Your Smart Wedding Platform

Yuk Cek Beberapa Pantangan Pernikahan dalam Adat Sunda, Masih Relevan?

24 Jun 2025 | By Intan Vandini Wedding Market | 67

Menjelang hari pernikahan, banyak calon pengantin mulai memikirkan berbagai hal, termasuk tradisi dan adat dari keluarga mereka. Dalam adat Sunda misalnya, ada beberapa pantangan atau larangan yang dipercaya bisa mempengaruhi kelancaran pernikahan. Contohnya seperti larangan bertemu calon pengantin sebelum hari H, atau memilih hari tertentu untuk menikah. Pantangan-pantangan ini sudah ada sejak lama dan biasanya masih dijaga oleh keluarga yang memegang adat kuat.

Tapi, di zaman sekarang, banyak orang mulai bertanya-tanya apakah pantangan seperti ini masih perlu diikuti? Apakah benar bisa membawa dampak buruk kalau dilanggar, atau hanya sekadar kepercayaan lama saja? Di artikel ini, akan dibahas beberapa pantangan pernikahan dalam adat Sunda yang sering dibicarakan, dan cara menyikapi pantangan tersebut dengan bijak, demi kelancaran proses menuju hari istimewa kamu dan pasangan.

Pantangan Pernikahan dalam Adat Sunda yang Masih Berkembang

Foto: Instagram/sadam.jpg

Dalam adat Sunda, pernikahan bukan hanya menyatukan dua orang saja, tapi juga merupakan momen penting yang punya nilai sosial dan budaya yang kuat. Karena itulah, ada banyak kepercayaan dan aturan tidak tertulis yang diwariskan dari generasi ke generasi. 

Pantangan-pantangan ini dipercaya bisa berpengaruh terhadap lancar tidaknya pernikahan, juga terhadap keharmonisan dan keberkahan rumah tangga di masa depan. Berikut ini beberapa pantangan dalam adat Sunda yang masih banyak diyakini dan dijalankan oleh masyarakat hingga sekarang:

1. Menikah di Bulan Safar

Dalam adat Sunda, ada kepercayaan lama yang mengatakan bahwa menikah di bulan Safar sebaiknya dihindari. Bulan Safar merupakan salah satu dari dua belas bulan dalam penanggalan Hijriah (kalender Islam). Menurut kepercayaan ini, menikah di bulan tersebut dianggap pamali atau pantangan, karena diyakini bisa membawa nasib buruk atau masalah dalam rumah tangga nantinya.

Tapi, kepercayaan ini sebenarnya tidak berasal dari aturan agama maupun bukti ilmiah. Larangan ini muncul dari tradisi lisan yang diwariskan turun-temurun di masyarakat. Sampai sekarang, belum ada penelitian yang membuktikan bahwa menikah di bulan Safar benar-benar membawa kesialan. Karena itu, keputusan untuk menikah di bulan ini kembali lagi pada keyakinan dan kenyamanan pasangan dan keluarga masing-masing.

2. Menikah dengan Orang Jawa

Sebagian masyarakat masih meyakini berbagai mitos pernikahan yang berasal dari adat Sunda dan Jawa hingga saat ini. Salah satu yang paling sering dibicarakan adalah anggapan bahwa orang Sunda dan Jawa sebaiknya tidak menikah, karena banyak yang percaya bahwa pernikahan antara dua suku ini bisa membawa masalah dalam rumah tangga, seperti sering bertengkar atau tidak akur. Karena itu, ada juga keluarga yang menolak hubungan seperti ini.

Kalau ditelusuri, mitos ini berasal dari cerita sejarah masa lalu antara suku Sunda dan Jawa, yang dulu pernah mengalami ketegangan. Cerita itu terus diwariskan dari generasi ke generasi, hingga menjadi pandangan umum. Nyatanya, tidak ada bukti konkret maupun alasan rasional yang menunjukkan bahwa pernikahan antara orang Sunda dan Jawa pasti akan menghadapi masalah.

3. Duduk di Depan Pintu

Foto via: Griya Seni Ekayana

Dalam adat Sunda, ada kepercayaan yang melarang calon pengantin duduk di depan pintu saat masa pertunangan. Meskipun sudah resmi bertunangan, pasangan tetap diingatkan untuk menghindari posisi duduk seperti ini. Konon, duduk di depan pintu dipercaya bisa menjauhkan jodoh atau bahkan menggagalkan pertemuan dengan pasangan. Ada juga yang percaya kalau larangan ini dilanggar, bisa muncul keraguan di hati salah satu calon pengantin dan akhirnya pernikahan tidak jadi dilangsungkan.

Kepercayaan serupa juga ditemukan di adat Betawi. Bukan cuma dilarang untuk calon pengantin, tapi larangan untuk duduk di depan pintu juga diberikan untuk anak perempuan secara umum. Konon, kalau sering duduk di sana, jodoh jadi susah datang.

Sementara untuk anak laki-laki, pantangan ini katanya bisa bikin susah dapat pasangan. Walau terkesan hanya mitos, ternyata ada penjelasan logis yang mendasarinya. Duduk di depan pintu bisa menghalangi jalan keluar masuk dan bikin tidak nyaman. Jadi, lebih baik cari tempat duduk lain yang tidak mengganggu.

4. Menjahit Baju yang Sobek

Dalam budaya Sunda, ada kepercayaan yang menyebutkan bahwa calon pengantin tidak boleh menjahit baju yang robek, terutama baju yang dipakai setelah acara lamaran. Mitosnya, jika tetap dilakukan, hal itu bisa membawa nasib buruk atau kesialan dalam rumah tangga nantinya.

Secara simbolis, menjahit dianggap seperti menambal hubungan yang seharusnya masih utuh dan baik-baik saja. Karena itu, banyak yang memilih menghindari hal ini supaya tidak dianggap sebagai pertanda bahwa pernikahan mereka nanti akan penuh masalah. Walau tidak ada bukti ilmiah yang mendukung, larangan ini masih dihormati oleh sebagian orang sebagai bentuk menjaga tradisi keluarga dan budaya lama.

5. Sering Melamun

Menjelang hari pernikahan, wajar kalau calon pengantin merasa lelah atau banyak pikiran. Hal ini kadang membuat mereka jadi sering melamun, memikirkan acara pernikahan atau kehidupan setelah menikah. Tapi, dalam adat Sunda, terlalu sering melamun justru dianggap sebagai pantangan.

Katanya, melamun terlalu lama dan dengan pikiran kosong bisa membuka jalan untuk gangguan dari hal-hal gaib, bahkan bisa bikin seseorang kerasukan. Karena itu, calon pengantin disarankan untuk tetap fokus dan menjaga pikirannya tetap positif. Meskipun terdengar menyeramkan, kepercayaan ini bisa jadi pengingat supaya kita menjaga kesehatan mental dan tidak tenggelam dalam stres menjelang hari besar.

6. Terlalu Sering Keluar Rumah

Foto: Instagram/alyssadaguise

Setelah lamaran selesai dan resmi bertunangan, calon pengantin biasanya diminta untuk lebih menjaga sikap saat bergaul, terutama dengan lawan jenis. Walaupun belum menikah, status pertunangan sudah menunjukkan adanya komitmen, jadi sebaiknya tidak terlalu akrab atau bebas berinteraksi dengan orang lain yang bisa menimbulkan perasaan khusus.

Larangan ini sebenarnya punya maksud baik, yaitu supaya hubungan tetap serius dan tidak goyah. Dalam masa pertunangan, godaan bisa datang dari mana saja, seperti dari mantan atau teman dekat yang muncul kembali. Kalau tidak hati-hati, hal seperti itu bisa memicu keraguan dan bahkan membatalkan rencana pernikahan yang sudah disiapkan.

7. Memakan Sirih Lamaran

Dalam adat Sunda, saat acara lamaran, keluarga calon pengantin pria biasanya membawa sirih untuk diberikan kepada calon pengantin wanita. Sirih ini bukan hanya tanaman biasa, tapi punya makna khusus sebagai lambang kerinduan dan keseriusan dalam melamar. Meskipun terlihat sepele, sirih yang dibawa ini tidak boleh dimakan, baik oleh calon pengantin wanita maupun tamu yang hadir.

Menurut kepercayaan, jika sirih tersebut dimakan, maka dikhawatirkan calon pengantin wanita akan datang bulan tepat di hari pernikahan. Hal ini tentu bisa mengganggu acara. Walaupun hanya berupa mitos, banyak orang tetap mengikuti pantangan ini karena dianggap sebagai bagian dari sopan santun dan adat yang sudah lama diwariskan.

8. Orang yang Belum Menikah, Datang di Acara Lamaran

Acara lamaran sering kali menjadi momen penuh kehangatan saat dua keluarga besar saling berkenalan dan memberikan restu untuk hubungan pasangan calon pengantin. Umumnya, semua anggota keluarga diundang, termasuk yang masih lajang. Tapi dalam adat Sunda, ada kepercayaan unik: sebaiknya hanya orang yang sudah menikah yang hadir di acara lamaran.

Konon, orang yang belum menikah dan datang ke lamaran orang lain bisa jadi susah jodoh atau tetap melajang. Meskipun terdengar seperti mitos, sebagian orang masih memegang teguh kepercayaan ini. Bisa jadi, maksudnya adalah supaya tamu yang belum menikah tidak merasa tertekan dengan suasana atau obrolan seputar pernikahan yang belum jadi bagian dari hidup mereka. Jadi, meski terlihat membatasi, ada juga sisi empati dan perhatian di baliknya.

Walau kini banyak calon pengantin yang menganggap pantangan seperti ini hanya bagian dari tradisi atau simbol budaya, tetap saja sebagian masyarakat Sunda masih menjalankannya sebagai bentuk penghormatan terhadap adat leluhur. Nah, kalau kamu sendiri, apakah masih percaya dengan pantangan semacam ini?

Cara Menyikapi Pantangan Pernikahan dengan Bijak

Fotografi: Imagenic

Meski tidak semua orang percaya, penting untuk tetap menyikapi pantangan yang berlaku di masyarakat dengan bijak supaya tidak menimbulkan konflik, terutama dengan keluarga. Berikut ini cara menyikapi pantangan pernikahan secara bijak dan tenang:

1. Pahami Pantangan dengan Baik

Sebelum memutuskan setuju atau tidak dengan sebuah pantangan, coba cari tahu dulu asal-usulnya, karena banyak pantangan yang muncul dari kebiasaan atau kepercayaan turun-temurun. Saat kamu paham maksud dan tujuannya, kamu jadi bisa menghargai, meskipun tidak selalu percaya sepenuhnya.

2. Diskusikan Bersama Pasangan dan Keluarga

Keputusan soal pantangan sebaiknya dibicarakan bersama, terutama dengan pasangan dan orang tua. Ini penting supaya semua merasa dilibatkan dan tidak ada yang tersinggung. Komunikasi yang baik bisa membantu menemukan jalan tengah antara kepercayaan dan kenyamanan.

Kamu bisa menggunakan pendekatan empati saat berdiskusi. Hindari sikap menyepelekan kepercayaan orang tua. Sebaliknya, ajukan pertanyaan terbuka, seperti, “Menurut Ibu, mengapa pantangan ini penting?” supaya tercipta dialog yang sehat.

3. Pilih yang Perlu Diikuti atau DItawar

Tidak semua pantangan harus diikuti mentah-mentah. Ada yang bisa dijalani sebagai bentuk penghormatan, ada juga yang sebenarnya bisa ditinggalkan jika tidak relevan. Coba tentukan mana yang penting bagi keluarga dan mana yang bisa disesuaikan dengan kondisi sekarang.

Seperti pantangan calon pengantin tidak boleh bertemu seminggu sebelum menikah misalnya, yang mungkin bisa diakali dengan tidak bertemu langsung, tapi tetap berkomunikasi lewat pesan. Ini adalah bentuk kompromi yang bisa menghormati adat, dan tetap menjaga kelancaran persiapan pernikahan.

4. Gunakan Penjelasan Agama dan Ilmu

Jika ada pantangan yang dirasa tidak masuk akal, kamu bisa mencoba menjelaskannya dengan sudut pandang agama atau logika. Misalnya, kalau dibilang jangan menikah di bulan tertentu karena sial, kita bisa jelaskan bahwa jodoh dan rezeki sudah ditentukan oleh Tuhan, bukan oleh bulan atau tanggal.

5. Hargai Tradisi Tanpa Takut Berlebihan

Menghargai tradisi tidak harus berarti kamu percaya sepenuhnya. Kamu bisa tetap mengikuti beberapa hal secara simbolis untuk menghormati orang tua atau keluarga, tapi tidak perlu takut berlebihan jika tidak bisa menjalankan semuanya. Bersikap bijak berarti memahami kapan perlu mengikuti, kapan saatnya mengajukan pertanyaan, dan kapan harus tegas tanpa kehilangan kesopanan.

6. Fokus ke Pernikahan, Bukan Pantangan

Foto via: Griya Seni Ekayana

Jangan sampai pantangan malah membuat kamu dan pasangan jadi tegang atau takut menjelang hari pernikahan, ya! Yang terpenting adalah kesiapan mental kalian, hubungan dengan pasangan, dan niat baik untuk membangun rumah tangga yang bahagia bersama-sama.

7. Tetap Tenang dan Sopan

Pantangan bisa menimbulkan perbedaan pendapat, apalagi antara generasi tua dan muda. Tetaplah tenang dan jangan menyudutkan kepercayaan orang lain. Sampaikan pendapat dengan sopan supaya semua pihak merasa dihargai.

Menyikapi pantangan pernikahan dengan bijak berarti kita bisa menghormati tradisi, tanpa harus takut berlebihan. Kamu dan pasangan tetap bisa bersikap rasional, menjaga hubungan baik dengan keluarga, dan juga fokus pada niat utama dalam membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah.

Pantangan-pantangan dalam pernikahan adat Sunda memang berakar dari kepercayaan dan tradisi yang sudah ada sejak lama. Walaupun sekarang banyak orang menganggapnya sebagai mitos atau hanya simbol budaya, tetap penting untuk menghargai makna di baliknya, apalagi jika keluarga kamu atau pasangan masih menjunjung tinggi adat tersebut.

Pada akhirnya, mau mengikuti pantangan-pantangan itu atau tidak, semuanya kembali ke kamu dan pasangan. Yang paling penting adalah saling menghormati, membawa niat baik, dan membangun awal rumah tangga dengan bahagia serta penuh restu dari orang-orang terdekat!

Merencanakan pernikahan sesuai adat atau gaya modern? Apapun pilihanmu, pastikan semua persiapannya berjalan lancar bersama vendor-vendor terpercaya di WeddingMarket. Dapatkan inspirasi adat, tren terkini, hingga tips menikah yang tak kalah berkesan—semuanya ada di sini!


Cover | Foto: Instagram/alyssadaguise


Artikel Terkait



Artikel Terbaru