Wali nasab merupakan salah satu elemen penting dalam pernikahan agama Islam, yakni sebagai syarat sah pernikahan. Sebagai orang yang memiliki hubungan darah langsung dengan mempelai perempuan, wali nasab memiliki tanggung jawab besar untuk mewakili keluarganya dalam prosesi ijab kabul. Meski sering dianggap sebagai peran formal, pemilihan dan urutan wali nasab sebenarnya melambangkan dukungan keluarga dan restu yang menyeluruh bagi kedua mempelai.
Keberadaan wali nasab menunjukkan bahwa pernikahan bukan sekadar penyatuan dua individu saja, tapi juga dua keluarga yang bersatu untuk mendukung perjalanan hidup baru bagi kedua mempelai. Oleh karena itu, mengetahui urutan wali nasab sesuai ketentuan menjadi hal penting yang perlu dipahami oleh calon pengantin. Bagi sebagian calon pengantin, menentukan siapa yang menjadi wali nasab mungkin terlihat sederhana, namun hal ini memiliki aturan yang harus diikuti dengan cermat.
Dalam Islam, urutan wali nasab dimulai dari ayah kandung, dilanjutkan ke kerabat laki-laki lainnya sesuai tingkat kekerabatan dan urutan tertentu. Untuk mengetahui lebih jelas tentang peran penting wali nasab dalam pernikahan dan urutannya agar pernikahan menjadi sah, simak penjelasannya dalam artikel berikut.
Tentang Wali Nikah dan Perannya dalam Pernikahan
Dalam pernikahan, wali nikah memiliki peran penting sebagai pihak yang bertindak atas nama mempelai perempuan saat berlangsungnya akad nikah. Akad nikah sendiri dihadiri oleh dua pihak, yaitu pihak laki-laki yang diwakili oleh calon pengantin pria dan pihak perempuan yang diwakili oleh wali yang bertindak untuk menikahkannya.
Kehadiran wali nikah dipandang sebagai salah satu rukun atau sesuatu yang wajib ada dalam pernikahan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI). Hal ini ditegaskan dalam Pasal 19 KHI yang menyatakan bahwa “wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya.” Dengan kata lain, kehadiran wali dalam akad nikah adalah persyaratan mutlak yang harus ada demi sahnya pernikahan.
Selain itu, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juga mengharuskan adanya wali dalam pelaksanaan pernikahan. Hal ini tertuang dalam Pasal 6 ayat 2 yang menyebutkan bahwa akad nikah harus dilakukan dengan kehadiran wali. Ketentuan ini semakin memperkuat kedudukan wali sebagai unsur utama yang menjamin keabsahan pernikahan sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Dasar hukum kehadiran wali dalam pernikahan juga sudah ditetapkan sejak zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dalam sebuah hadis, Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada nikah kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil.” (HR. Ahmad, Daruquthni, Thabrani, Baihaqi). Hadis ini menegaskan pentingnya wali dan saksi dalam akad nikah, menandakan bahwa keberadaan wali adalah syarat utama untuk sahnya pernikahan dalam ajaran Islam, seperti yang telah diterapkan sejak masa Rasulullah.
Wali Nasab dan Wali Hakim
Dalam Pasal 20 ayat 2 dari Kompilasi Hukum Islam (KHI), terdapat dua jenis wali dalam pernikahan: yaitu wali nasab dan wali hakim. Wali nasab adalah wali yang memiliki hak perwalian terhadap seorang perempuan dalam pernikahan berdasarkan hubungan darah (assabah). Hak ini timbul karena adanya ikatan kekerabatan langsung.
Wali nasab bisa berasal dari orang tua kandung perempuan tersebut, atau dari kerabat yang masih memiliki hubungan darah, baik itu saudara yang dekat (disebut juga sebagai wali aqrab) atau saudara yang lebih jauh (disebut wali ab’ad). Kategori aqrab mencakup kerabat langsung seperti ayah dan kakek, sedangkan ab’ad meliputi keluarga yang lebih jauh dalam garis keturunan, tapi tetap memiliki hubungan darah yang sah dengan calon mempelai perempuan.
Selain wali nasab, ada juga wali hakim sebagai alternatif dalam pernikahan jika wali nasab tidak bisa melaksanakan perannya. Menurut Pasal 1 huruf (b) dalam Kompilasi Hukum Islam, wali hakim adalah wali yang diangkat secara resmi oleh Menteri Agama atau pejabat yang diberikan wewenang oleh Menteri Agama.
Wali hakim diberi hak dan kewenangan untuk mewakili mempelai perempuan dalam akad nikah, terutama dalam kondisi khusus ketika wali nasab, yakni jika orang yang memiliki hubungan darah dengan mempelai perempuan tidak hadir, tidak memenuhi syarat, atau tidak bisa menjalankan tugasnya sebagai wali karena alasan tertentu.
Peran wali hakim ini penting karena hak perwaliannya bisa muncul dalam berbagai keadaan, misalnya jika ayah atau wali nasab lain dari calon pengantin perempuan tidak bisa menjadi wali karena ketidakhadiran, ketidakmampuan, atau situasi yang menghalangi peran mereka. Dengan adanya wali hakim, akad nikah tetap bisa terlaksana secara sah, baik menurut hukum Islam maupun negara, karena wali hakim memastikan keberlangsungan akad sesuai aturan pernikahan yang ditetapkan.
Kelompok dan Urutan Wali Nasab
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 21,22 dan 23, wali nasab dibagi menjadi empat kelompok dengan urutan kedudukan yang menentukan siapa yang lebih dahulu memiliki hak perwalian. Setiap kelompok memiliki prioritas yang berbeda, di mana kelompok yang memiliki hubungan kekerabatan paling dekat dengan calon mempelai wanita lebih diutamakan dibandingkan kelompok dengan hubungan yang lebih jauh. Urutan ini memastikan bahwa wali nasab yang memiliki ikatan terkuat dengan calon mempelai wanita bertindak sebagai wali, mencerminkan kedekatan hubungan dalam susunan keluarga. Empat kelompok tersebut di antaranya:
Golongan Pertama
Ini adalah kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke atas, yaitu ayah, kakek dari pihak ayah, dan seterusnya. Mereka memiliki prioritas tertinggi dalam perwalian karena hubungan darah yang paling langsung.
Golongan Kedua
Kelompok ini terdiri dari saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah dari keturunan laki-laki mereka. Mereka berhak menjadi wali setelah golongan pertama karena memiliki hubungan kekerabatan yang dekat, meskipun tidak sekuat golongan pertama.
Golongan Ketiga
Ini mencakup kerabat paman, yaitu saudara laki-laki ayah dan saudara laki-laki seayah, serta keturunan laki-laki mereka. Meskipun hubungan mereka lebih jauh dibandingkan dengan dua golongan sebelumnya, mereka masih dianggap sebagai wali yang sah.
Golongan Keempat
Golongan ini terdiri dari saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah kakek, dan keturunan laki-laki mereka. Mereka memiliki posisi paling rendah dalam urutan perwalian, tapi tetap bisa bertindak sebagai wali jika tidak ada wali dari golongan sebelumnya.
Urutan golongan wali nasab ini menggambarkan struktur dan urutan kekerabatan dalam pernikahan, yang memastikan bahwa perwalian dilakukan oleh mereka yang memiliki ikatan paling kuat dengan calon mempelai wanita. Selain kategori wali nasab yang telah disebutkan di atas, pemilihan wali nikah juga mengikuti beberapa syarat berikut, yang di antaranya adalah:
Prioritas Kedekatan Kekerabatan
Jika ada beberapa orang dalam satu kelompok wali nikah yang memiliki hak yang sama untuk menjadi wali, maka yang paling berhak adalah yang memiliki kedekatan kekerabatan paling dekat dengan calon mempelai wanita. Hal ini memastikan bahwa wali yang terpilih memiliki ikatan darah yang lebih kuat dan relevan dalam konteks keluarga.
Kerabat Kandung atau Kerabat Seayah
Dalam situasi di mana ada beberapa wali yang memiliki derajat kekerabatan yang setara, maka yang berhak untuk menjadi wali nikah adalah kerabat kandung. Ini menunjukkan bahwa kerabat yang memiliki hubungan langsung sebagai saudara kandung lebih diutamakan dibandingkan kerabat yang hanya memiliki hubungan seayah.
Usia dan Kelayakan
Jika dalam kelompok wali ada beberapa orang yang memiliki derajat kekerabatan yang sama dan semuanya berhak untuk menjadi wali nikah, maka pilihan akan jatuh pada mereka yang lebih tua dari segi usia dan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan untuk menjadi wali. Prioritas ini mencerminkan harapan bahwa wali yang lebih tua akan membawa kebijaksanaan dan pengalaman dalam perannya, serta memenuhi kriteria yang diperlukan dalam hukum pernikahan.
Wali Tidak Memenuhi Syarat
Jika wali nikah yang paling berhak tidak memenuhi syarat untuk bertindak sebagai wali, misalnya karena alasan tertentu seperti dalam keadaan tuna wicara atau mengalami keadaan tertentu yang menghalangi mereka untuk menjalankan fungsi tersebut, maka hak untuk menjadi wali akan berpindah kepada wali nikah lain yang berada pada derajat berikutnya dalam urutan kekerabatan.
Sementara itu, sebagai mazhab yang banyak dianut oleh masyarakat Indonesia, Imam Syafi’i pun memberikan pendapatnya tentang wali nikah. Berikut urutan wali nikah yang jelas berdasarkan kekerabatan:
Memahami urutan wali nasab adalah langkah penting dalam persiapan pernikahan yang tak boleh diabaikan. Dengan mengetahui siapa saja yang berhak menjadi wali, kamu dan pasangan bisa menghormati dan melibatkan anggota keluarga dalam proses yang begitu sakral ini. Semoga artikel ini bermanfaat dan bisa menginspirasi kamu untuk segera melangsungkan pernikahan, ya!
Cover | Foto via Rustique Decoration