Your Smart Wedding Platform

Ketika Cinta Bertemu Adat: Kenalin, Ini 10 Tradisi Unik Lamaran di Indonesia

22 May 2025 | By Afifah Lania Wedding Market | 27

Lamaran, momen sakral paling ditunggu-tunggu setiap pasangan. Secara resmi, seorang pria meminta restu kepada kedua orang tua untuk menjadikan kekasih hatinya sebagai pendamping sehidup semati. 

Disinilah, seorang wanita menjawab secara resmi apakah ia mau mendampingi pria idamannya untuk kemudian menyandang status sebagai istri. Dan, karena keragaman budaya di Indonesia, hanya dengan menjawab kata ”ya” saja sudah tidak lagi populer.

Kalau pinangan mau diterima, harus membawa sirih, emas, parang, hingga kain songket. Selain itu, kamu–sebagai calon pengantin pria juga harus membawa ’sekelurahan’ untuk meminta izin orang tua gadis impianmu. Loh, loh, serem amat sampe sekelurahan.

Justru itu hal indah, kok. Karena keindahan budaya dan tradisi di Indonesia, maka lamaran menjadi bukan sekadar permintaan restu saja. Acara ini menjadi panggung budaya penuh simbol, warna, dan tata cara yang tiap suku pasti berbeda drastis.

Seperti di Sumatera Barat dimana justru sang wanitalah yang menjemput pria untuk melamarnya. Ada juga budaya di Kalimantan yang sampai melibatkan pertemuan adat dengan para tetua suku. Dan, masih banyak lagi prosesi lamaran unik lainnya.

Jangan salah, semua ini ada maknanya. Kerumitan dan setiap lapisan prosesi tersebut menjadi pintu gerbang yang mempertemukan keluarga, kelompok, bahkan leluhur dalam sebuah ritus sakral. Disini, nih, kita mau omongin 10 tradisi lamaran paling unik di berbagai daerah di Indonesia.

Bukan hanya untuk mengetahui ”apa” yang harus dilakukan, tetapi juga alasan ”mengapa” rangkaian tersebut wajib dilewati sebelum memasuki pernikahan. Kita mulai dari tradisi di daerah mana, ya?

1. Marhusip

Fotografi: AA Fotografi

Oke, kita awali dengan tradisi marhusip dari suku Batak. Sebelum melaksanakan pernikahan, tentunya akan ada pertemuan kedua keluarga terlebih dahulu. Di dalam adat Batak, pertemuan itu disebut marhusip. Di prosesi ini, keluarga dari pihak pria datang ke rumah calon pengantin wanita sambil membawa hantaran.

Biasanya, calon mempelai pria akan membawa pinahan lobu atau daging babi, meskipun di dalam beberapa syarat dapat digantikan dengan sapi. Di samping itu, calon pengantin wanita juga menyiapkan hidangan khusus seperti dekke atau ikan mas arsik. 

Bukan karena sekadar karena ikan mas arsik sebagai salah satu hidangan khas Batak, tetapi juga menjadi lambang kesediaan menyambut dan menerima kedatangan keluarga calon pengantin pria.

Masing-masing keluarga memiliki raja parhata, atau juru bicara adat yang akan menyampaikan maksud dan tujuan pertemuan di saat mereka saling duduk berhadapan. Pertemuan ini juga dihiasi dengan berbalas pantun antar raja parhata sebagai pembuka dialog adat dan bentuk penghormatan.

Pantun-pantun tersebut akan menyampaikan pesan secara simbolik serta mempererat hubungan kekeluargaan antara kamu dan calon pengantinmu. Di prosesi ini, calon mempelai wanita disembunyikan dulu dan belum diizinkan keluar untuk menyambut keluarga kekasih tercintanya. Ia akan keluar begitu kesepakatan antara dua keluarga sudah tercapai di pertemuan tersebut.

Setelah itulah calon mempelai pria memberikan ingot-ingot di atas tumpukan beras. Apa itu ingot-ingot? Ini adalah sejumlah uang sebagai simbol pengingat dan komitmen untuk melanjutkan prosesi ke tahapan pesta adat selanjutnya. 

Sudah, deh. Resmi kamu dan calon pengantinmu bertunangan!

2. Sunda

Fotografi: Hibiki Wedding

Kalau di Batak ada marhusip, maka suku Sunda punya tradisi yang disebut neundeun omong. Ya, sama dengan sebelumnya, acara ini juga dilakukan sebelum kamu dan pasanganmu menikah. Namun, neundeun omong belum masuk ke prosesi lamaran.

Neundeun omong dilakukan sebelum keluarga calon pengantin pria melamar wanitanya secara resmi. Tahapan ini sebagai bentuk komunikasi awal, di mana orang tua atau wali dari pihak pria dan wanita bertemu secara informal untuk membicarakan pernikahan.

Dalam pertemuan ini pula dibahas tanggal pelaksanaan lamaran secara resmi. Begitu pembicaraan menemukan kesepakatan bersama, barulah prosesi narosan atau ngalamar dilakukan. Tentu saja di momen ini, pihak keluarga pria akan datang dengan membawa sejumlah barang hantaran, seperti makanan khas Sunda, daun sirih, cincin pertunangan, serta pakaian wanita.

3. Manado


Di tengah masyarakat Minahasa, kamu akan menjumpai tradisi lamaran dengan upacara maso minta. Apalagi khusus di tengah-tengah masyarakat Manado. Salah satu hal yang membuat upacara maso minta terasa unik adalah dimulainya prosesi dengan ritual toki pintu, yakni mengetuk pintu rumah calon pengantin wanita. Di tahap ini, rumah calon mempelai harus benar-benar sunyi, dengan seluruh jendela dan pintu tertutup rapat serta lampu dimatikan.

Hal ini sebagai simbol bahwa keluarga calon pengantin siap menerima tamu adat. Pintu akan diketuk sebanyak tiga kali oleh perwakilan dari keluarga pria. Setelah ketukan ketiga, barulah keluarga wanita bisa membuka pintu sebagai tanda upacara maso minta segera dimulai.

Selama misa minto berlangsung, kamu–sebagai calon mempelai wanita tidak diperbolehkan muncul atau bertemu langsung dengan pria walaupun rindu berat. Kamu harus sabar sampai calon suamimu menyatakan permohonan pertemuan sampai tiga kali.

Ini dilakukan sebagai bentuk keseriusan dan penghormatan terhadap proses adat. Di dalam maso minta terdapat tahapan tawar-menawar mengenai isi dan jumlah hantaran yang dibawa. 

Proses ini disebut pepeko’an, yaitu kegiatan menghitung dan menyesuaikan hantaran agar sesuai harapan keluarga wanita. Secara umum, hantaran dapat berupa aneka umbi-umbian dan hasil pertanian seperti padi, buah-buahan (terutama pisang), perlengkapan busana dan kosmetik, perhiasan, serta jajanan pasar khas Manado.

Bagaimana menurut kamu? Cukup melelahkan bukan prosesi sebelum pernikahannya saja? Percayalah kamu akan langsung bahagia kalau menjalankannya sekaligus memikirkan seberapa banyak doa baik hadir di setiap prosesi yang akan membuat kehidupan pernikahanmu berakhir indah.

4. Tionghoa

Foto: via Michelle Pangemanan/BrideMarket

Pernah dengar istilah tingjing di dalam budaya Tionghoa? Jadi, di dalam budaya adat Tionghoa, terdapat istilah tingjing yang merupakan bagian penting dalam rangkaian acara menuju hari pernikahan. Prosesi tingjing diawali dengan penyambutan keluarga calon mempelai pria yang hadir membawa seserahan.

Di dalam adat Tionghoa, seserahan biasanya disusun dalam enam baki berisi berbagai jenis makanan khas, antara lain kue boy and girl, kue wijen, kue beras, kue bolu, kue pia, permen ting-ting, serta buah jeruk dan apel. Seluruh seserahan dihias dengan warna merah selaras dengan nuansa pakaian adat yang dikenakan.

Adapun jumlah baki seserahan akan selalu genap. Kenapa tidak dua atau empat? Tentu ini ada alasannya. Dua baki dianggap terlalu sedikit dan sedangkan empat tidak diperbolehkan karena angka ini dipercaya sebagai pertanda buruk. Angka empat dalam bahasa Mandarin pelafalannya mirip dengan kata ”mati”.

Alih-alih cincin, tanda ikatan dan penerimaan secara adat diberikan lewat kalung yang dikenakan oleh wanita yang dituakan, seperti ibu atau kerabat dekat, kepada calon pengantin. Uniknya lagi, di akhir acara tingjing, seserahan akan diserahkan sebagian ke keluarga calon mempelai pria.

Hal ini sebagai simbol bahwa keluarga wanita tidak menyerahkan sepenuhnya anak mereka kepada calon pengantin pria. Namun, mereka akan tetap menjaga hubungan baik dan saling menghormati antara dua keluarga.

5. Minangkabau

Fotografi: Polar Photograph

Halo, para uni-uni Minangkabau! Ini saatnya giliran kamu yang maju. Para pria, diam dulu di tempat. Tunggu uni kamu melamar!

Loh, kok para pria yang menunggu? Iya, karena adat Minangkabau masih menganut sistem matrilineal, di mana garis keturunan mereka ditarik dari pihak Ibu. Karena itu, di dalam proses maminang, justru keluarga wanitalah yang mengambil inisiatif melamar pria untuk menjadi calon suaminya.

Proses maminang juga dilakukan secara formal dan penuh simbolis seperti lamaran adat lainnya. Salah satu tahapan pentingnya adalah batimbang tando, dimana terjadi pertukaran tanda atau simbol pertunangan menggunakan barang-barang pusaka.

Bukan kalung maupun cincin, kedua keluarga bertukar keris, kain adat, atau benda warisan keluarga sebagai penghormatan terhadap tradisi leluhur mereka. Selain itu, hantaran wajib disertai dengan membawa sirih pinang.

Dalam tradisi Minangkabau, sirih pinang menggambarkan kesiapan kedua belah pihak untuk saling menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing, bukan sekadar sopan santun maupun penghormatan.

6. Jawa

Fotografi: AA Fotografi

Kalau kamu punya jiwa-jiwa FBI, coba cari pasangan Jawa. Karena salah satu tradisi lamarannya unik dan membutuhkan kamu dengan jiwa stalking yang kuat. Bukan stalking secara ’harfiah’, kok. Adat Jawa memiliki tradisi unik sebelum melangkah ke proses lamaran secara resmi. Tradisi ini dinamakan nontoni. Nontoni berarti ’melihat’ atau ’mengamati’.

Namun, bukan berarti kamu bakalan di stalking sama keluarga calon suami, ya. Tradisi ini sebuah momen diam-diam penuh makna. Di mana keluarga calon pengantin pria mengamati wanita yang akan dipinang tanpa sepengetahuan mereka.

Mereka melakukannya untuk memastikan bahwa calon pasangan benar-benar cocok dari segi penampilan, perilaku, hingga latar belakang keluarga. Lebih menarik lagi, tradisi nontoni ini dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan strategi sosial.

Keluarga pria bisa saja datang ke tempat umum, dimana sang wanita hadir. Mereka akan mengamati dari jauh. Jangan khawatir, kamu tidak perlu tiba-tiba merubah sifat seperti bukan dirimu. Setelah proses nontoni selesai, barulah kamu dan pasangan bisa lanjut ke tahap njagong atau lamaran resmi.

Nggak berhenti sampai di situ, ada juga tradisi paningset dari adat Jawa. Tradisi ini jadi simbol persetujuan setelah lamaran diterima oleh pihak wanita. Biasanya, paningset diberikan lima hari sebelum pernikahan dan dirangkaikan dengan tradisi midodareni.

Kamu perlu tahu, terdapat tiga jenis paningset. Paningset utama terdiri dari cincin polos tanpa mata serta seperangkat perlengkapan sandang wanita. Kemudian, kamu akan menemukan paningset abon-abon yang terdiri dari berbagai makanan dengan makna sendiri.

Sebagai pelengkap, ada juga paningset pengiring yang biasanya berisi hasil bumi, seperti beras, umbi-umbian, dan aneka bahan pangan lainnya.

7. Melayu Riau

Foto: via Mamayur Kebaya

Di dalam adat masyarakat Melayu Riau, ada juga proses ’penyelidikan’ diam-diam yang dilakukan oleh pihak keluarga laki-laki. Namun, dalam tradisi ini dikenal dengan sebutan menjarum-jarum atau merisik.

Tujuannya sama, memastikan kecocokan sebelum melangkah lebih jauh ke tahap lamaran resmi. Tradisi merisik tidak dilakukan terlalu diam-diam. Karena, wakil dari pihak pria melakukan kunjungan secara resmi langsung ke tempat keluarga perempuan.

Meskipun resmi, wakil – kerabat dekat dari pihak pria hanya membawa rombongan kecil untuk berkunjung. Selama proses merisik, calon pengantin wanita mengamati secara tidak langsung bagaimana keluarga pria mencari informasi tentangnya.

Selain memperhatikan bagaimana sikap dan perilaku sang calon pengantin wanita, keluarga pria juga menyampaikan niat baik untuk mempersunting anak perempuan mereka. Kunjungan selesai setelah mereka mengungkapkan niat utama kehadiran tersebut dan keluarga wanita diberikan waktu untuk mempertimbangkan lamaran.

Begitu keluarga wanita menerima lamarannya, pihak pria akan memberikan cincin belah rotan simbol ikatan awal dan menentukan tanggal resmi pertunangan. Bersediakah tuan menyunting bunga bangsa dari bumi Melayu Riau?

8. Bugis

Fotografi: AA Fotografi

Mappettuada–tradisi lamaran yang hanya ada di dalam adat suku Bugis. Mappettu berarti ’memutuskan’, dan ada artinya ’perkataan’. Dengan demikian mappettuada merupakan proses musyawarah atau perundingan resmi antara keluarga calon mempelai pria dan wanita. 

Untuk menyambut keluarga pria, pihak wanita akan menyajikan berbagai kue tradisional Bugis. Disamping itu, pihak pria akan membawa kelapa bertunas saat mengunjungi keluarga wanitanya.

Kelapa bertunas ini menjadi lambang kemakmuran, harapan, dan doa agar kehidupan pasangan yang akan menikah dilimpahi keberkahan serta kebermanfaatan. Ya, sama seperti pohon kelapa dengan sejuta manfaat dari akar hingga ke daun.

Setelah jamuan disajikan dan simbol-simbol lamaran diterima, dimulaikan pembicaraan terkait pernikahan. 

9. Betawi

Fotografi: Soe&Su

Ada Betawi menghadirkan mak comblang di prosesi lamaran mereka. Adapun kehadiran mak comblang ini menjadi juru bicara keluarga laki-laki, menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan secara terhormat dan terstruktur.

Seperti lamaran pada umumnya, pihak calon mempelai pria membawa sirih lamaran–sirih lengkap yang dirangkai dan dihias indah. Sirih menjadi simbol penghargaan, penghormatan, serta kesungguhan niat keluarga calon pengantin.

Kalau kamu–sebagai calon pengantin wanita menerima lamarannya, seminggu kemudian keluarga pria datang lagi menyerahkan tande putus. Ini menjadi simbol pengikat yang biasanya berupa cincin.

Jadi, kalau cincin sudah tersemat di jari kamu, jangan macem-macem, loh. Sakral banget itu arti cincinnya. Karena cincin menunjukkan pengukuhan komitmen serta keseriusan hubungan kedua keluargamu.

10. Bali

Foto: via Tirta Harum

Sampai juga kita di Bali–sering disangka negara di luar Indonesia. Padahal masyarakatnya masih sangat kental melaksanakan tradisi-tradisi adat di kehidupan sehari-hari–khas suku-suku asli Indonesia.

Lamaran dalam adat Bali dikenal cukup sederhana dan sarat dengan nilai spiritual. Di awal, kedua keluarga akan menentukan hari dan tanggal yang dianggap baik menurut kalender Bali, karena masyarakatnya masih sangat menjunjung tinggi harmoni dengan alam dan waktu sakral.

Masyarakat Bali juga masih menganut sistem kasta dan prosesi lamarannya mengalami penyesuaian karena hal itu. Jika calon mempelai wanita berada di kasta lebih tinggi, maka prosesi lamaran bisa dilakukan secara langsung.

Bagaimana jika kastanya lebih rendah? Sang wanita akan diculik secara adat dan dibawa ke rumah calon suaminya. Barulah keluarga pria datang ke rumahnya untuk menyampaikan maksud pernikahan dan memohon restu.

Dalam tradisi Bali juga tidak diwajibkan membawa hantaran lamaran seperti biasanya. Namun, keluarga pria akan membawa banten atau sesajen yang jumlah dan kelengkapannya lebih besar dari persembahan biasa. Ini memperlihatkan bentuk kesungguhan dan penghormatan kepada keluarga calon istrinya.

Melihat 10 tradisi lamaran tersebut, semakin kita bangga mengetahui bagaimana Indonesia sangat kaya akan adatnya. Sekarang kamu tinggal pilih, mau cari pasangan dari suku adat yang mana? WeddingMarket siap bantu mewujudkan lamaran dengan indah dan tetap mengikuti aturan sakral tradisi adatnya!


Cover | Fotografi: AA Fotografi


Artikel Terkait



Artikel Terbaru