Your Smart Wedding Platform

12 Hal Remeh Pemicu Konflik Setelah Nikah, Ini Solusinya!

08 Jul 2025 | By Nurma Arum Wedding Market | 22

Apakah kamu pernah mendengar ada pasangan yang bercerai karena hal sepele seperti karena lupa menutup pasta gigi? Jika dipikir-pikir mungkin hal ini akan terasa tidak masuk akal. Namun, nyatanya konflik seperti ini bisa benar-benar terjadi, lo. Akar permasalahannya mungkin terdengar seperti sederhana. Namun, jika terus dilakukan secara berulang, hal yang sepele ini akan jadi semakin menyebalkan seolah pendapat kita tidak diindahkan.

Hal-hal kecil seperti menaruh handuk basah di kasur atau beda selera soal suhu AC di kamar pun bisa jadi sumber konflik kalau nggak dibahas dan disepakati bersama. Berikut ini adalah beberapa contoh permasalahan sepele lainnya yang berpotensi menjadi masalah dan cara menyelesaikannya. Simak agar kamu bisa mencegahnya.

Hal sepele yang bisa jadi masalah

Berbagai hal yang tampaknya sepele bisa jadi masalah yang besar. Untuk mencegahnya, sebaiknya ketahui beberapa contoh berikut ini, siapa tahu bisa jadi bahan diskusi sejak sebelum menikah.

1. Menaruh handuk basah di kasur

Foto: Pexels/ Ksenia Chernaya

Kebiasaan menaruh handuk basah di atas kasur terdengar sepele, tapi bisa menjadi pemicu pertengkaran dalam rumah tangga. Bagi salah satu pasangan, sikap ini bisa dianggap sebagai bentuk kurangnya rasa tanggung jawab terhadap kebersihan dan kerapihan rumah. 

Kasur yang lembap bisa mengundang bau tidak sedap, bahkan menjadi sarang jamur atau tungau. Jika pasangan yang satu merasa terus-menerus harus merapikan atau memindahkan handuk tersebut, lama-kelamaan akan timbul rasa jengkel, apalagi jika sudah diingatkan berkali-kali, tapi tetap tidak ada perubahan.

2. Lupa menutup pasta gigi

Meski tampak sepele, kebiasaan lupa menutup pasta gigi juga bisa memicu konflik kecil. Pasta gigi yang dibiarkan terbuka bisa mengering di ujungnya, dan saat dipakai lagi, rasanya nggak nyaman dan bikin kesal pengguna berikutnya. Selain itu, hal ini juga bisa dianggap sebagai tanda bahwa salah satu pasangan tidak menghargai kebersihan atau kenyamanan bersama. Jika hal seperti ini sering terjadi dan tidak dibicarakan, wajar jika pasangan akan kesal terus-terusan. Masalah kecil ini bisa berkembang menjadi sindiran atau pertengkaran jika tidak dikomunikasikan secara sehat.

3. Membiarkan pakaian kotor berserakan

Banyak pasangan bertengkar karena salah satu dari mereka terbiasa meninggalkan pakaian kotor sembarangan, seperti di lantai kamar, kursi, atau kamar mandi. Rasanya seperti ia tidak peduli terhadap tanggung jawab bersama dalam menjaga kerapian rumah. Bagi seseorang yang lebih menyukai hal-hal yang teratur, kebiasaan ini akan terasa sangat mengganggu karena merusak pemandangan dan bisa menambah beban pekerjaan rumah. Jika tidak ada pembagian tugas yang jelas atau kompromi yang disepakati, konflik bisa saja muncul berulang kali hanya karena masalah baju kotor.

4. Terus menggunakan gadget saat bersama

Banyak pasangan mengalami konflik karena salah satu dari mereka terlalu sibuk dengan ponsel saat sedang bersama. Misalnya, bermain media sosial saat makan malam bersama atau mengecek notifikasi saat pasangan sedang bercerita. Meskipun hal ini bukan sesuatu yang terlihat berbahaya, pasangan bisa saja merasa tidak dihargai atau diabaikan. Kebiasaan ini bisa mengurangi kualitas komunikasi dan koneksi emosional dalam hubungan, hingga akhirnya memicu pertengkaran yang dimulai dengan kalimat, “Kamu lebih perhatian ke HP daripada aku”

5. Volume suara saat mendengarkan musik atau menonton TV

Perbedaan preferensi terkait volume suara juga kerap memicu konflik. Misalnya, salah satu pasangan senang menonton dengan volume tinggi, sementara yang lain merasa terganggu dan ingin suasana lebih tenang. Hal ini bisa menjadi semakin sensitif saat salah satu sedang bekerja, beristirahat, atau merasa lelah. Jika pasangan tidak saling memahami kebutuhan masing-masing, perbedaan kecil ini bisa memunculkan rasa tidak dihargai, lalu memicu pertengkaran.

6. Perbedaan suhu AC

Salah satu perbedaan kecil yang sering memicu konflik adalah soal suhu AC. Misalnya, salah satu pasangan merasa nyaman dengan suhu yang sangat dingin, sementara yang lain justru merasa kedinginan dan tidak bisa tidur nyenyak. Kondisi ini bisa membuat salah satu pihak merasa kurang dipedulikan, apalagi jika sudah berulang kali menyampaikan ketidaknyamanan. Dalam jangka panjang, permasalahan soal suhu kamar ini bisa mengganggu kualitas tidur yang berdampak pada emosi dan komunikasi di siang hari.

7. Tidur dalam keadaan gelap atau lampu menyala

Foto: Pexels/cottonbro studio

Perbedaan preferensi tentang pencahayaan saat tidur juga sangat umum terjadi. Ada orang yang hanya bisa tidur nyenyak dalam keadaan gelap gulita karena merasa lebih tenang dan cepat terlelap. Sebaliknya, ada juga yang tidak nyaman atau bahkan takut tidur dalam kegelapan sehingga lebih memilih lampu kamar dinyalakan, setidaknya lampu tidur. Perbedaan ini bisa menimbulkan konflik jika tidak ada solusi bersama, apalagi jika salah satu merasa tidak bisa istirahat dengan maksimal. Konflik bisa muncul ketika salah satu merasa bahwa kebutuhannya untuk tidur dengan nyaman tidak dianggap penting atau diabaikan oleh pasangannya.

8. Mengunyah terlalu berisik

Gaya makan juga bisa menjadi sumber ketegangan, lo. Misalnya, ada pasangan yang terganggu dengan kebiasaan pasangannya mengunyah dengan suara berisik, berbicara saat mulut penuh, atau makan dengan tergesa-gesa. Meski kelihatannya sepele, jika dilakukan setiap hari dan tidak ada perbaikan meski sudah disampaikan, rasa jengkel bisa muncul yang akhirnya memicu pertengkaran. Apalagi, makan bersama sering jadi momen berharga untuk saling ngobrol, berbagi cerita, dan mempererat hubungan satu sama lain.

9. Kebiasaan menunda pekerjaan rumah

Kebiasaan menunda-nunda seperti menumpuk cucian, membiarkan tempat sampah penuh, atau enggan menyapu rumah karena "nanti saja", sering kali membuat pasangan yang lebih disiplin merasa kewalahan. Ketimpangan ini bisa menciptakan persepsi bahwa hanya satu pihak yang bertanggung jawab terhadap rumah sehingga menimbulkan rasa tidak adil. Jika tidak ada pembicaraan mengenai pembagian tugas rumah tangga yang jelas dan setara, masalah kecil ini bisa berkembang menjadi konflik besar.

10. Kebiasaan mendengkur saat tidur

Meskipun mendengkur adalah hal yang tidak disengaja, suara dengkuran yang keras bisa mengganggu pasangan yang memiliki gaya tidur sensitif. Jika tidak segera diatasi dengan empati atau solusi medis seperti konsultasi dokter, penggunaan alat bantu tidur, atau pengaturan posisi tidur, pasangan yang terganggu bisa mengalami kekurangan tidur yang berdampak buruk pada suasana hati. Lama-lama hal ini bisa memicu pertengkaran yang sebenarnya bukan karena rasa tidak sayang, tetapi karena kelelahan fisik dan emosional.

11. Waktu tidur yang berbeda

Waktu tidur yang berbeda antara suami dan istri juga sering menimbulkan gesekan kecil. Bisa jadi, salah satu dari kalian terbiasa tidur jam 9 malam, sementara yang satunya justru baru mulai merasa ngantuk setelah lewat tengah malam. Ketidaksamaan ini bisa mengganggu waktu berdua karena salah satunya bisa saja merasa kesepian atau tidak dihargai karena pasangan terlalu sibuk dengan gadget atau pekerjaan di malam hari. Dalam jangka panjang, perbedaan jam tidur ini bisa mengganggu keintiman dan menimbulkan kesulitan menyesuaikan ritme dalam rutinitas harian rumah tangga.

12. Cara melipat pakaian

Beberapa orang sangat memperhatikan detail kecil seperti cara melipat pakaian atau menggulung handuk. Kalau kamu dan pasangan punya cara yang berbeda dalam menjalani kebiasaan sehari-hari, hal ini bisa jadi sumber konflik yang nggak terduga—sering kali muncul dari hal-hal kecil yang awalnya nggak dianggap serius.

Misalnya, satu pihak merasa lebih nyaman dengan metode tertentu karena terlihat lebih rapi atau menghemat tempat, sementara pihak lain merasa cara tersebut merepotkan. Jika tidak ada kompromi, maka kebiasaan sederhana ini bisa menjadi pemicu pertengkaran rutin yang seharusnya bisa dihindari.

Cara mengatasi masalah sepele

Foto: Pexels/cottonbro studio

Masing-masing dari kita memiliki kebiasaan sendiri yang sudah terbentuk sejak kecil. Menyesuaikan kebiasaan baru akan menjadi tantangan tersendiri. Karena itu, saling pengertian jadi kunci penting. Selain itu, beberapa tips ini mungkin akan membantumu.

1. Bicarakan dengan lembut

Langkah pertama yang paling penting adalah mengomunikasikan perbedaan dengan cara yang tidak menyalahkan. Hindari kata-kata seperti “Kamu selalu…” atau “Kamu nggak pernah…”. Gantilah dengan pernyataan “Aku merasa…” untuk menyampaikan perasaanmu tanpa menghakimi. Misalnya, “Aku merasa tidak nyaman kalau AC-nya terlalu dingin, bisa nggak kita cari suhu yang pas buat berdua?”

2. Cari jalan tengah

Setiap pasangan harus bersedia berkompromi. Contohnya, jika satu pihak suka suhu kamar dingin, sementara pihak lain tidak, kalian bisa menyepakati suhu menengah, atau menggunakan selimut tambahan bagi yang kedinginan. Jika salah satu lebih suka tidur dengan lampu menyala dan yang lain tidak, solusinya bisa memakai lampu tidur redup atau eye mask. Kompromi adalah tentang saling memberi, bukan siapa yang menang.

3. Buat aturan bersama

Untuk kebiasaan seperti tidak mengganti lekas membuang sampah, membiarkan handuk basah di kasur, atau menunda mencuci piring, buat kesepakatan rumah tangga kecil bersama. Misalnya, “Setiap selesai mandi, handuk langsung digantung”, atau “Yang terakhir makan bertanggung jawab untuk menyuci piringnya”. Aturan kecil ini akan sangat membantu jika disepakati di awal dan dijalankan secara konsisten.

4. Tentukan pembagian tugas yang jelas

Konflik rumah tangga sering terjadi karena merasa beban yang dirasa tidak adil. Maka, penting sekali untuk membagi tugas harian, mingguan, atau bulanan secara jelas dan realistis. Misalnya, salah satu bertugas mencuci baju, yang lain menyapu rumah. Buat pembagian ini berdasarkan kesepakatan, bukan paksaan.

5. Gunakan humor untuk mencairkan suasana

Kadang, perbedaan kecil bisa jadi lucu kalau kita tidak terlalu menanggapi dengan serius. Jika pasangan lupa menutup pasta gigi, sesekali bisa diingatkan dengan candaan yang membuatnya merasa diterima, tapi tetap sadar bahwa kebiasaan itu mengganggu. Humor seringkali menjadi alat pelunak yang tidak disadari kekuatannya menahan agar konflik tidak membesar.

6. Beri waktu untuk adaptasi

Foto: Pexels/August de Richelieu

Perubahan kebiasaan butuh waktu. Jangan berharap pasangan langsung berubah hanya karena satu kali dinasihati. Misalnya, kebiasaan tidur larut malam bisa bertahap dikurangi dengan rutinitas tidur bersama seperti membaca buku sebelum tidur atau menonton film pendek bersama. Yang penting ada niat untuk berubah dan kesabaran dalam prosesnya.

7. Saling apresiasi perubahan sekecil apapun

Ketika pasangan mulai berusaha berubah, misalnya mulai ingat untuk menaruh handuk di tempatnya atau tidak membiarkan piring menumpuk, jangan ragu untuk memberi apresiasi. Ucapan simpel seperti “Makasih ya udah gantung handuknya” bisa bikin pasangan merasa diapresiasi dan jadi lebih semangat untuk terus memperbaiki kebiasaan-kebiasaan kecil lainnya.

8. Ingat kembali tujuan menikah adalah untuk melengkapi, bukan menyamakan

Perbedaan akan selalu ada dalam pernikahan. Justru dengan adanya perbedaan, kamu dan pasangan bisa saling belajar, saling mengisi, dan berkembang bersama. Kunci utamanya bukan pada menyamakan kebiasaan, tapi bagaimana kebiasaan itu bisa berdampingan tanpa saling menyakiti.

Hal-hal yang terlihat sepele bisa jadi masalah besar jika tidak segera diselesaikan. Makanya, sebaiknya lekas diskusikan dan cari jalan tengah untuk mengurangi konflik dalam kehidupan setelah menikah.

Sedang mempersiapkan pernikahan? Yuk, bangun fondasi hubungan yang kuat sejak awal bersama pasangan. Temukan inspirasi pernikahan, tips hubungan, dan vendor terbaik di WeddingMarket. Jangan lewatkan juga kesempatan mengunjungi WeddingMarket Fair dalam waktu dekat untuk persiapan pernikahan yang lebih matang dan menyenangkan.


Cover | Foto: Pexels/RDNE Stock project


Artikel Terkait



Artikel Terbaru