Seringnya membuka media sosial membuat kita memiliki berbagai ekspektasi terhadap kehidupan ini, termasuk pernikahan. Kalau selama ini kita mengira ekspektasi soal pernikahan selalu indah dan penuh harapan, kenyataannya semakin banyak yang membagikan sisi pahitnya kehidupan setelah menikah—hingga muncul tren “marriage is scary”. Banyak yang menunjukkan bagaimana kehidupan mereka yang tadinya bahagia, kini harus banyak berkorban karena berada di pernikahan yang tidak tepat.
Ada beberapa ketakutan yang muncul dari tren ini. Namun, dengan persiapan yang cukup, berbagai hal yang tampak menakutkan di depan bisa kamu hadapi dengan baik. Berikut ini penjelasan selengkapnya.
Ketakutan yang timbul tentang pernikahan
Ketakutan muncul tidak hanya dalam satu bentuk saja. Ternyata ada berbagai jenis ketakutan yang muncul tentang pernikahan. Berikut ini beberapa di antaranya dan cara menghadapi jika memang terjadi:
1. Takut kehilangan kebebasan pribadi
Banyak orang merasa bahwa menikah akan membuat mereka kehilangan ruang pribadi dan kebebasan dalam mengambil keputusan. Sebelumnya bisa pergi ke mana saja, berteman dengan siapa saja, atau mengambil keputusan sendiri, tapi setelah menikah ada pasangan yang harus dilibatkan dalam berbagai aspek. Hal ini bisa menimbulkan kecemasan apalagi bagi mereka yang selama ini sangat mandiri.
Cara menghadapi hal ini adalah dengan membangun komunikasi yang sehat sejak awal. Bicarakan tentang pentingnya ruang pribadi dan sepakati batas-batas yang sehat dalam hubungan. Pasangan yang saling menghargai akan memahami bahwa memiliki waktu sendiri bukan berarti menjauh, melainkan bentuk dari menjaga kewarasan diri agar tetap bisa hadir secara utuh dalam hubungan.
2. Takut tidak bahagia atau menyesal menikah
Rasa takut ini umumnya muncul dari kekhawatiran bahwa pernikahan justru bisa membawa beban emosional—mulai dari pertengkaran yang tak kunjung selesai, perasaan jenuh, hingga ketakutan telah memilih pasangan yang tidak tepat. Banyak yang khawatir bahwa cinta akan pudar seiring berjalannya waktu.
Untuk mengatasi hal ini, penting untuk mengenal pasangan secara mendalam sebelum menikah, tidak hanya dari sisi menyenangkan tetapi juga dari sisi gelapnya, seperti bagaimana ia menghadapi konflik, bagaimana nilai-nilai hidupnya, dan bagaimana ia memperlakukan orang lain.
Selain itu, jangan lupa bahwa kebahagiaan dalam pernikahan tidak datang dengan sendirinya, melainkan diciptakan bersama melalui usaha dari kedua belah pihak, seperti merawat hubungan, meluangkan momen untuk quality time, dan menyelesaikan masalah dengan cara yang dewasa.
3. Takut jika pasangan berubah setelah menikah
Banyak orang yang merasa takut bahwa setelah menikah pasangan yang dulu romantis, perhatian atau terbuka akan berubah menjadi dingin, egois, atau bahkan tidak bertanggung jawab. Ketakutan ini wajar terjadi karena pernikahan bukan hanya soal cinta, tapi juga soal karakter dan kematangan.
Untuk menghadapi hal ini, penting bagi kalian untuk melakukan diskusi yang jujur sejak awal hubungan tentang visi hidup, pembagian peran dalam rumah tangga, cara mengelola konflik, dan harapan masing-masing terhadap kehidupan setelah menikah. Jangan hanya fokus pada masa pacaran yang manis, tapi bangun juga fondasi kepercayaan dengan membiasakan komunikasi yang baik, saling mendengar, dan mengevaluasi hubungan secara berkala.
4. Takut menghadapi masalah finansial
Masalah keuangan sering kali menjadi pemicu utama konflik dalam pernikahan. Ketakutan muncul karena khawatir tidak cukup secara finansial, takut pasangannya boros atau tidak bertanggung jawab soal uang, atau bahkan takut jadi satu-satunya penanggung beban ekonomi.
Untuk mengatasi ini, sangat disarankan untuk membicarakan kondisi keuangan secara terbuka sebelum menikah, termasuk utang, tabungan, gaya hidup, dan target finansial. Buat kesepakatan bersama, misalnya sistem pengelolaan keuangan rumah tangga, tanggung jawab masing-masing, serta perencanaan masa depan seperti menabung atau investasi. Transparansi dan kerja sama akan membantu membangun rasa aman secara emosional maupun finansial.
5. Takut tidak menjadi pasangan yang baik
Banyak yang merasa tidak cukup baik untuk menjadi pasangan ideal, mungkin takut gagal memahami pasangan, takut mengecewakan, atau merasa tidak siap menjalani peran sebagai istri atau suami. Perasaan ini biasanya muncul karena beban ekspektasi, baik dari diri sendiri maupun lingkungan.
Cara menghadapinya adalah dengan menerima bahwa tidak ada pasangan yang sempurna. Pernikahan bukan tentang menjadi pasangan tanpa cela, tetapi tentang kesediaan untuk terus belajar, memperbaiki diri, dan tumbuh bersama. Ikuti kelas pranikah, konsultasikan dengan mentor atau konselor pernikahan, dan yang paling penting bangun kebiasaan untuk melakukan evaluasi dan komunikasi agar bisa saling mendukung dalam proses menjadi versi terbaik masing-masing.
6. Takut jika keluarga pasangan tidak suka
Menjalin relasi bukan hanya dengan pasangan, tapi juga dengan keluarganya. Hal ini akan menjadi tantangan tersendiri. Takut ditolak, tidak cocok dengan mertua, atau ada ekspektasi berlebih dari pihak keluarga pasangan bisa menimbulkan stres tersendiri.
Untuk menghadapi ini, kamu perlu membangun hubungan baik sejak sebelum menikah. Jalin komunikasi secara sopan dan konsisten, tunjukkan niat baik, dan tetap hormat meskipun mungkin ada perbedaan pandangan. Jangan ragu berdiskusi dengan pasangan jika ada masalah yang mengganggu agar kalian bisa menyikapinya sebagai satu tim. Pasangan yang sehat harus bisa membela dan melindungi satu sama lain saat ada tekanan dari luar.
7. Takut menghadapi perceraian
Ketakutan paling ekstrem dalam pernikahan adalah kemungkinan berakhirnya hubungan, entah karena ketidakcocokan, perselingkuhan, atau perubahan drastis dalam hubungan. Meskipun tidak ada yang menginginkan perpisahan, rasa takut ini sering menghantui dan membuat seseorang ragu untuk menikah.
Kamu tidak perlu menutup mata terhadap kemungkinan tersebut, tetapi cobalah untuk membangun hubungan berdasarkan kejujuran, kepercayaan, dan saling dukung. Jangan ragu mengikuti konseling pranikah untuk memahami risiko dan tanggung jawab pernikahan. Jika suatu saat hubungan benar-benar di ujung tanduk, kamu harus tahu kapan harus bertahan dan kapan harus melepaskan.
Tips supaya tidak terjebak dalam “marriage” yang “scary”
Memiliki berbagai ketakutan akan masa depan adalah hal yang wajar. Pernikahan menyimpan begitu banyak kemungkinan—baik yang penuh kebahagiaan maupun tantangan yang tak terduga. Namun, bukan berarti kamu harus mengabaikan kebahagiaanmu sendiri. Ketakutan tersebut bisa dicegah dengan melakukan beberapa hal berikut ini:
1. Kenali pasangan secara mendalam sebelum menikah
Jangan mengambil keputusan terburu-buru hanya karena faktor usia, tekanan dari lingkungan, atau ketakutan akan kesendirian. Luangkan waktu untuk mengenal pasangan secara utuh, bukan hanya sisi menyenangkan, tapi juga cara dia menyelesaikan konflik, bagaimana dia memperlakukan orang tuanya, cara dia mengelola uang, dan pandangan hidupnya. Ketika kamu mengenal pasangan dengan jujur dan realistis, bayangan tentang pernikahan tidak lagi menakutkan, tapi menjadi sesuatu yang bisa dipersiapkan dengan matang.
2. Bangun komunikasi yang baik
Pernikahan yang menyeramkan biasanya berakar dari komunikasi yang buruk. Jangan hanya berbicara soal hal-hal manis saja saat pacaran. Bahas juga topik-topik berat seperti visi hidup, keuangan, relasi dengan keluarga besar, seksualitas, peran gender, dan rencana jangka panjang. Dengan komunikasi yang sehat, kamu dan pasangan bisa saling memahami ekspektasi dan batasan, serta mencegah kesalahpahaman yang bisa berujung pada konflik.
3. Ikut kelas atau konseling pranikah
Konseling pranikah bisa membuka perspektif baru tentang apa itu pernikahan sebenarnya. Kamu dan pasangan akan belajar tentang dinamika rumah tangga, cara menyelesaikan konflik, manajemen keuangan, hingga perbedaan emosi dan kebutuhan masing-masing. Dengan bekal ini, rasa takut akan berubah menjadi rasa siap karena kalian paham medan yang akan dilalui bersama.
4. Buat kesepakatan bersama tentang hal yang penting
Hal-hal seperti pembagian peran rumah tangga, pengelolaan uang, keputusan memiliki anak, hingga cara mengatur waktu antara keluarga dan pekerjaan harus dibahas dan disepakati bersama. Semakin jelas kesepakatan sejak awal, semakin kecil potensi konflik besar di kemudian hari. Hal ini akan membantu pernikahan supaya terasa lebih stabil dan tidak penuh kejutan yang negatif.
5. Bangun rutinitas yang membuat hubungan tetap hangat
Pernikahan bisa terasa hambar dan menakutkan ketika tidak lagi ada kedekatan emosional. Bangun rutinitas sederhana seperti quality time mingguan, makan malam bersama tanpa gadget, mengucapkan terima kasih setiap hari, atau memberikan pelukan sebelum tidur. Hal-hal kecil ini bisa membuat cinta tetap selalu hangat dan membuat pernikahan terasa nyaman dan menyenangkan.
6. Tetap miliki personal space
Pernikahan bukan berarti kehilangan diri sendiri. Pastikan kamu dan pasangan tetap punya waktu untuk diri sendiri, berkegiatan dengan teman, mengejar hobi, atau sekadar "me time". Hal ini membantu menjaga kewarasan dan menghindari kelelahan emosional dalam relasi. Saat kesehatan mental terjaga dan ruang pribadi dihormati, pernikahan pun akan terasa lebih sehat, nyaman, dan penuh rasa aman.
7. Siapkan mental untuk menghadapi perubahan dan pertumbuhan
Pernikahan akan membawa banyak perubahan, dari segi tanggung jawab, gaya hidup, hingga cara pandang hidup. Jangan takut berubah. Ketika kamu menerima bahwa pernikahan adalah perjalanan adaptasi terus-menerus, kamu akan lebih fleksibel dan tidak merasa terkekang. Fleksibilitas ini yang membuat hubungan menjadi tahan banting dan tidak mudah runtuh.
Jadi, apakah marriage is scary?
Pernyataan bahwa "marriage is scary" atau menikah itu menyeramkan memang banyak dirasakan oleh sebagian orang dan hal ini bukan tanpa alasan. Menikah bukan sekadar upacara resepsi atau tinggal bersama seseorang seumur hidup saja, tetapi tentang menyatukan dua individu dengan latar belakang, kebiasaan, prinsip, dan luka masa lalu yang berbeda dalam satu komitmen jangka panjang sehingga memerlukan kesabaran, kompromi, dan komunikasi yang terus-menerus.
Ketakutan muncul karena pernikahan membawa tanggung jawab besar, baik secara emosional, finansial, maupun sosial. Ada kekhawatiran gagal membahagiakan pasangan, takut menghadapi konflik rumah tangga, takut kehilangan jati diri, takut pasangan berubah, atau bahkan takut akan perpisahan yang menyakitkan.
Ditambah lagi dengan ekspektasi sosial bahwa pernikahan harus selalu bahagia dan sempurna sehingga banyak orang merasa tertekan sebelum dan selama menjalani rumah tangga. Namun, rasa takut ini sebenarnya wajar dan bisa menjadi pengingat bahwa pernikahan bukan sesuatu yang bisa dianggap enteng.
Ketika ketakutan itu dihadapi dengan kesiapan mental, komunikasi terbuka, dan saling pengertian, pernikahan bisa menjadi perjalanan yang penuh pelajaran, kehangatan, dan pertumbuhan bersama. Jadi, menikah memang bisa terasa menyeramkan, tapi bukan karena pernikahannya itu sendiri, melainkan karena tantangan hidup yang menyertainya dan kesiapan kita dalam menjalaninya.
Setiap pernikahan punya tantangannya sendiri. Agar kamu nggak merasa sendiri, yuk temukan berbagai insight dan tips berguna di WeddingMarket—teman setia dari awal persiapan hingga menjalani kehidupan setelah menikah.
Cover | Fotografi: Iluminen