meninggal sebelum pernikahan, menurut kepercayaan ini, pernikahan harus ditunda setidaknya 100 hari. Hal ini karena perayaan pernikahan di masa berkabung dianggap tidak menghormati almarhum dengan semestinya. Memberi waktu untuk berduka menjadi bagian penting dari tradisi ini.

Selain itu, mengunjungi orang yang baru melahirkan juga dianggap kurang tepat karena kelahiran bayi, meskipun membawa kebahagiaan, dianggap penuh tantangan dan kesulitan. Oleh karena itu, untuk menjaga keharmonisan dan keberuntungan, calon pengantin disarankan untuk menghindari peristiwa kematian atau kelahiran selama periode persiapan pernikahan mereka. Mengikuti aturan ini dipercaya bisa menjaga keseimbangan energi dan membawa kelancaran serta kebahagiaan menuju hari pernikahan.

7. Perhatikan Tanggal Lahir Pasangan

Fotografi: Sekisah Sangjit

Dalam tradisi pernikahan adat Tionghoa, memeriksa tanggal lahir pasangan menjadi hal yang sangat penting sebelum memutuskan untuk menikah. Banyak pasangan yang berkonsultasi dengan peramal atau ahli astrologi untuk mengecek kecocokan astrologis antara mereka. Kepercayaan ini berpendapat bahwa keberuntungan dalam pernikahan bisa dipengaruhi oleh kecocokan elemen atau zodiak pasangan.

Hasil ramalan ini biasanya akan sangat mempengaruhi keputusan pasangan, apakah mereka melanjutkan hubungan atau bahkan mengakhirinya. Jika ramalan menunjukkan ketidakcocokan atau memiliki potensi konflik besar, banyak yang memilih untuk mempertimbangkan kembali niat mereka untuk menikah. Dalam pandangan ini, astrologi dan ramalan menjadi panduan penting untuk menentukan apakah pasangan tersebut cocok menjalani kehidupan bersama dalam pernikahan yang bahagia.

Oleh karena itu, dalam budaya Tionghoa, kecocokan astrologis bukan hanya sekadar kepercayaan, tapi juga menjadi faktor penting yang sangat diperhatikan dalam memilih pasangan hidup agar pernikahan bisa berjalan harmonis dan penuh berkah.

Meskipun banyak pantangan dalam pernikahan budaya Tionghoa yang telah dipercaya turun-temurun, penting untuk diingat bahwa tidak semua mitos tersebut memiliki dasar yang kuat. Tapi, bagi sebagian pasangan yang masih memegang teguh tradisi, pantangan-pantangan ini dianggap sebagai cara untuk menjaga keharmonisan dalam pernikahan mereka.

Oleh karena itu, penting untuk memahami latar belakang budaya dan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap pantangan tersebut, serta menyesuaikannya dengan keyakinan dan kebutuhan pribadi. Yang terpenting adalah saling menghormati dan menjaga keseimbangan antara tradisi dan modernitas, sehingga pernikahan bisa berjalan dengan penuh kebahagiaan dan kedamaian.


Cover | Fotografi: Sekisah Sangjit


Artikel Terkait



Artikel Terbaru